03. Luka Penuh Drama

1200 Words
"Bertahan demi malaikat kecil di pangkuan, merintih hanya meluapkan rasa rindu yang mendalam. Percayalah, akan ada masa di mana kesabaran mendapat kejutan membahagiakan." Berulang kali sudah ditegaskan, menjauhlah dan anggap semuanya tak pernah sangat dekat. Jangan menganggap asing, hanya menjaga jarak saja, tahu di mana harus hadir dan tidak. Karena semua orang takkan beranggapan sama, bahwa dia adalah teman biasa bukan teman spesial, setiap hari diundang! Acha telah menjelaskan ucapan anaknya kepada Bram. Terbukti, Devit sangat keberatan akan keberadaan lelaki itu, apalagi di mata teman-temannya sendiri. Terasa aneh, jika bukan seorang papa, lalu siapa? Selingkuhan ibunya? Menduga dan salah sangka. Setelah mendengar Acha meminta untuk menjauh dahulu, memberikan ruang untuk Devit bahwa Bram bukan papa ataupun pacar ibunya, menggantikan lelaki yang seharusnya dipanggil papa. Namun, tidak datang lagi entah alasan apa. Bram pasrah dengan keadaan, ia juga dapat merasakan bagaimana Devit ditanya oleh beberapa temannya, sedangkan ia sendiri masih ragu untuk menjawab. Esok sampai entah kapan berakhirnya, ia akan menuruti sosok mungil wanita dengan wajah masam menatap lurus ke depan. "Gua bakal lakuin apa yang lo minta, tapi kalo ada apa-apa hubungi gua," jelas Bram, masih berdiri di samping Acha. "Kita cuma teman, Bram gak lebih. Jadi, jangan pernah lo merasa bertanggung jawab." Acha menoleh. "Gua sayang sama, Devit, gua kasian sama anak gua. Lo tau, kan? Gimana polosnya dia jawab pertanyaan temennya? Kebayang?" Bram mengangguk. "Sorry, selama ini gua ganggu kehidupan lo terus," putusnya lalu memilih melangkahkan kakinya pergi. Terasa sesak, frustasi dan menyesal. Acha masuk ke dalam apartemen, membanting kasar pintunya. Tersungkur lelah menghadapi segalanya. Ke mana ia harus menyandarkan kepala dengan tangisan kerinduan? Kepada siapa ia bercerita tentang luka? Selain kepada dirinya sendiri. Menatap kosong dinding kamar, masih tertata rapi pula baju yang ditinggalkan oleh lelaki tak memiliki perasaan. Kembali hilang! Tak bosankah menghindar? Kapan perjuangan dihargai? Lagi, menjerit memanggil nama yang diharapkan datang. Takkan pernah lelehan air matanya berhenti, langkah Acha gontai menuju kamar mandi. Untuk meredakan emosi, ia hanya mampu merendam tubuh kakunya di dalam air dingin. Tanpa busa dengan harum bunga, termenung. Di saat masa sulit itu, kadang terbesit ingin menancapkan pisau dapur yang tajam. Menusuk perlahan urat nadi, hingga berakhir terpekik merasakan sakit. Namun, terbayang lagi, sosok bocah yang berlarian memanggilnya sayang. "Gak mungkin juga, Dev ... gua cari lo ke tempat kejadian. Lautannya luas, gua gak sanggup cari dalam beberapa hari ataupun bulan." Kenangan pahit itu datang membayang, menegaskan jangan pergi ke Jerman, tapi semua sirna. Janjinya pula tak ditepati hingga kini. Sampai Devit sudah berusia lima tahun. "Gua yang akan ada di samping lo waktu persalinan, gua yang akan azanin anak kita, pegang janji gua." Selanjutnya, Devid meremas kedua bahu Acha, lalu mencium kening Acha dalam dan lama, sambil memejamkan kedua matanya. "Gua janji gak lama," putusnya. Acha berteriak, membanting apa pun yang bisa ia gapai ke dinding. Menyumpahi janji sialan di akhir pertemuan. "Lo tau bullshit, ha! Lo itu gak pernah tepatin janji, DEVID!" Selanjutnya, Acha memilih sadar akan kenyataan ia segera melepas helai benang di tubuhnya. Mengganti dengan baju mandi, keluar penuh tatapan kosong lalu masuk ke dalam kamar. Ada banyak ingatan, tawa saat awal kepindahan. Berbagi cerita, larangan saat ibu hamil, sampai ocehan manja sosok Devid. Acha menarik salah satu baju tidurnya, di samping lipatan baju yang tertata rapi ada barisan baju lelaki lama tak dipakai lagi. Diambilnya sebuah kaus oblong berwarna hitam, diciumnya dalam terasa harum pewangi pakaian dan campuran tubuh lelakinya. Sudah lama, terasa pula aroma lemari. "Gak kangen apa? Pulang, dong!" Setetes air mata kembali lolos dari sudut matanya, membasahi kerah kaus. "Tenang, gua tetep nunggu kok. Sampai kapan pun, pegang janji gua, Dev! Pegang!" Suara bel membuat Acha tersadar. Ia segera memakai bajunya. Mengingat kamar mandi tadi berantakan, Acha berlarian memunguti alat mandi yang tercecer. Mendapati Devit tersenyum kecil lalu mencium kedua pipinya. Sudah biasa pula, sekolah Devit memberikan fasilitas antar jemput. Jadi, Acha tidak kerepotan, Devit menatap wajah ibunya itu yang aneh. "Mama, udah nangis?" tanyanya dengan dahi mengerut dalam. Acha memalingkan wajahnya. "Kamu ganti baju dulu, nanti kita langsung makan." Terpaksa Devit pun menurut padahal ia ingin tahu kenapa wajah ibunya sedikit berbeda, Acha menatap kepergian anaknya itu ada rasa bersalah, tapi untuk apa pula ia menjelaskan kenyataannya? Tanpa menunggu lama, memutuskan pergi ke dapur seperti biasa sup daging ayam menjadi menu makan malam. Selesai membersihkan badan, Devit datang untuk membantu. Memotong kentang, sambil bersiul menyenandungkan lagu kesukaannya. "Pamanku, dari desa ...." Disadari kado dari sang ibu belum dibuka, Devit berlarian masuk ke kamar membawa ranselnya. Acha memang sengaja, tidak membiarkan Devit menempati kamar kosong di sebelah. Ia sangat kesepian, takutnya hanya bisa termenung dengan tatapan kosong sebelum tidur. Jadi, adanya Devit membuatnya tenang memeluk hangat. Membuktikan masih ada seseseorang yang harus ia jaga. Tawa anaknya terdengar bergema, diacungkannya sebuah kamera kecil pemberian Acha. "Devit, gak bisa gunainnya, Ma!" rengeknya sambil menghampiri Acha. "Nanti mama ajarin, sekarang tolong cuci kentangnya 'kan barusan kamu potong." Devit menatap Acha sebal. "Dari oma juga belum, Devit buka! Mama, gak asik, ah." Acha mengacak rambut Devit yang sudah tertata rapi. Lagi, wajah sebalnya membuat Acha semakin gemas. Melupakan dahulu masalah yang baru terasa. Hingga menu makan malam pun jadi. Hanya mereka berdua duduk manis diawali membaca doa, penuh rasa syukur lalu membersihkan bekasnya dan pergi menonton televisi. Sebelumnya Devit langsung membuka beberapa kado dari temannya, termasuk dari Dinda yang isinya sebuah mobil canggih pastinya pula mahal. Tidak lama, panggilan video call dari Sinta, membuat Devit semangat bercerita. Sayangnya, Sinta tidak bisa datang ke Jakarta. Sebab ada banyak kerjaan di Bandung, ia menjanjikan akan ada paket kado untuk sang cucu. "Kamu yang baik di sana, jaga mama kamu, ok?" "Iya, dong!" Devit memeluk sayang Acha. "Devit, sayang ... sama, Mama!" Lalu ciuman manja dari anaknya mendarat di pipi Acha. "Ya udah, oma mau istirahat. Jaga kesehatan, Sayang ...." "Dah ...." Panggilan video call terputus, Devit kembali tiduran di paha Acha, menonton tayangan kartun di depannya. Setengah jam kemudian, rasa kantuk mulai datang Acha baru tersadar Devit sudah tertidur nyaman. Ia mengelus sayang puncak kepala anaknya, tersenyum memendam luka penuh rindu. "Kamu, harus jaga mama, ya, tepati janji yang kamu ucapkan. Jangan kayak papa kamu! Gak tau janj—" Acha menutup mulutnya rapat, tak patut ia menceritakan tentang Devid meskipun anaknya tertidur. Tanpa membangunkan Devit, ia membopong anaknya yang mulai terasa berat ke kamar. Tempat paling nyaman dan memendam lagi tangisan di balik bantal. Siluet cahaya lampu jalan, membuat Acha berjalan ke arah jendela kamar. Terlihat jelas cahaya lampu kota di kejauhan. Tanpa menunggu persetujuan, alam memberikan suara gemuruh pertanda hujan akan datang. Halilintar menyusul, membuat Acha mundur perlahan menutupi gorden dan memilih membaringkan tubuhnya. Benar, hujan datang dengan derasnya, tapi tak mampu membawa kenangan pahit yang tergores dalam di dalam d**a. Acha merasakan melodi rintikannya, jeritan tertahan suara lebat hujan! Ambruknya truk menabrak trotoar! Sampai kabar kematian di pagi hari yang tak diharapkan. Semuanya palsu, hanya omong kosong belaka. Drama murahan. Dipastikan pula, hilangnya Devid dan tak kembali dalam lima tahun ini hanya omong kosong, Acha yakin akan ada waktunya lelaki itu datang. Kedua matanya mulai memejam, suara napas di bawahnya terasa tentram. Kembali, hujan menjadi penenang dan mengingatkan kenangan di masa lampau. Note : Gak bisa janji kapan update lagi, soalnya mau nulis Ustaz Pondok Kepergok Cinlok. Yuk! Tambahkan ke rak juga, sambil nunggu CS 3 Update, lohh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD