7. Lukisan

2083 Words
Brian masih saja tersenyum mengingat bahwa semalam Angelia dengan perhatian selalu ada dan menemaninya hingga dia dapat tertidur pulas. Namun saat ia menoleh ke samping tempat tidurnya, kening pria itu berkerut heran karena sama sekali tak mendapati keberadaan wanita itu. "Angelia..." Berusaha menyingkirkan pemikiran negatifnya, Brian mulai berjalan keluar dari kamarnya yang didominasi dengan warna dinding biru tua, lantai kayu, seprei serta selimut juga kelambu berwarna putih tulang. Tempat tidur di sampingnya juga terasa dingin, membuat pria itu memiliki beberapa kesimpulan. Lalu setelah berkeliling ke seluruh penjuru rumahnya, sama sekali tidak mendapati sosok wanita itu. Membuat Brian hanya bisa menghela napas panjang, masih berusaha untuk berpikir positif bahwa Angelia mungkin baru saja pulang karena dia bangun kesiangan. Maka dari itu saat ini dia bergegas untuk segera mandi dan masuk ke kamar mandi. Melepas satu persatu pakaiannya, menampakkan barisan perutnya yang membentuk dengan sempurna. Dengan kulitnya yang eksotis, d**a bidang, perut rata yang terbentuk sempurna, juga rahang yang tegas. Brian menyalakan shower di kamar mandinya, membiarkan buliran air jatuh membasahi rambutnya. Memejamkan kedua matanya hingga bayangan ketika mimpi-mimpi panas yang sebelumnya dia alami bersama dengan Angelia kembali berkelebat dalam benaknya. Brian berusaha menetralkan jantungnya yang tiba-tiba berdetak dengan kencang. Mengisi paru-parunya dengan hirupan udara yang dalam. Namun kelebatan bayangan panas dalam benaknya tiba-tiba berubah, seolah memudar dalam sekejap. Tergantikan oleh bayangan samar yang tiba-tiba hadir dalam pikirannya, sosok yang tampak kabur dengan wajah rusak penuh darah. Tatapan mata yang tajam dengan luka menganga, membuat Brian segera membuka kedua matanya dengan napas tersengal. Ia membilas badannya dan juga menyugar rambutnya ke atas. Segera menyelesaikan kegiatan mandinya dan memakai selembar handuk untuk menutupi bagian badannya dari pusar hingga di atas lutut. Brian juga tak lupa mengambil handuk untuk mengeringkan wajah dan rambutnya di depan cermin lebar dalam kamarnya, namun saat ia berkedip dan menatap pantulan cermin, pria itu dibuat kaget saat melihat bayangan hitam yang sekilas seakan lewat di belakang tubuhnya. Brian segera memalingkan wajahnya ke arah belakang tubuhnya, namun sama sekali tidak mendapati apapun. Ia segera menggelengkan kepalanya dan bergegas keluar dari kamar mandi, mengabaikan rambutnya yang masih basah. Dan ketika dia berjalan keluar dari kamar mandi, sebuah bayangan hitam dengan wajah yang hancur tampak menatap tajam ke arah kepergian pria itu. Ia langsung memejamkan kedua matanya dan membuat pergerakan menutupi wajahnya dengan tangan dengan gerakan refleks. Detak jantungnya berderu dengan keras, ini masih pagi dan dia kembali merasakan delusi dalam dirinya. Tepat ketika dia memberanikan diri membuka kedua matanya, ia sama sekali tak mendapati apapun. Kondisi kamarnya masih sama seperti saat ia terbangun tadi. Pria itu menggelengkan kepalanya dan berjalan menuju nakas di samping tempat tidurnya, membuka laci lalu mengambil botol obat penenang miliknya agar ia tidak lagi mengalami delusi yang tidak-tidak seperti yang dia alami selama beberapa hari terakhir ini. Meskipun Anggelia mengatakan bahwa apa yang dia alami mungkin berhubungan dengan wanita itu, namun ia tidak bisa mempercayai hal itu sepenuhnya. Justru dia berasumsi bahwa di sini dia hanya terlalu kelelahan dan efek sakit kemarin hingga membuatnya mengalami halusinasi yang tak masuk akal. Lagi pula dia adalah seorang dokter, bagaimana bisa dia mempercayai sesuatu yang tak masuk akal dan tidak bisa dijelaskan secara ilmiah. ___ Sapaan dari beberapa perawat yang lewat berpapasan dapat didengar oleh Brian yang dia tanggapi dengan senyum manis andalannya, sebagai seorang dokter muda yang terbilang cukup tampan tentu saja semenjak kepindahannya ke rumah sakit ini dia telah menarik beberapa perawat wanita untuk meliriknya dengan ramah. Namun sayang semenjak dia mengenal Angelia, ia tak lagi tertarik untuk bermain-main dengan perempuan lain. Mungkin apa yang dia rasakan pada Angelia bisa dikatakan terlalu cepat untuk bisa menyimpulkan bahwa dia telah jatuh cinta, namun pesona wanita itu yang cenderung pasif akan usahanya dalam mendekatinya malah membuat Brian semakin tertarik dan tidak akan dengan mudah menyerah begitu saja. Ia sudah tidak sabar untuk segera keluar menuju mobil miliknya. Hari ini dia berencana untuk pergi ke rumah Angelia, tentu saja dia telah menghubungi wanita itu sedari pagi, hanya saja panggilan teleponnya sama sekali tidak terjawab. Pesan yang dia kirimkan pada Angelia juga tidak mendapat jawaban, yang mana membuatnya merasa kurang nyaman seharian ini. Memikirkan segala kemungkinan mengapa Angelia meninggalkannya begitu saja tanpa berpamitan dan masih tidak bisa dia hubungi hingga saat ini. Parkiran mobil yang terletak di lantai paling bawah saat ini tampak begitu sepi, padahal hari masih sore. Hanya saja cuaca mendung yang cukup pekat membuat tempat tersebut tampak gelap dan agak remang, belum lagi lampu di basement belum dinyalakan karena memang hari belum malam. Tanpa merasakan takut atau apapun  Brian berjalan dengan tenang di basement hingga langkah kakinya terdengar menggema. Tap Tap Tap Tap Brian segera menolehkan kepalanya saat ia mendengarkan suara langkah kaki lain yang menggema selain langkah kakinya. Kedua matanya berpendar pada seisi ruang basement yang cukup luas, tak ada yang dia temui selain deretan mobil di dalamnya. Ia menghela napas panjang dan melanjutkan langkah kakinya, namun suara langkah kaki itu kembali lagi dapat dia dengar. Brian tidak langsung menolehkan kepalanya seperti yang ia lakukan sebelumnya, justru pria itu saat ini tengah mempercepat langkah kakinya, dan anehnya suara langkah kaki tersebut ikut berjalan dengan cepat. Setelah sampai di mobilnya, Brian menghentikan langkah kakinya dan menetralkan deru napasnya karena ia sempat berlari namun suara langkah kaki tersebut masih saja mengikutinya. Pandangannya kembali berpendar dan lagi-lagi tidak mendapati siapapun berada di lantai basement ini selain dirinya sendiri. “Siapa!” katakanlah dia gila karena berteriak di lantai basement seperti saat ini hingga suaraya bergema. Tak ada sahutan, Brian dibuat kesal sendiri. Tak lagi dia mau memusingkan suara yang baru saja didengarnya, mungkin saja dia hanya kembali berdelusi sekalipun dia telah meminum obat penenang. Ia membuka pintu mobil miliknya, saat hendak masuk ke dalam suara derap Langkah kaki yang terbalut sepatu terdengar kembali, membuatnya urung memasuki mobilnya. “Persetan!” Brin tak lagi ingin menghiraukan suara tersebut, dia dengan segera membuka pintu mobilnya dan menutupnya kencang. Ia mengacak-acak rambutnya hingga berantakan lantaran merasa agak lelah dengan apa yang dia alami selama beberapa hari belakangan ini. Memejamkan kedua matanya untuk menenangkan dirinya sendiri, meyakinkan pada dirinya bahwa apa yang ia lalui selama ini hanyalah delusi semata. Tak lama kemudian mobil tersebut melaju meninggalkan lantai basement yang tampak remang. Hingga ketika mobil milik Brian telah memasuki pintu keluar basement, sesosok pria dengan wajah yang pucat tampak berdiri samar di tempat yang sebelumnya ditempati oleh mobil pria itu. Bayanngan tersebut tampak samar dan hanya bertahan selama sepersekian detik sebelum menghilang tanpa jejak. ___ Mobil milik Brian tiba di depan sebuah rumah yang sebelumnya pernah dia datangi, namun dia hanya sempat melihatnya dari luar pada saat ia mengantar Angelia pulang pada saat itu. Langit malam telah beranjak, dengan pencahayaan yang cukup remang di depan rumah Angelia. Dalam hati dia merutuki kawasan rumah yang ditinggali oleh wanita itu karena menurutnya kurang terang untuk masalah pencahayaan di luar, karena itu bisa saja berbahaya untuk seorang wanita lajang tinggal dalam kondisi pencahayaan di luar rumahnya yang redup seperti ini. Namun ia mengabaikannya untuk saat ini, karena fokus utamanya saat ini adalah untuk bertemu dengan wanita itu. Segera Brian keluar dari mobilnya dan memencet bel rumah milik Angelia dengan harap-harap cemas, dalam hatinya berharap semoga wanita itu berada di dalam rumahnya saat ini karena pesannya hingga saat ini masih belum mendapat balasan. Ia hanya takut terjadi hal yang tidak diinginkan pada wanitanya. Selama beberapa menit dia menunggu di luar, namun sama sekali tak ada respon. Brian sekali lagi memencet bel rumah tersebut  sambil menggosokkan kedua telapak tangannya untuk mengurangi rasa dingin yang dia rasakan. Sementara hujan perlahan mulai turun rintik-rintik, menimbulkan aroma tanah basah yang khas disertai hawa dingin yang menusuk kulit. Lama menunggu dan tidak mendapati jawaban sama sekali dari si pemilik rumah, Brian untuk yang kesekian kalinya memencet tombol bel dan juga melihat layar ponselnya untuk menghubungi Angelia. Sama sekali tak ada balasan, membuatnya semakin merasa gelisah. “Angelia!” Brian tidak memiliki pilihan lain selain berteriak dan menggedor pintu di depannya, ia benar-benar mengkhawatirkan kondisi Angelia yang tidak bisa dia hubungi. Suara gedoran tangannya cukup kuat hingga menimbulkan suara rusuh, namun hal itu justru membuat pintu di depannya tiba-tiba saja terbuka setelah dia menggedornya sambil memanggil nama Angelia. Brian tampak terkaget untuk sesaat, melongokkan kepalanya masuk ke dalam rumah dengan pencahayaan remang, dan dia tidak mendapati seorang pun di dalamnya. “Angelia!” Brian kembali berteriak, tak ia pedulikan suaranya yang mungkin saja mengganggu pemilik rumah. Karena dia sendiri tidak mengetahui Angelia tinggal dengan siapa di rumah ini, seorang diri, bersama teman, atau bahkan keluarganya. Rumah ini memiliki model klasik dan cukup tua namun masih terawat dengan baik, rumah dengan dua lantai yang berukuran cukup luas dengan lantai marmer berwarna cokelat, sementara furnitur di dalam rumah ini didominasi oleh warna coklat tua dan hitam dengan dinding berwarna putih tulang serta hijau tua. Sama sekali tak ada sahutan, seolah rumah ini kosong tanpa penghuni. Brian memberanikan diri untuk masuk lebih dalam ke rumah Angelia, terus memanggil nama wanita itu berharap dia dapat melihatnya. Brian berpegangan pada tembok di sisi kiri tangannya karena lampu remang yang ada di dalam rumah tersebut. “Angelia, apa kau ada di dalam?” Brian terus berjalan tak tentu arah, mengingat bahwa rumah ini memiliki cukup banyak lorong yang terhubung ke ruangan satu sama lain. Ia terus berjalan dan tidak mendapati siapapun di dalam rumah ini, bahkan hal itu sempat membuatnya merasa bahwa dia mungkin saja tersesat di dalam rumah ini karena tidak tahu saat ini berada di mana. Hingga dia tiba di sebuah ujung lorong yang mana terhubung pada sebuah ruangan dengan pintu berwarna putih tulang. Brian ingin pergi dari tempat tersebut untuk kembali keluar dari rumah ini setelah dia tidak mendapati keberadaan Angelia, namun sebuah suara dari dalam ruangan dengan pintu berwarna putih tulang tersebut membuat Brian menghentikan langkah kakinya. Ia menyipitkan kedua matanya, menatap pintu yang kini berjarak sepuluh langkah darinya dengan pandangan penuh tanya. ‘Apa Angelia berada di dalam? Mungkinkah itu kamar Angelia?’ Brian dengan ragu kembali melangkahkan kakinya mendekat pada pintu berwarna putih tulang di depannya, entah mengapa jantungnya tiba-tiba saja berdetak dengan cukup kencang. Setelah hanya berjarak satu langkah kaki, tangan pria itu terulur dengan ragu. Suara yang sebelumnya dia dengar dari dalam ruangan tersebut memang tidak begitu jelas, namun justru malah semakin menimbulkan rasa penasaran dalam dirinya untuk memastikan bahwa suara yang baru saja dia dengar adalah suara yang disebabkan oleh Angelia. “Angelia, aku masuk!” Gagang pintu yang dipegang oleh Brian perlahan ia putar hingga suara derit pintu kayu yang khas terdengar dari engselnya, memecah keheningan malam dalam ruangan tersebut. Setelah berhasil membuka pintu tersebut Brian tidak dapat melihat apapun, karena pencahayaan di dalam ruangan yang dia buka tidak menyala. Ia meraba-raba dinding di dalam ruangan tersebut hingga pada akhirnya ia berhasil menemukan sebuah sakelar lampu dan menyalakannya. Ketika pencahayaan lembut yang berasal dari lampu berukuran besar yang tampak sangat estetik namun berwarna kuning lembut yang tidak begitu terang. Brian mengedarkan pandangannya pada sekeliling ruangan tersebut yang tampak rapi dan bersih, namun di dalamnya dia sama sekali tidak mendapati adanya sebuah ranjang, sehingga dapat dia simpulkan bahwa ruangan yang dia masuki saat ini bukanlah sebuah kamar. Ia juga tidak mendapati keberadaan siapapun di dalam ruangan ini, membuatnya hendak kembali keluar dari ruangan tersebut. Akan tetapi hal itu urung dia lakukan ketika pandangan matanya tertuju pada sebuah lukisan yang cukup besar terpajang dengan indah di dinding. Kedua mata pria itu tampak melebar untuk sesaat ketika memperhatikan lebih jelas siapa sosok yang berada dalam lukisan tersebut, hinga tanpa sadar sebelah tangannya terkepal erat saat menyadari bahwa dia tampak tidak asing dengan seseorang dalam lukisan tersebut. Lukisan dengan lebar setengah kali satu setengah meter tersebut berdiri menempel di dinding dengan sangat indah, namun tidak dengan suasana hatinya saat ini. Hanya dengan melihatnya dia dapat menyimpulkan siapa dua sosok dalam lukisan tersebut, Angelia dengan tunangannya pada saat itu. Sebuah tangan yang menepuk pundaknya membuat Brian dengan segera membalikkan tubuhnya ke belakang karena rasa kaget yang tak dapat dia tutupi. Ditambah dengan kondisi emosinya yang naik turun setelah melihat lukisan di depannya saat ini, membuat tangannya hampir saja refleks terangkat untuk memukul siapapun yang mengganggunya. “Apa yang kau lakukan?” Brian langsung tersadar dengan posisi tangannya yangg terlihat hendak memukul Angelia karena rasa terkejut, dengan segera dia menurunkan tangannya dan menghela napas lega. “Maafkan aku, aku sama sekali tidak bermaksud apapun. Aku datang ke sini karena mencarimu dan…” Anggelia langsung saja menarik tangan Brian untuk keluar dari ruangan tersebut sebelum kembali menutup pintu berwarna putih tulang dan menguncinya tanpa kata. “Angelia, maafkan aku…”     To be Continued…
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD