BAB 25: Bermain Cantik

1869 Words
Merasakan sesuatu yang tidak begitu membuat nyaman pada akhirnya membuat Winter menarik dari dari keramaian. Winter segera pergi lapangan terbuka sekolah dan membuka handponenya untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Winter berkutat mencari-cari dalam waktu lama, hingga akhirnya Winter melihat sebuah video yang memalukan dirinya. Video itu memperlihatkan Winter yang terjatuh dari kursi restorant dan membuat bagian sisi pakaiannya sobek dengan banyak noda di seluruh tubuhnya yang membuat semua orang melihat kearahnya. Di video itu Winter hanya menangis malu di damping Paula yang terlihat seperti seorang sahabat yang sempurna untuk Winter. Bibir Winter sedikit terbuka menarik napasnya dalam-dalam. “Si brengs.ek sialan siapa yang berani malakukan ini?.” Gumamnya dengan gigi mengerat menahan diri untuk tidak membanting handpone di tangannya. Tidak perlu Winter pikirkan lama-lama untuk mengetahui siapa yang sudah menyebarkan video memalukan itu. Winter langsung teringat sosok Paula. Hanya Paula, Satu-satunya orang yang selalu ada di manapun Winter pergi. Bahkan Winter tidak perlu lagi menduga Paula sebagai pelakunya karena tadi pagi mereka sudah bertengkar. Winter tersenyum merendahkan. Dia tahu Paula menyebarkan video memalukan itu karena sebuah alasan yang kuat.. Winter yang dulu, setiap kali dia menerima hal-hal yang memalukan. Dia akan berlari kepada Paula dan meminta bantuan Paula sambil menangis. Paula yang pandai bermuka dua, dia akan berpura-pura peduli kepada Winter dengan menghiburnya meski pada kenyataannya, di belakang Winter, Paula lah yang membuat kegaduhan. Itulah alasan Paula menyebarkan video memalukan Winter. Paula ingin, video memalukan yang tersebar itu membuat Winter malu dan menangis lalu berlari kepada Paula seakan Winterlah yang membutuhkan Paula. Paula akan menyusun strategi seolah-olah hanya dia yang peduli dengan Winter dalam keadaan apapun. Semua pola kejahatan licik dan murahan Paula sudah terbaca oleh seorang Kimberly Feodora. Rupanya Paula salah berpikir. Hanya karena sebuah video yang memalukan seperti itu, Winter yang sekarang tiak akan pernah lari kepada Paula apalagi memeluknya. Video yang tersebar itu bukanlah hal yang masalah bagi Winter. Suara deringan telepon terdengar, Winter melihat nama Benjamin tertera di layar. Sangat kebetulan sekali. Winter segera menerima panggilan itu. “Ayah.” “Winter. Ayah ingin bertanya.” Ucap Benjamin terdengar lembut. “Ibu Selina, teman sekelasmu datang ke sini. Ada sebuah rekaman cctv yang memperlihatkan jika kau sengaja menendang bola dan membuat Selina terluka. Selina sudah melakukan visum untuk menuntutmu. Ayah butuh penjelasanmu, apa yang sebenarnya terjadi?.” “Ayah, aku tidak sengaja melakukannya karena aku tidak bisa bermain bola.” Jawab Winter dengan tenang. “Apa kau sudah meminta maaf kepadanya?.” “Kami sudah baikan. Jika Ayah tidak percaya, aku dan Selina akan menemui Ayah.” “Tidak perlu Winter. Ayah percaya padamu, Ayah bertanya karena Ayah tidak ingin sesuatu terjadi padamu.” Winter terdiam. “Ayah, apa aku boleh meminta sesuatu?.” “Katakanlah.” “Aku ingin Ayah berhenti memberikan uang jajan dan segala apapun kepada Paula. Kecuali, beasiswa sekolah.” Benjamin tidak langsung menjawab, dia terlalu kaget dengan apa yang Winter inginkan. Ini adalah hal yang sangat mustahil bisa Winter katakan dan Winter pikirkan. Paula adalah orang yang selalu Winter lindungi meski Paula sudah terang-terangan berbuat salah dan membuat Benjamin juga Vincent tidak nyaman dengan kehadirannya. Benjamin dan Vincent bahkan tidak bisa berkata apapun kepada Paula. Mereka mengizinkan apapun yang Winter inginkan semata-mata demi kebahagiaan Winter. Akan tetapi, bagaimana bisa, kini Winter berpikiran untuk menghentikan mengirim uang jajan kepada Paula setelah sekian tahun lamanya berjalan?. Apa yang membuat Winter menjadi berubah pikiran?. Jika Winter meminta Benjamin berhenti memberi Puala uang jajan dan segala santunan keuangan. Ini akan menjadi sebuah masalah bagi persahabatan Winter dan Paula. Meski Benjamin tidak menyukai Paula, namun Benjamin lebih tidak suka jika nanti Winter tidak memiliki satupun teman di sisinya. Selama ini, hanya Paula yang menjadi temannya Winter. “Winter, apa yang kau pikirkan?. Apa kalian bertengkar?.” “Ayah, kami tidak bertengkar. Paula adalah teman baikku, namun jika semua kehidupan dia selamanya di tanggung Ayah, itu akan menjadi beban meski uang yang Ayah keluarkan tidak seberapa. Paula harus mandiri seperti siswa lain. Dia sudah mendapatkan biaya sekolah gratis dengan pendidikan internasional, untuk uang jajan dia memiliki ibu yang bekerja, jika dia merasa kurang dengan uang jajannya, dia bisa bekerja paruh waktu seperti siswa lain. Aku melakukan ini demi kebaikan Paula agar dia bisa mandiri.” Penjelasan Winter kembali membuat Benjamin terdiam dan terlihat bingung. Sejak kapan, Winter, puterinya memiliki pemikiran yang lebih dewasa?. Batin Benjamin bertanya-tanya. “Baiklah jika seperti itu. Ayah akan melakukannya.” “Terima kasih Ayah.” Winter memutuskan sambungan teleponnya, gadis itu tersenyum dengan puas. Dia tidak akan membalas Paula sekaligus, namun dia akan membalasnya sedikit demi sedikit sambil menikmati penderitaan Paula. Winter berjalan menelusuri bangku-bangku penonton dan melihat keramaian, gadis itu melihat tim baseball tengah berlatih, sementara di sisi lapangan lain terdapat kelompok cheerleader yang tengah menari. Sekelompok gadis-gadis cantik yang populer kini berkumpul. Mereka adalah pusat perhatian. Winter menuruni beberapa tangga dan melihat kelompok cheerleader itu lebih dekat, perhatiannya terpaku pada Charlie yang berdiri di depan kelompok gadis penari itu. Charlie tengah meminpin kelompok cheerleader. Tidak mengejutkan jika Charlie menjadi ketua cheerleader. Winter berbalik dan segera pergi meninggalkan lapangan, gadis itu memilih berdiri di depan sebuah madding sekolah dan melihat beberapa kertas yang terpajang. Pengumuman mengenai ratu sekolah kembali di perbaharui, audisi akan segera di lakukan dua minggu lagi, siapapun yang akan melakukan audisi harus memiliki bakat, kemengan hanya akan di tentukan oleh vote semua siswa sekolah. Winter harus segera mempersiapkan diri. *** “Nona, kita akan terus di sini?.” Tanya Nai yang terlihat mulai bosan menunggu. Kini Winter berada di depan sebuah rumah tempat dimana Marvelo pergi memasuki rumah itu dengan berdandan seperti seorang gadis cantik dan lugu. Sudah tiga jam mereka duduk mengintai, namun tidak ada tanda-tanda keberadaan Marvelo akan terlihat. Dari kejauhan Winter terus memperhatikan dengan teliti setiap kali gerbang rumah di buka. Winter mencari-cari keberadaan Marvelo untuk kembali mendapatkan photo dan videonya yang lain untuk memperkuat bukti. Apa yang Winter lalukan sebuah tindakan kejahatan kecil karena sudah mengganggu privasi orang lain dengan cara menguntitnya dengan bertujuan untuk memerasnya untuk melakukan sebuah kesepakatan. Winter tetap melakukannya karena dia bisa menebak bahwa Marvelo tidak akan pernah membawanya ke jalur hukum. Jika dia membawanya ke jalur hukum, aib Marvelo akan semakin kuat menyebar. Tidak berapa lama pintu gerban rumah itu kembali terbuka, dengan terburu-buru Winter memakai teropong dan melihat siapa yang keluar. Sebuah mobil sport keluar dari gerbang itu, Winter dapat melihat sosok Marvelo yang mengendarai mobil di balik kaca hitam yang tertutup rapat. “Ikuti mobil itu.” Pinta Winter. Nai mulai melajukan mobilnya lagi dan tidak banyak bertanya dengan semua sikap aneh Winter akhir-akhir ini. Sepanjang hari hingga pertengahan malam, Winter tidak pernah berhenti bergerak. Sangat berbeda dengan Winter yang, dulu Winter hanya mengurung diri di rumah seharian dan hanya keluar jika Paula mengajaknya pergi keluar. Itu juga hanya untuk menemani Paula bermain, belanja makan dan tentu saja di bayar dengan uang Winter. Kini Winter sudah sangat berubah dimata Nai.. Winter melakukan semua hal dengan penuh semngat tanpa terlewatkan meski dia sering mengeluh lelah. Winter sangat aktif dan jarang bersama Paula. Perubahan Winter adalah sebuah angin segar yang membahagiakan semua orang. Dulu, Nai bekerja untuk Vincent dan menemaninya Inggris, akhir-akhir ini dia memiliki kesempatan untuk menjaga Winter dan harus melaporkan apapun yang terjadi kepada Benjamin. Nai mengenal Winter sejak dia masih kecil dan selalu berada dalam gendongan ibunya, karena itulah Nai bisa merasakan perubahan-perubahan yang terjadi pada Winter. “Nai. Berhenti di sini.” Pinta Winter, dengan cepat Nai menepikan mobilnya. Mobil Marvel berhenti di depan sebuah sebuah toilet umum. Tidak berapa lama pria itu keluar mengenakan sepatu pentopel dengan dress selutut berwarna biru dengan motif polkadot. Pria itu masih mengenakan wignya dengan riasana yang sempurna membuat siapapun tidak akan mengenalinya. Tanpa berpikir lagi, Winter segera keluar dari mobilnya dan berlari mendekat, tanpa ragu Winter mengangkat kameranya untuk memotret Marvelo sebanyak mungkin dan segera mengirimkannya ke dalam emailnya. Marvelo yang hendak masuk ke dalam toilet untuk berganti pakaian langsung menyadari kehadiran Winter karena kini Winter tidak lagi bersembunyi lagi. Gadis itu terang-terangan untuk mengambil photonya. Tas yang di jinjing Marvelo terjatuh ke lantai. Pria itu mematung, tidak bereaksi apapun selain menatap Winter dengan dingin. Sorot mata Marvelo menunjukan rasa malu dan terhina, namun rasa terkejutnya lebih besar dari itu. Marvelo terkejut dengan apa yang Winter lalukan kepadanya. “Aku akan menemuimu nanti. Bukti yang aku miliki, ku harap akan membuatmu memberikan jawaban hari ini.” Ucap Winter dengan tenang. Gadis itu berbalik dan segera pergi memasuki mobilnya lagi meninggalkan Marvelo yang masih terdiam. Rahang Marvelo mengeras, menyimpan banyak amarah yang tidak bisa dia sembunyikan. Mengapa Winter menjadi seperti ini?. Winter sudah mengetahui rahasianya sejak dulu, namun mengapa sekarang dia memanfaatkan rahasia Marvelo yang sudah sangat lama dia ketahui?. Mengapa Winter tidak memahami hatinya?. Marvelo membungkuk, mengambil tasnya lagi dan segera masuk ke dalam toilet. Marvelo melepaskan pakaian yang melekat pada tubuhnya dan menghapus semua riasannya tanpa sisa dan mencuci wajahnya. Pria itu terdiam sejenak menatap cermin, memperhatikan dirinya sendiri yang kini kembali menjadi Marvelo yang sesungguhnya. Marvelo, Pria dingin yang berusaha menarik diri dari keramaian dunia untuk menjaga hati Ibunya. Marvelo menarik napasnya dengan sesak merasakan setumpuk kesedihan mencengkram hatinya setiap kali dia melihat wajahnya sendiri di cermin. Wajah itu, adalah wajah yang paling di benci ibunya, wajah yang selalu di kutuk ibunya dengan satu alasan. Marvelo pembunuh saudaranya. *** Dalam sepi sendiri Winter berdiri, gaun dan coat yang dia kenakan terlihat berkibar lembut di bawah cerahnya matahari. Winter menyembunyikan bibirnya di balik shal yang membelit lehernya agar tidak kedinginan. Bibir itu bergetar, matanya yang berwarna biru terlihat berkaca-kaca menahan air mata yang terjatuh. Winter menatap makam Kimberly Feodora. Makam yang baru pertama kali dia temui usai menjalani kehidupan Winter Benjamin. Makam itu terlihat cantik terawat dan bersih, sebuah nisan besar terbuat dari marmer memperlihatkan potret Kimberly yang tersenyum lebar. Winter menarik napasnya begitu sesak.. Apa yang Winter lihat di depannya sekarang adalah sebuah akhir kisah menyedihkan dirinya di masa lalu yang hidup dan berakhir dengan kematian yang menyedihkan. Kimberly meninggal karena sudah salah menilai cinta. Kimberly mengenal indahnya cinta tanpa menyadari jika tidak selamanya hal-hal indah mengandung cinta. Ketika hidup menjadi Kimberly Feodora. Tidak pernah sedikitpun dia berpikir akan menjalani kehidupannya dengan akhir yang sangat menyedihkan. Semua hal begitu sempurna bagi dirinya seakan kecantikan tubuhnya dan karier akan terus bersinar sepanjang masa. Hingga pada masanya, Tuhan membalikan dunia Kimberly semudah membalikan telapak tangan. Apa yang Tuhan lihatkan membuat Kimberly tersadar.. Semula, Kimberly berpikir bahwa dunianya begitu sempurna, dia mendapatkan cinta yang begitu besar dari orang-orang di sekitarnya dan para penggemarnya, dia mendapatkan cinta dari kekasihnya. Hartanya berlimpah, kariernya yang bersinar, dan seluruh dunia mengenalnya. Namun begitu Tuhan menunjukan kebenarannya. Kimberly yang merasa sempurna pada akhirnya tersadar bahwa kebahagiaannya adalah sesuatu yang semu, selayaknya tetesan air hujan yang jatuh di permukaan danau. Orang-orang yang semula Kimberly pikir mencintainya dengan tulus, rupanya tidaklah begitu adanya. Kekasihnya berselingkuh dengan sahabat satu-satunya Kimberly, managernya membawa uang Kimberly, orang-orang yang semula bersikap baik kepadanya pada akhirnya menunjukan sikap mereka yang sesungguhnya. Tidak ada satupun dari mereka yang melindunginya dan tidak ada satupun mereka yang mau mengulurkan tangan kepada Kimberly. Apa yang Tuhan tunjukan kepada Kimberly membuat Kimberly merasa malu kepada dirinya sendiri karena tersadar bahwa sesungguhnya di dunia ini, yang mencintai Kimberly adalah dirinya sendiri. To Be Continue..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD