“Winter” Panggil Marius lebih dulu. “Mau makan malam denganku?.” Kini giliran Marius yang lebih dulu bertanya.
Mata Winter menyipit, gadis itu mendekat dalam dua langkah untuk semakin dekat dengan Marius. “Untuk apa?.”
“Aku hanya ingin makan malam bersamamu. Jika kau tidak berkenan, aku tidak akan memaksa.”
Bibir Winter menekan, gadis itu berpikir keras untuk sebuah keputusan yang terlampau sederhana. Pikiran Winter sedikit berkelana memikirkan apakah ini waktu kesempatan dia untuk mengetahui hubungan Marius dan Kimberly?.
Hubungan Marius dan Kimberly di penuhi oleh teka-teki, jiwa Kimberly juga tidak mengingat sedikitpun siapa Marius di dalam kehidupannya yang sebelumnya.
Dari hari ke hari, setiap waktu jiwa Kimberly menjalani kehidupan Winter, dia semakin melupan beberapa hal dalam kehidupannya. Terkecuali orang-orang yang sudah berbuat jahat kepada dirinya.
Jiwa Kimberly tidak tahu siapa Marius.
Yang harus jiwa Kimberly pastikan hanya satu. Apakah Marius orang jahat, atau sebaliknya.
“Baik.” Jawab Winter menggantung, gadis itu semakin mendekat dan berakhir dengan duduk di atas sebuah kursi khusus pijat. “Ngomong-ngomong, tidak ada yang ingin kau katakan kepadaku?.”
“Apa?.” Tanya balik Marius sambil memperhatikan apa yang Winter lakukan.
“Aku mencari tahu tentangmu di internet. Ternyata kau pembalap. Kau berbohong padaku waktu itu.”
Bibir Marius membentuk senyum simpul. “Aku tidak berbohong, aku menjadi pembalap waktu dulu. Aku sudah pensiun dan tidak melakukan apapun, itu artinya aku pengangguran.”
Samar Winter tertawa setelah mendengar jawaban Marius, Winter kembali berdiri dan melihat alat-alat yang lainnya yang terlihat sangat di khususkan untuk di pakai oleh Marius.
“Meskipun begitu. Kau pembalap professional, ada banyak gelar yang kau raih, ada banyak tropi yang kau menangkan.”
“Lantas apa? Itu hanya piala kosong dan gelar yang hanya bisa ku rasakan eurofianya saat di podium saja. Meski kau menjadi bintang yang bersinar di masa lalu, akan tetapi jika di hari sekarang kau bukan siapa-siapa, kau hanya menjadi pecundang. Orang tidak akan melihat siapa dirimu dulu, tapi dirimu yang sekarang..”
Jawab Marius membuat Winter diam, gadis itu diam karena harus kembali di buat teringat dengan kehidupannya dahulu ketika menjadi Kimberly.
Di sisi lain, dia juga terbayang kehidupannya yang sekarang.
Dulu, Kimberly adalah bintang yang bersinar lalu berakhir menjadi sesorang yang bukan siapa-siapa.
Kini, dia tengah menjalani kehidupan Winter, seorang gadis buruk yang bukan siapa-siap. Namun meskipun begitu, jiwa Kimberly sama sekali tidak begitu khawatir dengan kehidupan baru yang baru dia jalani.
Dulu, Winter boleh saja bukan siapa-siapa, namun nanti, di suatu hari nanti dia akan memastikan jika Winter akan menjadi sesuatu yang lebih bersinar dari sekadar bintang.
Winter berbalik dan menatap Marius dengan lekat, melihat sorot matanya yang dalam terasa sangat tidak asing namun tidak bisa Winter ingat apapun tentang dia.
“Setelah kau mengalami kecelakaan, apa kau merasa menyesal karena sudah menjadi pembalap?.”
Marius menggeleng.
“Jika kau tidak merasa menyesal. Jangan menganggap gelar yang pernah kau perjuangkan hanya sesuatu yang kosong dan tidak berarti.”
Kata-kata yang keluar dari mulut Winter membuat Marius terdiam dan mencerna apa yang sudah di katakan olehnya.
“Baiklah. Aku akan kembali ke sini dua jam lagi.” Ucap Winter dengan singkat, gadis itu berbalik dan segera pergi meninggalkan Marius yang kini hanya diam dan memperhatikan kepergiannya.
Kepergian Winter membuat Marius perlahan tersadar.
Ajakannya kepada Winter sangat spontan, bahkan Marius cukup di buat terkejut dengan dirinya sendiri yang bisa-bisanya mengajak Winter untuk makan malam bersama.
Selama ini Marius tidak pernah memiliki ketertarikan apapun kepada wanita lain. Marius selalu menjaga dirinya untuk tidak pernah menunjukan kedekatan apapun dengan wanita lain.
Namun mengapa, saat bersama Winter tidak ada kekhawatiran sedikitpun di dalam diri Marius?.
Apa karena Winter terlalu muda dan tidak memiliki fisik yang menarik sehingga tidak akan ada sedikitipun rasa dan keyakinan bahwa Marius akan tertarik pada gadis itu.
Tangan Marius bergerak kuat memutar tubuhnya, pria itu berbalik dan melihat alat-alat olaharga dan alat medis yang satu tahun lebih ini selalu menemaninya.
Pintu ruangan terapi terbuka, seorang pria berpakaian casual berwarna hitam berjalan dengan tegas mendekati Marius, di tangannya terdapat setumpuk document yang dia bawa untuk di berikan kepada Marius.
“Felix” panggil Marius dengan nada dingin.
Felix, pria itu adalah mentor Marius di masa lalu yang sampai sekarang masih sering menemui Marius dan memantau keadaannya Marius meski kontrak kerjasamanya dengan Marius sudah berakhir.
Felix tidak pernah menghapus harapan di hatinya akan kesembuhan Marius, meski kesembuhan Marius terasa mustahil.
Felix hanya menunggu keajaiban.
Keajaiban yang tumbuh di hati dan pikiran Marius untuk memiliki keinginan yang benar-benar ingin sembuh sebelum semuanya benar-benar terlambat. Sampai kapanpun Marius tidak akan pernah bisa berjalan, atau mungkin lumpuh selamanya jika pria itu tetap menjalani harinya tanpa semangat hidup.
Marius menjalani terapinya setengah hati, tidak ada semangat dan optimisme di dalam hatinya untuk bisa kembali sembuh seperti dulu.
Tidak ada yang memahami perasaan Marius. Tidak ada yang memahami jalan pikiran Marius.
Tidak ada yang tahu apa masalah pria itu sebenanrnya.
Marius yang ambisius, cerdas dan cemerlang, memiliki masa depan yang menjanjikan, tiba-tiba dunianya menjadi kelam begitu gelap sejak di malam kecelakaan itu..
Selama menjadi pembalap, Marius sudah sering megalami kecelakaan. Dia selalu semangat untuk segera sembuh dan kembali ke lintasan bahkan ketika bahunya masih cedera.
Marius bukanlah seseorang yang mudah menyerah hanya karena mengalami kecelakaan. Biasanya, saat Marius mengalami kecelakaan, dia akan mempelajari kesalahannya dengan serius, ambisinya semakin besar untuk bisa mengalahkan dan mengendalikan mobil yang kemudikannya dan memberikan kemenangan terbaiknya kepada semua orang.
Namun, malam itu adalah sebuah pengecualian..
Usai kecelakaan malam itu, Marius sungguh berbeda.
Marius memilih menenggelamkan jiwanya bersama dengan raganya yang tengah terluka.
Felix sangat berharap Marius segera sembuh, dia tidak peduli jika setelah sembuh Marius akan kembali ke lintasan atau tidak. Felix hanya ingin Marius sembuh dan kembali sepertu dulu lagi.
Felix tersenyum lebar meletakan document itu di pangkuan Marius. “Aku butuh saranmu mengenai persiapan balapan di musim pertama.”
***
Cuaca sore yang cerah perlahan gelap, biru dan tenangnya lautan berbanding balik dengan kemewahan kota Loor yang di hiasi gedung-gedung pencakar langit. Semakin langit gelap, kota Loor semakin ramai.
Suara musik dari sebuah gedung hiburan sama-sama terdengar menjelang malam.
Marius dan Winter saling duduk berhadapan, mereka berada di restaurant terbuka yang terletak di sisi pantai.
Tidak banyaknya orang yang berkeliaran, itu membuat Marius merasa cukup nyaman dengan tempat itu. Tidak ada banyak orang yang melihat keberadaan dirinya.
“Ku pikir kau membatasi makanmu untuk diet.” Komentar Marius memperhatikan Winter yang kini memotong daging steak dan memakannya dengan lahap.
“Memang benar” jawab Winter dengan singkat. “Tapi diet bukan berarti harus kelaparan.”
Winter selalu membatasi asupan makannya sejak jam empat sore hingga pagi, akan tetapi diet bukan berarti membiarkan perutnya kelaparan dan sakit. Winter juga membebaskan diri seminggu sekali untuk bisa makan sesuatu di malam hari.
Meski Winter berada dalam misi ingin menurunkan berat badan, namun dia juga tidak akan membiarkan tubuhnya kesakitan.
Perlahan Winter menelan makanannya dan mengangkat wajahanya untuk melihat Marius yang duduk di kursi rodanya, tepat di hadapannya. Pria itu terlihat tenang dengan ekspresi dinginnya.
Wajah tampannya memancarkan hati yang dingin dan tidak mudah sentuh.
Namun ada banyak luka yang bisa Winter rasakan di setiap kilatan matanya yang bertubrukan dengannya.
Winter tidak tahu luka apa yang mengendap di mata Marius. Namun jiwa Kimberly yang berada di dalam tubuh Winter merasakannya dengan kuat.
“Saat aku melihat photomu di internet. Aku melihat kau berphoto bersama Kimberly, hubungan kalian terlihat dekat.” Ujar Winter berbicara dengan cukup lancar tidak menimbulkan kecurigaan.
“Kenapa kau ingin tahu?.”
“Aku mengidolakan dia.”
“Karena dia cantik?.” Tanya Marius dengan nada enteng.
“Memangnya kenapa jika aku mengidolakan dia karena kecantikannya?.”
Marius menggeleng dan tersenyum, “Semua orang hanya ingat bahwa Kimberly adalah perempuan yang memiliki kecantikan fisik yang sempurna. Mereka tidak melihat sisi kecantikan dirinya yang lain. Berani, cerdas, hatinya hangat dan lembut meski mulutnya berkata kasar.”
Winter tercekat, hatinya tercubit terasa sakit mendengar jawaban Marius dan sorot mata yang hangat di penuhi kerinduan dan cinta yang kuat saat membicarakan dan membayangkan sosok Kimberly.
Mata Winter terasa panas terdorong ingin menangis, entah mengapa hatinya tersentuh dan jantungnya berdebar begitu cepat hanya dengan mendengar ucapan Marius saat membicarakan sosok Kimberly.
“Bagaimana dengan terapimu?.” Tanya Winter segera mengalihkan topic permbicaraan dan tidak mempedulikan lagi rasa penasarannya mengenai hubungan Marius dan Kimberly di masa lalu.
Marius mengambil sampanye di depannya dan meminumnya sebelum menjawab pertanyaan Winter. “Baik. Semuanya lancar.”
“Tapi matamu mengatakan jika semuanya tidak lancar.”
Marius tersenyum mendengarnya.
“Kenapa kau tidak menggunakan alat canggih untuk membantu kakimu agar bisa berjalan?.” Tanya Winter lagi.
Suara angin yang berhembus dan cahaya matahari yang kekungingan yang sebentar lagi tertelan kegelapan itu, kini menyinari sebagian tubuh Marius.
Pria itu terlihat seperti sebuah lukisan di bawah matahari sore yang cantik. Semuanya sempurna bahkan meski kini dia tengah duduk di kursi roda.
Namun.. Pria itu menatap dingin Winter dengan sepercik kemarahan yang mengisyaratkan bahwa Winter tidak sepantasnya mengatakan Marius bisa berjalan dengan bantuan alat canggih.
“Aku sudah tidak peduli lagi apakah aku bisa berjalan atau tidak.” Jawab Marius dengan dingin, lebih dingin dari ekspresi dan sorot matanya.
“Pecundang.” Maki Winter dengan tajam, tepat di hadapan Marius yang langsung di buat terkejut atas kata yang keluar dari mulut Winter.
To Be Continue..