BAB 9: Bintang yang Redup

1946 Words
Winter berdiri dengan tegak melihat orang-orang yang kini bertubuh seperti dirinya tengah berkumpul melakukan aerobic bersama sejak satu jam yang lalu. Peluh keringat membasahi seluruh tubuh Winter hingga wajahnya merah dan seluruh tubuhnya panas. Seluruh tubuh Winter terasa sangat sakit lunglai tidak bertenaga karena lelah bergerak dengan keras. Winter mengusap keringat di wajahnya dan bernapas dengan cepat, tubuh besarnya yang baru dan sangat masih asing untuk jiwa Kemberly itu cukup di buat kerepotan. Sekali lagi Winter mengusap peluh keringatnnya usai menyelesaikan aerobiknya yang cukup menyiksa dengan rasa sakit di perut karena kelaparan. Winter yang asli sudah sangat terbiasa memakan apapun dan memasukan apapun yang dia mau ke dalam perutnya kapan dan di manapun hingga perutnya sangat penuh. Kini saat Winter yang baru akan melakukan diet, perutnya mengalami lapar palsu yang berlebihan hingga membuat lambungnya sakit karena tidak menerima jumlah makanan yang sama seperti biasanya. Selain itu, Winter juga sangat di buat kesal dengan tubuh lemah besar itu yang tidak bertenaga, sangat kaku. Entah apa yang di lakukan gadis pemilik tubuh Winter yang asli di masa lalu. Yang jelas jiwa Kimberly sangat ingin memakinya karena Winter tidak mencintai dirinya sendiri dan merawatnya dengan baik. Dengan lunglai dan bernapas sedikit kesulitan, Winter pergi ke luar dari kelas aerobic dan sejenak terduduk sambil meminm sebotol air untuk mengurangi dehiderasi yang menyerangnya. Winter melihat beberapa dokter gizi dan pelatih professional  yang berada di sekitar tempat latihan, banyak di antara orang-orang yang berjuang untuk kesehatan mereka langsung mendapatkan pendampingan. Inilah alasan Winter memilih tempat terapi ini, tempat ini tidak hanya menyediakan secara lengkap semua jenis olaharga, namun keberadaan dokter dan ahli yang professional ada di sekitarya sangat membantu. Winter tidak pernah tahu bahwa tubuhnya akan apa akan tumbang atau tidak selama menjalani proses penurunan berat badan. Setelah setengah  jam dia beristirahat, Winter melanjutkan olahraga dalam porsi gilanya dengan pergi ke gym untuk mengangkat beberapa beban dan melakukan treadmill dalam setengah jam. Kaki Winter terasa sangat sakit karena lecet dan sedikit terkelupas.  Dengan langkah sempoyongan, Winter berlanjut  pergi  ke tempat pemandian umum usai melakukan olahraga. *** Winter menggendong tasnya, gadis itu hendak pergi usai membersihkan diri. Langkah kaki Winter tiba-tiba terhenti di depan sebuah terapi tempat untuk belajar berjalan. Gadis itu terdiam di depan pintu kaca dan melihat pria yang pernah dia mintai rokok itu kini tengah belajar berjalan di temani oleh orang-orang penting yang terlihat cukup familiar. Marius terlihat merintih menahan sakit hanya untuk menggerakan kakinya. Bahkan Marius terjatuh karena tangannya tidak mempu menopang lama berat tubuhnya saat akan belajar melangkah. Marius terlihat kesal dan marah dengan keadaannya apalagi ketika orang-orang di sekitarnya banyak berbicara dan berdiskusi menanyakan sesuatu kepadanya.  Kemarahan itu meledak membuat Marius kembali ke kursi rodanya dan memaki semua orang yang ada di dalam ruangan. Marius segera pergi meninggalkan semua orang yang menyadari bahwa suasana hati Marius yang kini tengah sensitif. Begitu Marius keluar dari pintu, dia langsung berhadapan dengan Winter yang belum sempat pergi. Kepala Marius terangkat menatap Winter dengan dingin. “Kau mau rokok?.” Tawar Marius tiba-tiba. Winter terdiam, hatinya hendak menolak, namun kepalanya mengangguk mengiyakan. “Bawa aku kelar dari tempat sialan ini, kau akan mendapatkannya.” Seketika Winter tersenyum lebar, tanpa banyak bertanya dan ingin tahu ke mana Marius akan pergi, Winter langsung mendorong kursi roda Marius. *** Kepala Winter terangkat melihat sebuah rumah Minka khas budaya Jepang, Winter tidak tahu jika pria yang tidak Winter ketahui namanya sama sekali, rupanya  ingin pergi ke tempat sauna. Winter berjalan di atas lantai tatami yang terbuat dari jerami yang di tenun. Di sampingnya Marius yang sudah mengenakan jubah mandi, kini dia menggerakan jarinya mengatur laju gerak kursi rodanya. Sepanjang perjalanan pria itu tidak banyak bicara dan hanya diam terlihat menahan amarah yang membeludak di kepalanya. Mereka berhenti di depan sebuah kolam renang air panas untuk berendam. Suasana sejuk dan menenangkan di antara jernihnya pemandian itu terdapat pohon besar yang menaunginya. Sejenak Winter di buat terpaku melihatnya, perasaan hangat dan familiar tiba-tiba mmebuat dia merasakan seperti mengenal tempat itu. “Mau aku bantu?.” Tanya Winter yang melihat Marius kesusahan untuk turun dari kursi roda. “Tidak perlu.” Tolak Marius. Winter sedikit mengerucutkan bibirnya, “Mana rokokku?.” Tanya Winter yang menagih. Marius yang sedang berusaha turun dari kursi roda dengan kekuatan tangannya seketika melihat Winter yang menatapnya dengan tatapan tajam tanpa rasa kasihan sedikitpun. Tersirat dalam benak Marius yang tiba-tiba memiliki sebuah pertanyaan, bagaimana gadis dingin ber’aura kuat seperti Winter adalah korban bully di sekolah. Sulit di percaya. Bibir Marius sedikit tersenyum smirk, “Kau akan mendapatkannya setelah mengantarkan aku pulang juga.” “Apa maksudmu?. Itu tidak sebanding dengan upahku.” Jawah Winter tidak terima. “Kau boleh pulang tanpa rokok.” Seketika Winter mendengus kesal mendengarnya. Gadis itu pergi ke sisi kolam yang lainnya dan duduk di pinggiran kolam untuk melepaskan penat dan lelah yang menderanya. Sekilas Winter melirik Marius yang kini membuka pakaiannya perlahan turun ke kolam lalu duduk di pinggiran. Wajah Winter sedikit memerah dan tersenyum m***m, gadis itu tidak tahu jika pria yang duduk di kursi roda itu memiliki tubuh yang atletis dan terlihat sangat bugar dengan sebuah tato yang melekat di bawah tulang rusuknya. Pria itu tampak seksi meski dengan kaki yang tidak bisa berjalan. Jiwa Kimberly yang sudah dewasa dan nakal itu mendadak menjadi berpikiran sesuatu yang memantik sebuah gejolak. “Jangan menatapku seperti itu.” Peringat Marius yang sadar dengan tatapan Winter. Marius merasa sedikit tidak nyaman karena mata polos di wajah cantik lugu itu memiliki senyuman m***m. Sikap Winter tidak ada bedanya dengan anak kucing yang berkepribadian seperti singa. “Ehem.” Winter berdeham malu, “Namamu siapa?.” Marius terbelalak kaget mendengar pertanyaan Winter. “Kau sungguh tidak tahu?.” “Memangnya kau siapa?.” Nada suara Winter sedikit lebih tinggi. Hal yang wajar baginya tidak kenal nama pria itu karena ini baru kedua kalinya mereka bertemu. Seketika Marius membungkam. Bagaimana