Bab 3

1659 Words
Karen memasuki rumah dengan wajah yang benar-benar sulit diartikan, setelah mengucapkan salam dirinya langsung masuk ke dalam kamar, tidak memedulikan ibu dan sang adik yang memandangnya heran. Karen juga mematikan ponselnya agar Davina, sahabat menyebalkannya itu tidak meneleponnya untuk masuk kerja. Karena setelah dirinya bertemu dengan Ervin, Karen memilih untuk pulang. Perkataan aneh Ervin masih terngiang-ngiang ditelinganya. Ia tidak ingin pria itu mengunjungi rumahnya, karena jujur saja dirinya takut jika Ervin benar-benar mendatangi rumahnya dan mengajaknya ke rumah keluarga pria itu. Tapi pemikiran konyolnya itu segera ia tepis, mana mungkin pria itu benar-benar mengunjungi rumahnya. Jadi kenapa dirinya harus ketakutan seperti ini, seharusnya ia biasa saja bukan. Karen melirik jam yang berada di atas nakasnya, masih ada waktu untuk acara mandinya sebelum jam makan malam. Karen lantas bergegas mengambil handuk berwarna putih, ia lalu masuk ke dalam kamar mandi. Lima belas menit kemudian Karen telah selesai dengan acara mandinya, ia lalu memakai bajunya yang telah ia letakan di atas tempat tidur sebelum dirinya mandi. Rasa kantuk mulai menyerangnya, Karen memilih untuk tidur, perutnya bisa di isi nanti karena dirinya terbiasa bangun tengah malam, entah itu karena dirinya haus atau lapar. Begitu Karen menempatkan kepalanya di bantal, tak lama kemudian dirinya tertidur membelakangi pintu kamarnya. Jam menunjukkan pukul 19.30 malam, ibu dan adik Karen yang sedang menonton sambil makan malam tersebut seketika saling berpandangan, begitu mendengar bunyi pintu rumahnya yang di ketuk oleh seseorang. "Siapa malem-malem yang ketuk pintu? Temenmu, Karel?" tanya Amel, ibu dari Karen dan Karel--adik Karen. "Nggak kok Bu, aku nggak ada janji sama temen aku buat dateng ke sini." "Apa temen Kakak kamu ya?" "Tapi kalau Kak Davina, nggak mungkin juga sih, Bu. Kak Davina kan selalu nyelonong aja masuk ke rumah," balas Karel lagi. "Yaudah, kamu tunggu di sini aja biar Ibu yang buka pintunya. Kasian dari tadi gedor mulu pintu," sahut Amel lalu beranjak dari tempat duduknya menaruh piring makanan yang masih tersisa. "Nggak usah Bu, biar Karel aja yang buka pintunya. Ibu beresin aja makannya, Karel udah selesai kok Bu makannya." ujarnya sambil memperlihatkan piringnya yang telah kosong. Amel mengangguk kemudian duduk kembali melanjutkan makannya yang sempat tertunda. Sedangkan Karel, dirinya mulai berjalan menuju dapur untuk menaruh piringnya setelah itu dirinya kembali ke depan untuk membuka pintu rumahnya. Begitu pintu rumahnya terbuka, cowok yang tingginya telah melebihi Kakaknya itu mengernyitkan keningnya begitu melihat seorang pria berjas rapi memandang dirinya datar. "Maaf emm....Anda cari siapa ya?" tanya Karel kikuk begitu pria di hadapannya itu masih memandangnya dengan datar, namun yang membuatnya tidak nyaman itu karena mata pria itu begitu hitam. "Karen," balas pria tampan itu singkat namun tidak menjelaskan apa-apa lagi, yang membuat Karel semakin bingung. "Oh Kak Karen, sepertinya Kak Karen udah tidur. Soalnya dari tadi nggak keluar-keluar dari kamar." balasnya lagi yang membuat Ervin--pria berjas rapi itu mengernyitkan keningnya. "Boleh saya masuk?" Karel seketika tersadar akan pertanyaan dari pria tampan di hadapannya itu, karena sedari tadi mereka berdua berada di depan pintu. "Oh maaf-maaf, saya lupa. Silakan masuk," Karel mempersilakan Ervin masuk ke dalam rumahnya, diikuti Karel yang berjalan di belakang pria itu. Begitu Ervin masuk ke dalam rumahnya, ia langsung berhadapan dengan wanita paru baya yang masih terlihat muda di usianya yang menginjak tua. Senyum ramah menghiasi wajah wanita paru baya itu begitu melihat Ervin, siapa bilang jika Amel tidak bingung, jelas Amel bingung. Hanya saja dirinya langsung mengembalikan ekspresi bingungnya dengan raut biasa-biasa saja. "Malam Tan," "Malam, silakan duduk. Maaf rumah Tante kecil," balas Amel sambil tertawa kecil, yang hanya diangguki oleh Ervin. Pria itu kemudian duduk di hadapan Amel tanpa senyum sedikitpun, namun berbeda dengan hatinya, pria kaku itu diam-diam merasakan kehangatan sebuah keluarga. Meskipun rumah wanita itu kecil, tidak seperti rumahnya yang besar namun begitu dingin seperti dirinya. "Ah maaf Tante lupa, kamu mau minum apa? Tapi di rumah Tante hanya ada air putih saja, hehe... " ujar Amel lagi diiringi dengan kekehan kecil, Ervin benar-benar ingin tersenyum mungkin tertawa tapi sungguh, wajah dan bibirnya sulit sekali untuk di gerakan. Karena jujur saja sudah sangat lama dirinya tidak tersenyum, ataupun tertawa. Karel yang diam-diam menyaksikan Ibu dan pria tampan itu hanya bisa meringis, melihat interaksi diantara mereka berdua. "Tidak usah, boleh saya masuk ke kamar Karen? Karena seharusnya kita makan malam di rumah keluarga besar saya." sahut Ervin mengatakan tujuan awalnya datang kemari. Amel terdiam mendengar perkataan pria tampan di hadapannya itu, jujur saja dirinya kaget. Ada hubungan apa anak sulungnya itu dengan orang-orang kaya seperti Davina dan pria di depannya itu. Jika Davina dirinya bisa memaklumi karena mereka berteman sejak kuliah dulu, tapi pria di depannya itu? Dirinya tidak tahu dan lagi Karen tidak menceritakan apa-apa kepadanya. Tidak seperti biasanya, dirinya hanya tahu pria yang dekat dengan putrinya itu hanya Darren. Dan dirinya tahu betul jika hubungan Darren dengan Karen telah lama berlangsung, lantas ada hubungan apa pria tampan itu dengan Karen? Terlebih pria itu mengatakan akan malam makan di keluarganya? Benar-benar membuatnya bingung. "I-iya silakan, mari Tante antar." "Tidak usah, Tante cukup kasih tau letak kamar Karen." balas Ervin datar sambil bangkit berdiri dari duduknya. "Nak...." "Ervin, panggil saya Ervin saja." Amel tersenyum sambil mengangguk. "Nak Ervin belok saja ke kiri, kamar Karen di samping dapur." balas Amel yang lagi-lagi tersenyum, Ervin mengangguk kemudian pergi menuju kamar Karen. Begitu dirinya sampai di depan pintu kamar Karen, ia mengernyit sambil mendengus begitu melihat pintu kamar wanita yang sudah dewasa itu, dipenuhi beberapa gambar Donald bebek dan Mikey Mouse. Tanpa perlu mengetuk pintu Ervin membuka pintu kamar Karen, pria tampan yang selalu memandang datar Karen itu langsung saja di suguhi pemandangan wanita dewasa yang tertidur lelap membelakanginya. Tiba-tiba saja seringai setan menghiasi wajah tampannya, Ervin membungkukkan badannya mendekatkan bibirnya pada telinga Karen. "Bangun atau aku telanjangi kamu," bisik Ervin sarat akan ancaman, kedua bola mata milik Karen bergerak-gerak dengan perlahan mata indah Karen terbuka sempurna. Karen seketika membulatkan matanya begitu melihat wajah pria yang tidak ingin dilihatnya itu berada di depan wajahnya, dan yang lebih sialnya lagi jarak wajah mereka berdua hanya beberapa centi saja. Ervin menyeringai melihat Karen yang telah bangun dari tidur akibat ulahnya, ternyata membangunkan wanita seperti Karen begitu mudah. Ia tidak perlu berteriak-teriak atau mengeluarkan seluruh kekuatannya untuk membangunkan Karen. Hanya dengan ancaman seperti itu Karen terbangun, sungguh sulit dipercaya. Ervin kemudian menegakkan kembali tubuhnya seperti semula, dirinya memandang datar Karen. "E-elo ngapain di sini?" tanya Karen dengan bingung. "Biasakan mulai sekarang jangan memanggil saya dengan sebutan elo, kamu mengerti? Cepat bersiap saya tunggu kamu lima menit untuk berganti pakaian. Saya tidak suka menunggu." Ujarnya lagi tanpa ingin dibantah, jelas seumur hidupnya semua orang selalu menurutiapa pun keinginannya tanpa terkecuali. Setelah berkata seperti itu Ervin berbalik kemudian berjalan meninggalkan kamar Karen, wanita yang baru saja bangun dari tidurnya itu hanya terdiam sambil mengerjap-ngerjapkan kedua matanya. Pikirannya mendadak kosong, ia heran dari mana Ervin mengetahui rumahnya? Seingatnya dia tidak pernah memberitahu alamat rumahnya. Lalu dari mana pria itu tahu rumahnya? Apa jangan-jangan dari Davina? Yah tidak salah lagi pasti dari sahabat sablengnya itu. Tak ingin membuat marah si Tuan kaku itu, Karen segera bergegas menuju kamar mandi untuk mencuci wajahnya, setelah selesai Karen lalu membuka almari pakaiannya. Ia melirik beberapa kaus dan dress, dirinya bingung harus memakai pakaian seperti apa untuk bertemu dengan keluarga besar Ervin. Tak ingin membuat lama si Tuan kaku menunggu, Karen mengambil asal dress untuk dipakainya. Lalu dirinya duduk di depan meja rias, memoles wajahnya dengan bedak padat tipis-tipis, kemudian memberi sentuhan terakhir untuk bibirnya. Bersyukurlah dirinya mempunyai bulu mata yang lentik sehingga tanpa menggunakan eyliner pun mata miliknya tetap sempurna. Karen melepaskan gulungan pada rambutnya ia hanya menyisirnya saja tanpa memberikan apa-apa. Begitu dirasa penampilannya sempurna dirinya segera beranjak dari meja riasnya, tak lupa dia mengambil tas kecil untuk melengkapi penampilannya lalu berjalan keluar menemui Ervin yang sedang menunggunya. * * * * Dua puluh menit lamanya perjalanan dari rumah Karen menuju kediaman keluarga besar Ervin, kini mereka berdua telah sampai di depan rumah megah seperti yang sering Karen lihat di TV-TV. Karen tiba-tiba merasa gugup begitu melihat pagar besar di hadapannya itu terbuka sendiri ketika mobil yang ditumpanginya berada di hadapan gerbang tersebut. Mobil Ervin melaju perlahan kemudian berbelok ke arah kanan yang sudah dipastikan tempat parkir untuk mobil-mobil. Tanpa membuang banyak waktu begitu mobil Ervin berhenti, Ervin turun dari mobilnya. Karen seketika mengikuti Ervin untuk segera turun dari mobil, begitu mereka berdua sudah berada di luar. Tanpa kata Ervin mulai berjalan menuju rumah megah itu, Karen mengikutinya dari belakang dengan pikiran yang berkecamuk. Sedari tadi sejak mereka berdua masuk ke dalam mobil, mereka berdua tidak berbicara. Karen berpikir jika pria tampan dan irit bicara itu sedang sariawan, karena Ervin benar-benar membiarkannya. Dan kali ini pun Ervin diam saja, tidak memberinya instruksi untuk melakukan apapun membuatnya tidak mengerti. "Kau harus ingat, di depan keluarga besarku. Kita pasangan normal seperti kebanyakan orang lainnya, agar mereka percaya dan bisa membatalkan pernikahanku dengan Davina." "Tapi kenapa harus seperti itu? Aku tidak mau memainkan sandiwara seperti itu," Ervin berhenti tiba-tiba membuat Karen yang berjalan di belakang tubuhnya ikut menghentikan langkahnya juga. "Kenapa? Bukankah kau tidak keberatan?" ujar Ervin datar tanpa repot-repot harus membalikkan wajahnya ke belakang. "Siapa yang bilang?!" sembur Karen tidak terima. Ervin seketika membalikkan tubuhnya lalu mengungkung tubuh Karen ke tembokkarena kebetulan sekali mereka berdua kini berada di samping rumah keluarga Ervin. Satu tangan pria itu ia gunakan untuk menahan tangan Karen, dan satunya lagi ia tahan di dinding. Karen yang masih kaget dengan tindakan spontan Ervin hanya bisa memandang pria tampan itu dengan bingung. Seketika wajahnya memerah begitu jarak di antaranya begitu dekat, bahkan Karen bisa dengan jelas melihat mata hitam Ervin yang selalu menatapnya datar. Jantung Karen berdetak tidak normal sampai-sampai dirinya takut jika suara degup jantungnya terdengar oleh Ervin. "Kau cukup mengikuti perintahku, Karen," desis Ervin dingin tanpa penolakan, pria itu kemudian melepaskan cekalannya pada tangan Karen, lalu kembali berjalan meninggalkan Karen yang masih terdiam di tempatnya. Wanita itu terlalu kaget dan berdebar akan semua sifat aneh Ervin hari ini, yang membuatnya pun bertanya-tanya. - - - Tobecontinue
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD