Dua kali teplokan tangan dari Ratu Arisandi, dua orang pelayan membawa nampan berisi nampan berisi minuman. Sang ratu turun dari singgah sananya menghampiri pria tersayangnya, jemari lententiknya hendak menyentuh dagu sang pria tapi selalu gagal karena seorang pengawal masih berada di samping pria tersebut.
“Tolong jaga sikap anda, kami kesini hanya berniat baik. Raden Zulfikar bukan seorang pria yang bisa disentuh sembarang wanita.” Sikap tegas Mahesa membuat Yuda dan Arya tercengang, kemarin mereka melihat pria tersebut terlihat sangat imut dan menggemaskan, tapi kenapa sekarang berubah kaku seperti itu? Mirip pengawal kerajaan.
Ratu Arisandi sangat jengkel, terpaksa ia harus kembali ke atas singgah sananya karena tak bisa menyentuh Zein, ia mengibaskan jubahnya sebelum duduk.
“Apa tujuan kalian mengacau di tempatku?” tanyanya angkuh.
“Izin untuk pergi ke desa Kemangi,” ba;as Zein datar, pangeran Bintang Tenggara tersebut bahkan tidak sedikit pun memandang ratu tersebut.
“Untuk apa? Desa itu sangat terasingkan, di sana banyak siluman. Bahkan sekarang wabah penyakit juga menyebar, kamu jangan kesana. Aku akan memberikan apapun yang kau mau.” Ratu Arisandi tersenyum menggoda tapi sayangnya selalu tidak berhasil di depan pria rupawan tersebut.
“Ratu hanya perlu memberi kamu izin, lainnya sangat tidak dibutuhkan,” balas Zein datar. Sungguh menjengkelkan pria satu ini, ketika semua orang berlutut memohon untuk masuk keistana dijadikan selir, manusia satu ini malah bersikap angkuh. Tapi untuk sementara mengalah untuk mendapatkan kemenangan,”baik, tapi kalian harus tinggal beberapa hari di sini terlebih dulu. Kebetulan sekali, akan ada pertandingan adu pedang empat hari lagi, pengawalku semua wanita. Satu pun tidak ada yang akan mampu mengalahkan kemampuan pedang satria berkuda tersebut. Aku mau pria tampan itu menjadi wakilku untuk memenangkan pertandingan ini.”
Syarat yang diajukan sebenarnya tidak terlalu berat, hanya saja kalau bertarung menggunakan pedang melawan kesatria berkuda itu sangat tidak mungkin. Kesatria berkuda memiliki sebuah pedang 9 naga, pedang itu memang tidak panjang tapi juga tidak pendek, memiliki kekuatan api dan angin bahkan pedang tersebut mampu menyerap energi lawan. Untuk mengalahkan satria tersebut membutuhkan senjata yang sangat baik dan sesuai.
“Bisa, tapi sebelum itu kau harus membiarkanku untuk mengambil pedang naga langit di rawa desa Kemangi. Pedang 9 naga hanya mampu dilawan dengan pedang naga langit.” Zein menyetujui sekaligus memberi syarat.
Ha?
Ratu Arisandi menyerngit, ia tidak mengerti sama sekali lagi nama pedang tersebut, lagi pula sejak kapan di desa terpencil itu ada rawa?
“Sejak kapan di desa Kemangi ada sebuah rawa? Apa nama rawa itu?” tanyanya bingung.
“Rawa itu ada di lereng hutan Wisa, rawa butek. Di rawa itu ada seekor raja siluman buaya putih, aku hanya perlu izinmu untuk pergi kesana. Aku tahu kau sangat penakut, jadi tidak mungkin mengajakmu,” jelas Zein masih dengan tampang datarnya.
Kalau tidak ingat bahwa dirinya sangat tergila-gila dan membutuhkan pria sombong tersebut, sudah pasti ratu Arisandi akan mengibirinya. Ratu tersebut tersenyum sekalipun hatinya dongkol setengah mati,”baik, aku akan mengizinkanmu. Tapi ingat! Kau harus kembali dalam waktu 3 hari, sebagai jaminan, aku akan menahan tiga temanmu.”
“Tidak bisa! Raden Zulfikar tidak mungkin pergi sendirian, aku adalah pengawal pribadinya. Aku tidak mungkin membiarkan pangeran Zein pergi sendiri.” Mahesa tanpa sadar membuka identitas pengeran Bintang tenggara tersebut.
Ratu Arisandi terkejut, dia sudah lama menunggu kehadiran seorang pria pembawa kemakmuran untuk dijadikan raja, pria tersebut bernama Zein Zulkrnain, seorang pria dengan lambang bulan bintang dan huruf alif di dahinya.
“Apakah dia adalah pangeran Zein Zulkarnain? Salah satu dari 7 satria langit?” tanyanya memastikan.
Mahesa menutup mulutnya rapat, ia mengutuk kebodohannya sendiri. Bagaimana mungkin dirinya bisa keceplosan mengungkap kebenaran tentang junjungannya?
“Tidak perlu berbohong lagi! Aku sudah dengan bahwa akan ada seorang kesatria utusan Tuhan untuk menjadikan dunia ini hidup dengan baik, dia bernama Arsy ratu sejagad nama raganya adalah Zein Zulkarnain. Awalnya aku pikir Arsy ratu sejadagad itu adalah seorang perempuan, tapi ternyata dia adalah seorang pria. Kamu memiliki sifat welas asih, aku mintak maaf karena hampir membuatmu melakukan sesuatu yang tidak benar. Tapi sekarang, aku akan membantumu. Kakakku, putri Purnama sari, dia adalah salah satu kesatria langit. Aku yakin kamu juga akan mengenalinya jika sudah bertemu.” Ratu Arisandi bangkit dari tempat duduknya, ia menyuruh pelayan untuk memanggil tuan putri Purnama Sari.
Tak lama kemudian seorang wanita cantik berjalan anggun keluar dari dalam. Iris mata jamrud, pandangan yang teduh dan sikap penuh sopan santun,”salam yang mulia ratu.” Dia memberi salam terhadap adiknya tersebut.
“Kakak, kau pernah berkata bahwa kau akan bertemu dengan rajamu? Apakah setelah bertemu kau akan menikahinya?” tanya Ratu Arisandi. Ia menghampiri kakaknya, tangannya meraih wajah cantik sang kakak. Mengangkatnya perlahan lalu mengarahkannya untuk memandang putra mahkota Bintang Tenggara.
Putri Purnama Sari terkejut, dalam mimpinya, dia pernah bertamu dan membahas sesautu dengan 7 orang kesatria langit, 2 wanita dan 5 pria. Tidak disangka, salah satu pria tersebut sekarang berada di depannya. Apakah yang akan dilakukannya?.
Zein membalikkan tubuhnya, ia tidak perduli dengan siapapun lagi. Tujuan utamanya adalah merebut Bintang Tenggara.
“Tuan, aku ingin bicara berdua denganmu. Tolong izinkan aku…” putri Purnama sari mencoba untuk menghentikan pria itu.
“Silahkan bicara.” Zein menghentikan langkah kakinya, meski begitu ia sama sekali tidak berbalik walau sekedar memandang wajah cantik tuan putri tersebut.
Sedikit melangkah mendekati pangeran Bintang Tenggara masih dengan menundukkan kepala, sang putri tak berani untuk meminta sang pangeran untuk menatap wajahnya.
“Apakah kita pernah bertemu?”
“Putri sangat tahu, aku baru saja sampai di tempat ini. Bagaimana cara kita bertemu,” balas Zein tanpa sedikit pun melirik sang putri.
Putria Purnama sari memainkan jemari tangan, bagaimana cara dirinya menjelaskan pada pria tersebut kalau dirinya pernah bertemu ketika di alam sukma? Apakah akan ada yang percaya?
“Pangeran Zein, harusnya sebagai salah satu dari kesatria langit, kau tahu jawaban yang kau tanyakan tersebut.” Ratu Arisandi menyela pembicaraan.
“Ratu bisa menganggap kalau aku bukan salah satu kesatria langit,” balas Zein santai. Sang Ratu sangat geram, pria satu ini sangat sombong dan acuh, dingin tak tersentuh. Tegas dan tidak suka melihat ketidak adilan, calon pemimpin macam apa ini?
“Zein Zulkarnain! Aku rasa kau sangat tidak keberatan kalau aku membuatmu menjadi tahananku. Kau sudah bersikap tidah hormat pada seorang tuan putri, apakah kau tahu hukuman apa yang pantas untukmu?”. Ratu Arisandi sangat murka pada Zein, pria rupawan itu selalu saja tidak pernah sedikit pun perduli dengan semua sopan santun atau bersikap hormat pada anggota kerajaan.
Zein menyeringai,”pantaskan seorang mengatakan hal itu? Bukankah kau yang mengajarkan untuk ku bersikap tidak hormat dengan sikapmu pada pria di luar tadi? Kau hampir saja menelanjangi seorang bpria beristri hanya karena dia tidak mau menjadi selirmu. Kau juga ingin mengebirinya, apakah orang sepertimu pantas untuk dihormati?” balasnya menyindir, ia sangat geram dengan seorang wanita apapun kedudukannya, ketika wanita tersebut terutama seorang ratu memberikan contoh tidak baik untuk rakyat.
“Diam kamu! Atau aku akan membunuhmu sekarang juga! Lancang sekali kamu berani berbicara seperti itu!” Ratu Arisandi tak mampu lagi menahan emosinya, ia mengeluarkan tombak penghukum, ketika hendak melemparkan tombak tersebut, tiba-tiba tubuhnya menjadi dingin membeku. Sosok bayangan seorang pria memegang tombak teratai dengan mahkota besar di atas kepalanya, serta sebuah pedang mengeluarkan tujuh warna. Warna tersebut membentuk seperti payung besar melindungin putra mahkota kerajaan Bitang Tenggara tersebut.
Mata sang artu terbelalak dan ketakutan, siapa sebenarnya manusia di depannya? Dia sudah melihat wujud kesatria langit milik kakak perenpuannya tapi tidak semenakutkan ini, auranya begitu sangat berwibawah sehingga orang tak akan mampu untuk menyentuhnya sedikit pun.
“Adik ratu.” Putri Purnama sari merasa heran dengan adiknya tersebut, matanya terbelalak seperti melihat sesuatu yang sangat menakutkan.
Sang ratu menundukkan pandangannya, ia tidak boleh kelihatan seperti orang sedang ketakutan, alangkah lebih baik kalau dirinya segera masuk dan meninggalkan pertemuan dengan tamu-tamunya tersebut.
Yuda dan Arya menghampiri Zein, ia merasa aneh dengan sang ratu seperti melihat sesuatu yang aneh dan menakutkan dari seorang putra mahkota Bintang tenggara tersebut,”Zulfikar, apa yang terjadi? Kenapa ratu Arisandi tadi seperti sedang ketakutan?” tanya Yuda heran.
“Kenapa kau merasa aku tahu?” balas Zein malas, ia pun kembali melangkahkan kaki meninggalkan aula pertemuan tersebut, tidak ada gunanya juga menjelaskan apa yang terjadi pada sang ratu. Dia memang sengaja mengeluarkan uara seorang penguasa untuk menekan kesombongan ratu Arisandi.
“Kalian tidak perlu bingung, tadi ratu Arisandi hanya melihat wujud sukma Arsy ratu sejagad milik Zein. Siapapun orang yang melihatnya akan dipaksa tunduk dengan kekuatan dan kekuaasaan seorang ratu sejagad,” jelas Mahesa ketika melihat wajah tidak puas ketiga orang tersebut.
“Bukankah Zulfikar itu seorang pria? Kenapa gelarnya ratu sejagad? Bukankah seorangnya raja?” tanya putri Purnama Sari.
“Benar, aku yakin semua orang juga bertanya-tanya tentang itu. Tapi ratu itu itu diambil dari sebuah istilah karaton, bukan kerajaan. Sama seperti ibu pertiwi bukan bapak pertiwi, karena itulah Zein memiliki sukma Ratu sejagad bukan raja sejagad,” jelas Mahesa.
“Aku tetap tidak mengerti, tapi mungkin memang benar juga. Sudahlah, yang terpenting sekarang aku ingin berjalan-jalan di kerajaan ini, lagi pula mungkin saja kita tidak akan ikut meski sebenarnya sangat ingin ikut,” balas Yuda. Arya mengangguk, setelah itu merekapun meninggalkan aula pertemuan tersebut, tinggallah Mahesa dan Purnama sari.
“Aku mewakili adikku meminta maaf atas ketidak sopanan adikku, sekalipun seorang ratu adikku tidak seharusnya melakukan tindakan kejam terhadap seorang pria.” Purnama sari menunduk senjenak lalu kemudian masuk ke dalam meninggalkan Mahesa sendirian, pria 40 tahun itu tidak mengerti lagi harus berbuat apa. Yang terpenting sekarang adalah mengikuti kemana pun pangeran Bintang tenggara pergi demi untuk menjaga keselamatannya.