Part. 9 Marsha

1811 Words
Wanita yang kini menjabat sebagai CEO itu terlihat sibuk sekali, selama beberapa hari ini. Tepatnya sih menyibukkan diri sendiri. Dia merombak beberapa furniture hotelnya yang berada di Jakarta dan kota besar lainnya. Bahkan dia tengah giat mencari vendor yang mampu menyanggupi permintaannya untuk membuat penginapan di beberapa negara Asia. Seringkali Marsha menghabiskan waktunya di kantor, dia memang mempunyai kamar sendiri di perusahaan ini. Yang terlihat kesusahan dari perbuatan Marsha adalah Reni, sekretarisnya. Seringkali dia menjadi sasaran amukan Marsha. Wanita yang entah kapan sifat temperamentalnya hadir dan kini semakin parah. Dia harus melampiaskan semua rasa kecewa, sedih dan marahnya yang bermuara menjadi satu di dalam hatinya. Atau dia bisa menyakiti dirinya sendiri. “Reni!!!” teriak Marsha dari dalam ruangan, padahal Marsha yang normal pasti biasanya menelepon Reni dan menyuruhnya masuk tidak berteriak seperti ini. Meskipun meja kerja Reni tepat berada di depan pintunya. “Iya bu,” Reni masuk dengan wajah semrawut tanpa make up, dia bahkan tak sempat mengoles bibirnya karena loadpekerjaan yang sangat banyak. “Ini kenapa proposal dari Vendor baru satu di tangan saya? Saya kan kasih tenggat waktu ke mereka hari ini! Cepat kamu hubungin mereka, sore ini semua proposal sudah ada di tangan saya! Atau saya cut kerjasama dengan mereka!!!” Marsha mendengus kesal. “I..Iya bu, tapi mereka bilang gak sanggup bikin pembiayaan kalau deadlinenya hanya dua hari.” “Kamu pikir saya perduli?” Marsha kembali menatap layar laptop di hadapannya. Reny menghela nafas panjang dan tersenyum sedih lalu keluar dari ruangan beraura neraka itu. Kalau saja perusahaan tidak menggajinya dengan nominal yang besar, tentu wanita itu lebih memilih hengkang dari sini. Tapi sayangnya, bekerja di sini merupakan idaman dari ribuan pelamar kerja dan karyawan di luar sana. Gaji yang ditawarkan cukup tinggi, ditambah tunjangan-tunjangan bahkan liburan ke luar kota dan luar negri. Membuat Reni dan beberapa staf karyawannya betah bekerja dan menunjukkan dedikasi yang tinggi. Baru saja b****g Reni menyentuh kursi, namun suara panggilan telepon sudah berdering, nampak dari Marsha. Diapun bergidik dan langsung mengangkat panggilan itu. “Ya bu,” “Panggil semua tim marketing dan Finance ke ruang meeting, sekarang!” Telepon langsung ditutup sepihak, hingga Reni mengurut dadanya. Tuhan.... siapa saja yang membuat bu bos menjadi seperti ini, tolong kutuk dia! Batin Reni menjerit. Diapun dengan cepat melakukan panggilan ke semua karyawan yang diminta Marsha. Marsha masuk ke ruang meeting tiga puluh menit kemudian, dimana terdapat dua bagian krusial dalam perusahaan yaitu divisi Finance dan Marketing. Nampak wajah mereka pucat ketakutan. Pasalnya mereka tahu bahwa saat ini kesalahan sekecil apapun bisa menjadi bom. Yang tidak segan-segan di ledakkan oleh bos cantiknya itu. “Kalian tahu kenapa kalian semua dipanggil kesini?” semua mata saling menatap satu sama lain, lalu kompak menggeleng. Marsha membantingdocument di hadapannya dan berdiri dengan posisi agak membungkuk menatap mata seluruh karyawan yang ada disitu. Mereka, para karyawan mengkeret ketakutan dibalik kursi nya. “Bagaimana bisa kalian tidak tahu hah!” “Tim Marketing! Berapa budjet yang kalian habiskan untuk melakukan promosi? Dua puluh persen!! Dari pemasukan bulan lalu! Sedangkan akhir-akhir ini usaha kita sedang menurun! Dimana kalian menaruh otak kalian hah!” “Maa...maaf bu...” potong salah satu karyawan pria dari tim marketing, tertulis di name tagnya bahwa dia adalah head divisi tersebut. “Saya belum meminta kamu untuk bicara!” Pria itu menunduk, dalam hatinya merutuki kebodohannya, sepertinya tahun ini dia tak akan mendapat bonus. “Tim Finance! Bagaimana bisa kalian dengan mudahnya mengeluarkan dana untuk hal-hal yang belum terlalu penting? Mulai sekarang, dana sekecil apapun itu yang diminta tim marketing, harus dengan persetujuan saya!” “Hal ini berlaku selama keuangan kita belum kondusif! Jadi tim Marketing, kalian tahu kan apa yang harus kalian lakukan untuk mempercepat kondisi ini!!” tim marketing mengangguk, diikuti oleh anggukan tim Finance. Lalu mereka semua dipersilahkan kembali keruangannya masing-masing. Jangan berfikir bahwa Marsha mempersilahkannya dengan senyum sumringah, karena dia menyuruh parastaff itu dengan mata melotot disertai tatapan membunuh. Hingga para staff yang sebenarnya tidak terlalu bersalah itu meringis sedih. Dan berjalan gontai keluar dari ruangan meeting tersebut. Marsha bersandar pada kursinya lalu memejamkan mata sesaat. Hingga sebuah bayangan hadir dan menari-nari dalam otaknya. Bayangan Kevin yang pertama kali datang ke ruangan ini dan mendekatinya. Bayangan Kevin yang menggodanya dengan tatapan memabukkan, bayangan Kevin yang... ahh Marsha segera terengah, dicengkramnya document yang tadi, lalu dia berjalan cepat keruangannya. Meninggalkan bayangan Kevin dan dirinya yang masih menari-nari di ruang meeting. Reni akhirnya bisa memulas bibirnya yang seperti mayat hidup karena pucat, baru saja dia mengoles bagian atas, sebuah tumpukan kertas terbanting di mejanya. Hingga lipstik itu mencoret ke pipinya. Sedikit kesal Reni melotot ke pembawa document, tapi ditariknya bibir itu keatas sehingga terlihat senyum memaksa yang sangat jelek, karena pembawa dan pembanting document itu tak lain adalah Marsha bosnya. “Ada.. apa bu? Meetingnya sudah selesai?” Marsha mengetuk-ngetukkan heels sepatunya sambil menatap wajah pias wanita yang beberapa tahun ini menemaninya di perusahaan. Lalu dia menghembuskan nafas panjang. Reni masih belum berubah selama ini! Masih tipikal wanita yang hobi memoles wajahnya dengan berbagai alat make up. “Siapkan tiket pesawat. Malam ini saya mau ke Jogja. Kamu sudah hubungin pihak Vendor kan? Bagaimana tanggapan mereka?” “Sudah bu, pukul tiga mereka akan mengirim email proposal yang dibuat.” “Bagus!” Marsha pun masuk ke dalam ruangannya. Meninggalkan Reni yang langsung menelepon pihak Finance untuk memesan tiket pesawat. Seorang office boy membawa Cappucino, menghentikan langkahnya di depan pintu Marsha, dia bahkan menunduk untuk memastikan bahwa warna merah di pipi Reni adalah lisptik. Sambil cengengesan dia menunjuk pipinya. Reni yang sedang menelepon pun, teringat bahwa dia belum sempat menghapus lipstik itu, langsung dia mengambil tissue dan menghapusnya. Office boy tersebut makin cekikikan meledek Reni, segera setelah sambungan terputus, Reni melemparkan tissue bekas lipstik itu ke d**a OB itu sambil bersungut kesal. Dan sukses! Tissue itu mendarat di gelas kopi milik Marsha, sehingga lelaki berseragam itu, meringis dan membatalkan tangannya yang berniat mengetuk pintu Marsha. “Reni!!! Telepon OB yang bikinin kopi saya! Lama banget!” “I..Iya bu,” Reni tergagap, sementara OB itu sudah berlari menuju pantry untuk menyeduh ulang kopi milik bosnya itu. “Ahhh sial banget sih!” Reni hampir saja menangis dan ingin mengundurkan diri, kalau saja dia tidak ingat bahwa masih ada cicilan mobil dan rumah yang menantinya tiap bulan. *** Marsha sampai di hotel Yogyakarta lewat tengah malam, reseptionist hotel menyambutnya dengan ekpresi yang sangat terkejut, pasalnya biasanya kalau ada kunjungan dari para petinggi, pihak hotel akan menerima email pemberitahuan terlebih dahulu. Melihat dari pakaian Marsha yang masih mengenakan baju kerja formal,reseptionist itu bisa menyimpulkan bahwa kehadiran bos besarnya itu bukan untuk liburan. “Kemana Manager kalian?” Marsha memandang ke seluruh karyawan bagian pendaftaran, namun tak diketemukan sesosok pemimpin disana. “Sudah pulang bu, jam kerjanya sudah habis.” Jawab Reseptionist cantik itu sambil menggigit bibir bawahnya. Di hotel Marsha sendiri, memberlakukan sistem shifting untuk semua bagian, pekerja wanita yang hanya mendapatkan dua shift dan shift terakhir hanya sampai pukul satu malam, sementara pekerja pria memegang tiga shift. “Nanti kamu hubungin dia, bilang kalau saya ingin ketemu pagi-pagi sekali. Oke!” Marsha tanpa senyum berjalan ke lift dan menekan tombol ke atas. Tubuhnya lelah sekali, beberapa hari ini dia memang sangat sibuk, demi mengusir bayangan Kevin yang selalu menghantuinya. Hanya inilah pelampiasannya. Bekerja terus bekerja hingga tak ada celah di otaknya untuk sedikit saja memikirkan Kevin. Namun semua tak berjalan sesuai rencana karena Kevin telah menelusup ke dalam relung hatinya, dan bagaimana bisa dia melupakan Kevin, sementara setiap aliran darahnya mengalir nama Kevin. “Untung tadi gw gak balik cepet!” desis reseptionist itu yang dibalas anggukan oleh rekan-rekan kerjanya. Mereka bersama luruh ke kursi yang diduduki, sebagian bahkan menarik nafas panjang, karena aura membunuh Marsha sangat pekat. Mereka tahu dari kantor pusat kalau akhir-akhir ini Marsha sedang bertempramen buruk, entah apa sebabnya. Dan gosip mengenai hubungannya dengan Kevin pun menyeruak. Yang mereka, para karyawan tahu, bahwa Marsha dan Kevin akan segera bertunangan. Karena memang selama beberapa waktu lalu, Kevin dengan sangat terbuka menunjukkan perhatiannya ke Marsha di kantor tempat mereka bekerja. Kevin tak malu menutupi bahwa dia memang mencintai wanita itu, terlihat dari hampir tiap hari pria itu mengirimi Marsha bunga, cokelat, makanan dan benda-benda romantis lainnya, yang membuat reseptionist meleleh dan berangan untuk menjadi Marsha. Makanya mereka pun bingung kenapa Marsha menjadi marah-marah? padahal belum lama ini dia terlihat seperti wanita yang paling bahagia di dunia. Pagi-pagi sekali Marsha sudah duduk di tepian kolam renang, matahari bahkan belum muncul ke permukaan, namun disampingnya sudah ada s**u cokelat hangat ditambah roti bakar yang memang belum disentuhnya, karena dia sibuk membalas email dari investor dan vendor mengenai kerjasamanya. “Pagi bu Marsha,” Sapa seorang pria yang usianya sudah cukup tua, beliau adalah manajer disini, bekerja sejak hotel ini masih di kelola kakek Mario, usianya mungkin lebih tua dari Shane, papa Marsha. Lelaki tua yang bernama Bagus itu duduk di kursi seberang Marsha. Sementara Marsha menatap lelaki itu dengan agak malas dan mengalihkan pandangannya ke ipad di tangan. “Saya tidak tahu, kalau kamu mau kesini? Saya ikut senang mendengar kalau pak Shane sudah sembuh total, dan saya ingin mengucapkan selamat atas pertunangan kamu dengan Kevin, ahh rasanya baru kemarin saya menggendong kamu di punggung layaknya seekor kuda, tapi sekarang kamu sudah mau menikah saja. Waktu cepat sekali berlalu...” Marsha mendengus, dengan agak kasar di letakkan ipad itu di meja, sementara tangannya mengambil s**u coklat dan menghabisinya dalam sekali minum. “Sepertinya bapak sudah terlalu tua bekerja disini ya, ucapan bapak sering melantur,” Bagus tersentak mendengar ucapan Marsha yang didengarnya cukup kasar. Padahal dia tahu selama ini Marsha bukan tipe orang yang suka marah-marah atau berkata kasar. Diapun memastikan bahwa rumor mengenai perubahan sikap Marsha benar adanya. “Maaf bu Marsha, kalau boleh tahu ada apa? Apa ibu mau konsultasi ke orang pintar? Mungkin ada makhluk halus yang mengganggu ibu hingga seperti ini? Atau....” “Bapak mau pensiun dini? Mau dipecat? Atau mau berhenti bicara? Pusing saya dengernya!” Marsha menggeram, kalau saja lelaki ini bukan orang kepercayaan kakek, dia pasti sudah memecatnya, bahkan kalau perlu menendangnya ke kolam renang, tak perduli usianya yang sudah tua. Makhluk halus dia bilang? Ya meskipun tangan Kevin memang halus apalagi sentuhannya... ahhh lagi-lagi Kevin, Marsha menggeleng keras berusaha menghilangkan lagi bayangan Kevin. “Sebaiknya Pak Bagus sekarang menyiapkan semua laporan keuangan selama dua tahun belakangan ini, secara mendetail. Saya tunggu dua jam dari sekarang.” Nah kah Marsha mulai lagi mengintimidasi bawahannya, meski merasa berat, Bagus langsung berdiri dan membungkuk pamit untuk menyiapkan laporan sedetail-detailnya. Ketika berjalan beberapa langkah, Marsha memanggilnya kembali, sehingga Pria itu memutar tubuhnya. “Saya tidak mau ada tulisan biaya lain-lain atau biaya tak terduga dalam laporan itu.” Marsha kembali mengambil Ipad dan menekuri pesan yang masuk ke emailnya. Bagus meringis sambil membungkuk, dua jam untuk dua tahun, apa sebaiknya dia mengundurkan diri saja ya? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD