Marchell membuka pintu apartemen Kinara dan mencari wanita yang diketahuinya sudah pulang kerja itu ke seluruh ruangan.
Ketika terdengar suara guyuran shower hatinya lega, ternyata wanita itu sekarang sedang mandi. Maka diapun memutuskan menonton televisi dan menyandarkan tubuhnya ke sofa nyaman itu.
Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya dari Kevin. Menyatakan kalau Marsha menerima lamarannya dan mereka akan melangsungkan pernikahan secepatnya.
Mata Marchell mendadak panas, pikirannya merasa senang bahwa sebentar lagi adiknya akan melepas masa lajang bersama pria yang dicintainya.
Namun tidak dengan hatinya, Marchell bahkan harus menepuk dadanya cukup keras karena sebuah rasa yang menyakitkan yang tercipta begitu saja.
“Heiii...” Kinara memeluk Marchell dari belakang, Marchell menghela nafas panjang dan mendongakkan kepalanya, menatap wanita yang kini ada di dekatnya.
Dengan mengenakan kimono handuk, juga rambut basahnya yang digulung dengan handuk putih keatas kepala, mempertontonkan leher jenjangnya yang mulus, juga belahan dadanya yang terlihat jelas, karena pasti dibalik kimono itu dia tidak mengenakan selembar pakaianpun.
Marchell berdiri dan melepaskan pelukan Kinara yang mengalungkan tangan di lehernya.
“Aku mau pulang ya,” Kinara berjengit lalu memutar tubuhnya ke depan sofa, ke hadapan Marchell.
“Kenapa?” Marchell menggeleng lemah, diapun berjalan menjauhi Kinara, merasa ada yang tidak beres, Kinara memeluk tubuh Marchell dari belakang, hingga Marchell dapat merasakan benda kenyal menempel di punggungnya.
“Angkat telepon kamu Nar,” Kinara mengalihkan pandangan ke meja, sebuah panggilan masuk dari rumah sakit.
“Selama ini, kamu bilang aku lebih mementingkan Pasien dibanding kamu. Sekarang kamu bisa lihat sendiri kan. Aku akan lebih mentingin kamu dibanding apapun di dunia ini.”
“Jangan kayak gini Nar,” Marchell membuka tangan Kinara dan menghadapnya.
“Kenapa? Apa karena Marsha? Kapan sih kamu bisa lebih mikirin perasaan aku dibanding adik kamu, aku cinta sama kamu Chell, seluruh hati aku hanya ada kamu.” Suara Kinara melembut, dia mengecup bibir Marchell lama, namun lelaki itu hanya diam tidak membalasnya hingga Kinara memundurkan wajahnya, menatap Marchell sendu.
“Kamu gak perlu lakuin itu, kamu harus bisa cari cowok yang mencintai kamu dan kamu cintai juga.”
“Aku Cuma mau sama kamu,”
“Tapi aku gak bisa!” tatapan Marchell terasa tajam dan dingin, Kinara dapat merasakan itu.
“Kenapa? Apa ada yang salah sama tubuh aku? Selama ini aku nahan hasrat aku demi kamu Chell, aku wanita dewasa yang juga butuh hubungan biologis! Kamu bisa seenaknya melampiaskan hasrat kamu dengan wanita lain! Sementara aku? Bahkan kamu selalu melarang aku menyentuh bagian vital dalam tubuh kamu. Kenapa?” Marchell masih terdiam menatap manik mata Kinara yang kini sudah berembun, bahkan airmata itu jatuh begitu saja melewati pipinya.
Kinara menarik tali yang mengikat di pinggangnya dan membuka jubah mandi itu, membuangnya kelantai. Hingga mata Marchell membesar melihat tubuh telanjang wanita di hadapannya itu.
“Jujur sama aku Chell, apa kamu gak pernah tergoda sama tubuh aku? Apa kamu gak pernah ingin mencicipinya walau sedikit selama hidup kamu? Disini? Disini?” Kinara terlihat frustasi, dia menarik tangan Marchell ke arah bukit kembarnya menyapukannya disana, dan mengusap tangan itu ke bagian perutnya menuju k*********a, namun Marchell menarik tangannya dengan kasar, sebelum menyentuh mahkota paling berharga yang selama ini mati-matian dia jaga. Dari nafsunya sendiri!
Marchell mengambil jubah Kinara, berniat memakaikannya namun wanita itu menarik kasar Jubah tersebut dan membuangnya lebih jauh.
“Nikahin aku Chell! Bilang kalau kamu cinta sama aku, kamu gak usah bohongin perasaan kamu lagi!” Kinara berteriak, sementara Marchell hanya menunduk dan melangkah mundur mengambil jubah itu kembali dengan tangan kirinya.
Lalu dia berjalan mendekati Kinara dengan mata yang berkilat marah. Marah pada dirinya. marah pada kenyataan pahit yang harus diterimanya.
Tangan kanannya menyentuh belakang leher Kinara lalu bibirnya menyapu bibir Kinara dengan keras, ciumannya penuh nafsu dan emosi.
Selama ini bukan tidak tertarik, dia tentu sangat tertarik dengan wanita itu, tapi dia menekan egonya dalam-dalam, karena tidak ingin ada yang tersakiti. Meski sebenarnya dialah yang paling sakit.
Masih tak melepaskan pagutannya, kini kedua tangannya menyampirkan jubah Kinara ke tubuh telanjang wanita itu, memeluknya dengan kencang seolah tak ingin melepaskannya lagi. Hingga nafas keduanya terengah.
Lalu dia menempelkan keningnya ke kening Kinara.
“I Love you... jadi tolong jangan lakuin itu lagi. Maafin atas semua perbuatan aku ke kamu. Kita memang gak bisa bersama. Kamu harus ngerti itu.” Marchell mengecup kening Kinara dengan mata yang basah, air matanya bahkan menetes ke wajah gadis itu. Pun dengan Kinara yang terisak.
Lalu dengan langkah cepat dia pergi meninggalkan Kinara, dengan luka yang dia tancapkan.
Sepeninggal Marchell, Kinara menjatuhkan tubuhnya kelantai dan menekan dadanya kuat-kuat, dia memang mendengar pernyataan cinta dari Marchell pernyataan yang beberapa tahun ini selalu ditunggu keluar dari mulut Marchell, namun kenapa rasanya justru menyakitkan? Seolah bumi tengah menghimpitnya sekarang.
***
Marchell berkendara dengan kecepatan tinggi meninggalkan apartmen Kinara, tempat yang paling sering dikunjungi selain Restorannya.
Semenjak Kinara membeli apartemen itu setahun lalu, dialah orang yang paling sering berkunjung. Kinara bahkan memberikannya satu kunci agar lelaki itu mudah keluar masuk dalam huniannya.
Mata Marchell nyalang dengan jejak air yang basah dipipinya. Jarinya merogoh saku celana, mengambil sebuah cincin yang tadinya akan diberikan untuk melamar Kinara.
Cincin berwarna emas, dengan ukiran hati dan permata putih di sekitar hati tersebut. Dia memang berniat melamar Kinara kalau saja Marsha tidak menerima lamaran Kevin.
Marchell menekan tombol untuk membuka kaca jendela mobilnya, lalu melemparkan cincin itu keluar sekuat tenaga, bersamaan dengan tetesan air mata sialan yang sudah ditahannya namun tetap jatuh itu.
Pikirannya menerawang ke kejadian kemarin malam, ketika dia bersama Kevin di sebuah bar.
Marchell dan Kevin duduk di meja bartender dan menyesap minuman, suara hingar bingar musik yang memekakkan telinga tak diperdulikannya. Mereka asik ngobrol hingga sampai ke sebuah pembahasan.
“Besok gw mau lamar Marsha, gimana menurut lo?” lampu diskotik itu mampu menyamarkan ekspresi terkejut dari Marchell, dia fikir dia masih punya waktu lama untuk terus bersama Kinara. Namun dia sadar jika memang selama ini yang ada di hati Kevin adalah Marsha, pun dengan Marsha. Masih teringat jelas di benaknya, dulu beberapa hari setelah Kevin pergi, Marsha jatuh sakit. Tubuhnya demam dan dia mengigau menyebut nama Kevin.
“Heh, bengong lagi!” Kevin menepuk bahu Marchell
“Yaudah lamar aja, tapi kalau ditolak gimana?”
“Gw bakalan mundur.”
“Secepat itu? Gak mau berjuang dulu?” Kevin menggeleng yakin,
“Gak perlu, kalau memang dia jodoh gw, kalau memang dia cinta sama gw, gw yakin dia bakal nerima gw, tapi klo dia nolak gw,,, itu berarti dia gak cinta sama gw, buat apa gw lanjutin hubungan itu lagi.” Sudut bibir Marchell terangkat, jika saja, ya jika saja Marsha menolaknya itu berarti kesempatannya untuk meminang Kinara.
Dia sadar sejak pertama kali dia jatuh cinta dengan wanita itu, ketika mereka masih SMA. Kinara yang menjadi korban bully karena wajah cantiknya yang mampu menggaet pria seantero SMA.
Hingga membuat para wanita blingsatan merasa mempunyai saingan yang hebat, saat itu Kinara baru saja masuk sekolah SMA yang sama dengan dirinya dan Marsha.
Hingga akhirnya dia membungkam semua orang dengan mengatakan kalau Kinara adalah miliknya, mematahkan gadis-gadis yang diam-diam menaruh hati padanya. Mematahkan cowok-cowok yang mengagumi Kinara.
Marsha pun ikut membantu melawan balik wanita-wanita yang membully Kinara, karena Kinara sudah lebih dari saudara baginya.
Marchell sudah jatuh cinta pada wanita itu sejak pertama dia menggenggam tangan Kinara dan mengajaknya pulang bareng satu mobil lalu mencuri ciuman pertama gadis itu.
Sejak saat itu hatinya telah terpatri pada Kinara, meskipun dia tak pernah mengatakannya karena dia tahu pasti kalau Kevin masih menyimpan perasaan yang besar dan semakin besar terhadap Marsha, adik kembarnya.
Lamunannya buyar ketika dari arah berlawanan ada sebuah truk yang hampir menambrak mobilnya. Truk itu mengklakson Marchell dan juga memakinya karena jalan melewati jalur lain.
Marchell pun menepikan mobilnya, bersandar pada kemudi, menenggelamkan wajahnya disana. Lalu mengumpat dan memukul kemudi itu berkali-kali.
Hatinya hancur berkeping-keping saat ini, sakit memilih antara perasaannya atau kebahagiaan adiknya. Dan sudah tentu dia lebih memilih Marsha, saudara yang selalu bersamanya sejak dalam kandungan, bukan! Mungkin sejak mereka berdua masih dalam berbentuk s****a di tubuh Shane, papanya.
***