"Selamat pagi, semuanya"
Aku dan lainnya langsung menoleh, begitu mendengar suara tersebut, dan dapat kulihat, seorang pria berseragam rapih lengkap dengan jas dan dasi yang terpasang sedang berdiri tidak jauh di sebelah kiriku. Ia adalah Aryandra Agra Bratajaya, seorang HRD di kantor ini; yang kemarin mewawancara diriku.
"Selamat pagi juga, Pak" jawabku dan lainnya secara bersamaan.
"Bagaimana kabar kalian pagi ini?" tanyanya, dengan senyuman yang terukir di wajah tampannya.
"Baik Pak" aku dan yang lainnya, kembali menjawab secara bersamaan.
"Syukurlah" ia kembali tersenyum, dan beralih menatapku. "Dan untuk kamu Della, selamat berkerja, jika ada yang tidak kamu mengerti dan ingin ditanyakan, kamu bisa menanyakannya pada admin yang lain" ujarnya, dengan senyuman yang masih terukir di wajahnya.
Segera aku mengganggukkan kepala dan tersenyum dengan canggung. "Terima kasih Pak, nanti jika ada yang tidak saya mengerti, maka saya akan menanyakannya pada yang lain" jawabku.
Namun ia hanya menggangguk dan tersenyum, sambil beralih menatap yang lainnya. "Kalau begitu saya ucapkan selamat bekerja untuk kalian semua" ujarnya.
"Terima kasih Pak" jawab kami dengan kompak.
Ia hanya tersenyum, dan tidak berkata apa-apa lagi. Lalu ia membalikkan tubuhnya dan berjalan meninggalkan kami.
"Della" panggil Carissa, dari meja kerjanya yang berada tidak jauh di depan meja kerjaku.
"Iya, ada apa Car?" tanyaku, sambil menatapnya.
"Jika ada yang tidak kau mengerti, tanyakan saja ya? Jangan sungkan atau merasa malu" ujarnya.
"Iya benar, tanyakan saja pada kami" sahut Elina, sambil mengganggukkan kepalanya.
"Ah iya, terima kasih" ucapku, menggangguk pelan dan tersenyum canggung. Kemudian aku beralih menatap layar komputer yang berada di depanku, dan mulai bekerja.
***
Aku melangkah keluar dari lift begitu pintunya terbuka, dan berjalan sedikit tergesa-gesa, dengan membawa sebuah map di pelukanku yang berisi beberapa lembar dokumen, yang diminta oleh pak Arya.
Tadi ia menghubungiku, dan meminta beberapa dokumen yang diperlukan, lalu ia menyuruhku untuk mengantarkannya ke ruangannya yang berada di lantai berbeda.
Karena ia memintaku untuk segera mengerjakan dokumen-dokumen tersebut, maka dari itu aku sedikit terburu-buru, sebab aku takut membuatnya menunggu lama, dan aku tidak ingin membuat masalah dihari pertama bekerja.
Brukkk!
Tiba-tiba aku tidak sengaja menabrak seseorang, membuat sebuah map yang berada di pelukanku terjatuh, dan dokumen-dokumen yang berada di dalamnya berhambur di lantai. Tanpa melihat siapa orang yang kutabrak, aku langsung berjongkok, untuk merapihkan dokumen-dokumen tersebut.
"Maaf, aku tidak sengaja" ujarku tanpa menatap orang tersebut, sambil merapihkan beberapa lembar kertas, yang berceceran di atas lantai.
"Iya, tidak– Della?"
Aku langsung menghentikan aktifitasku, saat mendengar suara tersebut yang tidak asing bagiku. Segera aku mengangkat kepala untuk melihatnya, namun aku langsung membeku dan mendadak jadi patung saat melihat seorang pria yang sedang berdiri di depanku.
"Fredella Grizelle Ganendra?" ucapnya, yang menyadarkanku dari lamunan. "Della, apakah benar ini adalah dirimu?" tanyanya, yang terlihat seakan tidak percaya.
Segera aku kembali memeluk map tersebut, dan bangkit dari posisiku. "Apakah kau Arsen?" tanyaku, sambil menatapnya dan mengerutkan dahi.
"Iya, ini aku Arsenio Gavriel Bramantyo" jawabnya, sambil mengganggukkan kepala, dan mengukirkan senyuman di wajah tampannya.
Namun aku kembali membeku dan mendadak menjadi patung, setelah mendengar jawabannya. Sungguh! Aku tidak menyangka, jika akan bertemu kembali dengannya; seorang pria yang dulu pernah ada di hatiku, dan mewarnai hari-hariku.
"Della, akhirnya kita dapat bertemu lagi, aku sangat merindukanmu!" ujarnya, sambil memelukku dan kembali menyadarkanku dari lamunan.
Aku sedikit terperanjat dan segera melepaskan pelukannya, karena saat ini kami sedang berada di tempat umum.
"Kenapa kau bisa berada di sini?" aku bertanya dengan datar, dan menatapnya yang tak banyak berubah, hanya saja ia semakin tampan dan juga keren, ditambah jas dan dasi yang ia kenakan.
"Jelas saja aku berada di sini, karena perusahaan ini adalah milikku" jawabnya.
Aku tersentak kaget, dengan mata yang melotot dan mulut yang menganga.
Tunggu! Ia bilang perusahaan ini adalah miliknya? Bagaimana bisa?
"Hey, kau baik-baik saja, kan?" ia mengangkat satu alisnya, dan menggerakkan tangannya di depan wajahku.
"Ah iya, aku baik-baik saja" aku menggangguk, dan menundukkan kepala, karena tak ingin terlalu lama beradu pandang dengannya.
"Jadi, kau adalah admin baru itu?" tanyanya, yang masih menatapku.
"Iya, aku admin baru di sini" jawabku sambil menggangguk, dengan kepala yang tetap aku tundukkan.
Rasanya seperti mimpi; setelah sekian lama kami berpisah, kini kami kembali dipertemukan, dan yang lebih parahnya—ia adalah pemilik perusahaan di tempatku bekerja, alias bosku.
***
"Jadi, gimana hari pertama loe bekerja di sana?" tanya seorang pelayan, sambil mendudukkan tubuhnya di sebuah kursi, yang berada di depanku. Ia adalah Ava Arinda, temanku. Lebih tepatnya teman dekatku, sewaktu aku masih duduk di kursi Sekolah Menengah Atas, tapi sampai saat ini kami masih berteman dengan baik, dan kini ia bekerja sebagai seorang pelayan di sebuah cafe.
"Gila" jawabku, sambil menundukkan kepala, dan menatap secangkir latte yang kupesan.
"Hah?! Apanya yang gila?" tanyanya, yang terlihat bingung.
"Loe enggak tau kan, tadi gue ketemu sama siapa?" ucapku, dengan kepala yang tetap aku tundukkan.
"Ya enggak tau lah, kan loe belum cerita" jawabnya.
Aku menghela nafas dengan kasar, dan mengangkat kepalaku. "Gue ketemu sama Arsen" ujarku, sambil menatapnya.
"Hah? APA? Arsen?" ucapnya, yang terlihat begitu terkejut. "Gue enggak salah denger, kan?" tanyanya, dengan dahi yang mengerut dan terlihat tidak percaya.
"Iya, tadi gue ketemu sama Arsen" aku menggangguk dan kembali menundukkan kepala.
"Kok bisa? Gimana ceritanya? Bukannya dia kuliah di Australia?" ujarnya, yang terlihat heran dan kembali mengerutkan dahi.
"Dia emang kuliah di Australia, tapi sekarang dia udah kembali ke sini" ucapku, mengganggukkan kepala. Lalu aku mengangkat kepala, dan menatapnya. "Dan loe tau? Dia bekerja sebagai apa di sana?" tanyaku, dan Ava hanya menggeleng sambil menatapku. "Sebagai Pemilik Perusahaan itu!"
"APA?" ia tersentak kaget, dengan mata yang melotot dan mulut yang menganga. "Loe enggak lagi bercanda, kan?" tanyanya, yang terlihat seakan tidak percaya.
"Ngapain juga gue bercanda" aku menghela nafas, dan mengambil secangkir latte di atas meja.
"Jadi sekarang, dia adalah bos loe?" tanyanya, dan aku hanya menggangguk, sambil meniup secangkir latte. Ia menghela nafas dengan sedikit kasar, dan mengalihkan pandangannya dariku. "Gila ya, setelah 6 tahun lamanya kalian berpisah, akhirnya kalian dipertemukan kembali. Dan lucunya, kalian bekerja di perusahaan yang sama. Mungkin ini yang dinamakan jodoh" ujarnya.
"Heh!" aku refleks langsung memukul tangannya, dan membuatnya menoleh ke arahku.
"Kenapa? Emang ada yang salah sama ucapan gue? Kan gue cuma bilang, mungkin ini yang dinamakan jodoh" ucapnya.
Aku kembali menghela nafasku, dan meniup-niupkan secangkir latte yang sedang kupegang. Lalu perlahan aku mulai menyesapnya.
Jodoh? Entahlah, aku sama sekali tidak berpikir ke sana, hanya saja aku masih tidak menyangka jika—aku akan bertemu kembali dengan mantan kekasihku. Sungguh! Aku merasa ini seperti sebuah mimpi. Namun aku ingat, bahwa aku pernah berharap akan kembali bertemu dengannya, dan rupanya kini harapan tersebut menjadi nyata.