bisa ada seseorang yang tidak mengenal dirinya?. Marius adalah seorang pembalap mobil kelas utama. Sebelum masuk ke kelas utama, dia sudah mendapatkan dua gelar juara dunia di balapan kelas dua. Kariernya kian cemerlang saat mendapatkan gelar ranner up tahun lalu saat pertama kalinya memasuki kelas utama. Setelah mendapatkan juara ranner up, Marius semakin menunjukan potensinya saat melakukan balapan di musim-musim awal balapan yang baru berlangsung. Musim pertama dia kembali memulai balapan dan mendapatkan podium dua kali berturut-turut. Kemenangan yang Marius dapat  membuka ambisi Marius untuk mendapatkan gelar juara dunia kian kuat, namun mimpi indah Marius itu berakhir setelah mendapatkan kecelakaan dahsyat yang membuat kakinya benar-benar terluka dan tulang di pinggangnya bermasalah. Marius harus melewati beberapa operasi dan rehat lebih dari setengah tahun hingga akhirnya dokter menyatakan bahwa Marius tidak lagi bisa kembali ke dunia balapan. Kabar buruk itu merenggut seluruh dunia Marius yang tengah terbang bersama mimpinya. Marius harus pensiun muda di usianya yang baru menginjak dua puluh enam tahun. Semenjak beberapa bulan bergelut dengan depresi, Marius perlahan menerima keadaannya dan kembali melanjutkan pengobatannya agar bisa kembali sehat lagi. “Kau tidak mendengarkanku?.” Suara lantang Winter terdengar sedikit lebih keras dan membuat Marius kembali tersadar dari lamunan kecilnya akan masa lalu. “Aku Marius.” Ucap Marius memperkenalkan diri, tidak ada gunanya dia memperkenalkan diri bahwa dia adalah seorang pembalap, titelnya sebagai pembalap sudah di lepas sejak harus pensiun. “Namaku Winter.” Untuk pertama kalinya gadis itu memperkenalkan diri kepada orang lain bahwa namanya Winter. Bukan lagi Kimberly. Winter perlahan turun ke ikut ke kolam tanpa meminta izin dan ikut duduk di sisi kolam yang lain. Kening Marius mengerut bingung melihat Winter yang berendam dnegan pakaian lengkapnya dan hanya melepaskan jaketnya saja. “Kenapa kau berendam dengan pakaian lengkap?.” “Jika kau tidak mengomentari lemak di tubuhku, aku baru akan melepaskannya.” Jawab Winter dengan tegas. Winter tidak malu, namun dia terlalu realistis. Banyak orang yang bisa menghina fisik orang lain hanya karena fisik orang itu mengganggunya. “Karena itu kau melakukan diet dan olahraga?.” “Ya, tentu saja.” Jawab Winter dengan lantang. “Mengapa wanita selalu ingin memiliki tubuh yang indah?.” Pertanyaan yang keluar dari mulut Marius tidak ada bedanya dengan samp4h bagi Winter. Pertanyaan Marius terlalu klise. “Semua wanita dan pria memiliki standar kecantikan berbeda mengenai bentuk tubuh mereka masing-masing. Standar kecantikanku adalah bentuk tubuh yang bagus dan sehat, jika kau merasa standar kecantikanmu adalah wanita gemuk, itu urusanmu karena di sini aku mengurus urusanku sendiri. Selama aku tidak menghina fisikmu, maka tutup mulutmu, atau tanganku akan menjawabnya.” Jawab Winter dengan tegas tanpa bisa di bantah sedikitpun oleh Marius. Ada sebuah senyuman yang terlukis di bibir Marius, dia mungkin menanyakan sesuatu yang menyinggungh hati gadis itu, namun dia tidak menyangka bahwa Winter akan menjawabnya. Sedikit mengejutkan.. Seorang gadis seperti Winter bisa memiliki keberanian yang sejauh itu dalam berbicara. Kapan terakhir kali Marius menemukan wanita yang pandai berbicara dengan cukup pedas? Mungkin beberapa tahun yang lalu, karena setelah itu wanita pergi selamanya. Marius sendiri sudah terbiasa di kelilingi banyak wanita yang sempurna, hidup di dunia balapan tidak pernah terlepas dari kesenangan. Itu bukan hal yang asing bagi seorang Marius. “Aku tidak bermaksud bicara omong kosong. Sebagai pria, meski aku cacat, aku tetap ingin wanita yang sempurna. Aku bertanya begitu karena aku juga menghargai siapapun yang memiliki permasalahan dengan bentuk tubuh.” Ucap Marius terdengar sedikit lebih terbuka. Perkataan Marius membuat Winter seketika melihat sepasang kaki pria itu. “Kau mengalami kecelakaan?.” Tanya Winter sedikit ragu bertanya, namun entah mengapa ada sebuah dorongan yang membuat dia ingin tahu. “Ya.” Jawab Marius terdengar samar dan kembali di buat tenggelam dengan lamunannya teringat kejadian menyedihkan beberapa detik sebelum Marius mengalami kecelakaan. *** Pagi itu cukup cerah namun dingin, Winter berjalan di lorong sekolahnya kembali berpenampilan sempurna, dia memperhatikan semua yang ada pada tubuh dan pikirannya dalam kepalanya dengan detail. “Winter.” Langkah Winter terhenti, gadis itu berbalik dan melihat Paula yang berlari ke arahnya. Paula terlihat sangat cantik dengan penampilan yang sedikit berbeda. Pagi ini Paula mengenakan anting berlian, tas branded, warna rambut yang berbeda tertata cantik dan tentunya mengenakan sepatu mahal. Riasan di wajah Paula semakin menyempurnakan dirinya pagi ini. Apa yang Paula kenakan tidak asing untuk Winter karena semua yang di pakai gadis itu hasil dari uang Winter. Winter sudah memeriksanya, memeriksa rekening Korannya di rekening dan menghitung seberapa banyak uang yang di keluarkan saat terbodohi Paula. Jumlahnya sangat fantastis. Rupanya Paula tidak hanya menguras uang Winter untuk pakaian, dia juga membeli perhiasan dan biaya perawatan kecantikannya. Jiwa Kimberly memaki frustasi karena tidak tahu apakah disini Paula terlalu pintar, atau Winter yang terlalu bodoh. Cepat-cepat Kimberly mengenyahkan pikirannya dan menyunggingkan senyuman lebar di bibi Winter. “Winter.” Panggil Paula lagi dengan napas yang sedikit berat. “Aku menunggumu di depan rumah, kenapa kau tidak menjemputku?. Apa kau lupa?.” Alis Winter sedikit berkedut bingung, “Aku lupa. Maafkan aku.” Dustanya menutupi kebingungannya. “Ku pikir kau marah atas kejadian kemarin. Syukurlah jika kau lupa.” Senyum Paula dengan tulus. Paula sedikit lega jika Winter lupa, akan merepotkan jika Winter marah. Biasanya , Winter akan menjemput Paula dengan membawa mobil sportnya, lalu Paula yang akan membawa mobil itu karena Winter tidak pandai berkendara dan merasa malu karena merasa tidak pantas. Akan tetapi, bagi Paula, semakin malu Winter, semakin untung juga dirinya.. Sudah beberapa hari ini Paula harus mengenakan taksi dan mobil biasa, dia merasa sangat malu karena tidak bisa bersombong diri dengan mobil-mobil mewah milik  Winter yang bisa Paula akui itu sebagai mobilnya di hadapan semua orang. Paula malu.  “Ayo pergi bersama.” Ajak Paula. Winter mengangguk dan segera pergi bersama Paula. Diam-diam Paula kembali harus di buat melihat penampilan Winter yang terlihat semakin berbeda. “Winter, kau bertemu memiliki guru fashion?.” Tanya Paula. To Be Continue..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD