16 - Tiga Pesona

1207 Words
Mendengar Raden Adipati Soeryo mengangkat pembasahan tentang perjodohan, Sang Putra, Raden Adipati Cahyo yang juga berada dimeja sama, tampak mulai memasang senyum. Menatap Kirana dengan sorot mata penuh kebanggaan. Mendapati cara Raden Adipati Cahyo memandang kearahnya, Kirana pada sudut lain justru menjadi tak nyaman. Menundukkan wajah coba menghindari situasi saling tatap. Sikap menunduk Kirana, malah membuat senyum Raden Adipati Cahyo semakin melebar. Salah sangka menganggap sosok pujaan hatinya tersebut, sedang tersipu malu. Terpesona oleh ketampanan wajahnya. "Lagi-lagi tentang itu!" Raden Mas Adiwangsa, mengucap kalimat untuk mulai menanggapi topik diangkat oleh sahabatnya. Raden Adipati Soeryo. Bupati Tuban. "Bukankah sudah kukatakan Soer, Kirana masih terlalu muda! Kalau mau membahas hal-hal terkait perjodohan, nanti saja kalau ia sudah menginjak 20 tahun!" "20 tahun terlalu lama Di…! Masih tiga tahun lagi!" tanggap Raden Adipati Soeryo cepat. "Lagipula, kau ini cukup aneh! Bukankah sudah wajar anak gadis seusianya menikah?" lanjut Raden Adipati Soeryo. Merujuk pada tradisi Jawa, itu memang sudah biasa gadis seusia Kirana menikah. Jangankan 17 tahun, bahkan yang berusia 14 atau 15 tahun juga banyak sudah dinikahkan. Pada kalangan masyarakat biasa, itu lebih jauh lagi, di pedesaan, akan cukup banyak dijumpai anak gadis dibawah 14 tahun sudah dijodohkan. Kembali pada kebiasaan pasangan suami-istri Jawa yang gemar memiliki banyak anak, seperti berbanding lurus dengan usia pernikahan anak gadis dilakukan secara terburu. Itu seolah pihak orang tua, ingin segera melepas beban. Memberikan anak gadis pada lelaki keluarga lain untuk mengambil alih tanggung jawab menghidupi sebagai suami. "Terserah aku! Orang aku bapaknya!" dengus Raden Mas Adiwangsa. Terlihat cukup tak senang jika ada yang mengangkat pembahasan tentang ingin menyunting Kirana. Belum rela harus melepas anak gadis kesayangannya tersebut. "Ahhh kau ini… Bapak yang terlalu berlebihan! Nanti anak gadismu nan cantik ini keburu berumur! Kan gak lucu!" tanggap Raden Adipati Soeryo. Sedikit bercanda. "Hmmmm… Memang kenapa? Toh aku masih cukup mampu menghidupi!" "Hei Di… Cahyo ini, Putraku, selain pelajar HBS, statusnya sudah jelas, nanti menggantikan aku jadi Bupati Tuban! Kurang apa coba! Wajahnya juga tampan, gagah begini!" ucap Raden Adipati Soeryo. Kalimat yang bersambut Raden Adipati Cahyo, berkembang menjadi semakin penuh bangga wajahnya. Tak henti memandangi Kirana yang masih bertahan menunduk. "Hmmmm… Sekedar pelajar HBS dan calon Bupati, banyak diluaran sana! Juga ingin melamar Kirana! Jadi tak perlu begitu berlebihan!" tanggap Raden Mas Adiwangsa. Cukup pandai memainkan kalimat untuk kembali menarik kebawah upaya meninggi baru dilancarkan sahabatnya. "Kau ini ahhh… Memang banyak, tapi ya masak kau mau menolak besanan denganku? Sahabatmu semenjak remaja?" Raden Adipati Soeryo, tak menyerah. Terus mengejar. "Tuan-tuan sekalian! Para undangan yang terhormat…!" Perbincangan duo sahabat, baru terhenti saat suara khas Hong Kui, terdengar tampak hendak membuka acara. Saudagar Tionghoa ini benar-benar memilih waktu tepat bagi Raden Mas Adiwangsa. Menyelamatkan dari topik pembahasan yang mulai berkembang membuatnya kesal. "Nahhh… Acara dimulai! Lebih baik kau diam Soer!" dengus Raden Mas Adiwangsa. "Ya…" Raden Adipati Soeryo sendiri, menanggapi singkat tampak masih belum cukup puas. Jelas akan melanjutkan topik pembahasan ketika nanti acara selesai. "Sebelumnya, aku Hong Kui, ingin menyampaikan rasa terimakasih sebesar-besarnya pada tiap yang telah menyempatkan waktu, berkenan untuk datang memenuhi undangan acara pesta selamatan pembuka Toko Purnama sederhana ini!" Hong Kui, melanjutkan kalimat pembuka acara, dengan menyebut pestanya sebagai pesta sederhana. Coba merendah, namun jelas sekedar permainan kalimat formal karena dari raut wajah yang mana tampak antusias tiap saat, menunjukkan itu sebaliknya. "Terutama untuk Tuan Willem van der Beele, pemilik perusahaan pertanian der Beele. Juga Putra Tuan Jan van der Beele, Asisten Resident Kota Surabaya, yang saat ini sedang duduk dimeja jamuan utama!" "Suatu kehormatan tak terbayang anda berkenan hadir memenuhi undangan Hong Kui ini!" Melanjutkan agenda promosi, memaksimalkan sepenuhnya potensi besar dari kehadiran Willem untuk mendongkrak popularitas, Hong Kui memakai nama Willem sebagai sosok pertama dalam kalimat sambutannya. Kembali mengenalkan identitas Willem dengan intonasi nada dibuat sekeras mungkin. "Selain Tuan Willem, juga tak tertinggal sosok terhormat lain di meja sama…" Hong Kui menyebut satu persatu nama dan identitas kaum Totok Eropa dimeja kehormatan bersama Willem. Tak ingin rugi sedikitpun memaksimalkan semua potensi bisa ia raup dengan kehadiran tak terduga sosok-sosok penting ini. "Kemudian, aku Hong Kui, Saudagar Sederhana, menyampaikan rasa terimakasih kepada para pembesar Ningrat! Para Bupati yang berkenan hadir!" Cukup terstruktur, pasca kaum Totok Belanda, Hong Kui ganti mengucap penghargaan kepada sosok-sosok Bupati, tentu tak tertinggal menyebut satu persatu nama serta kedudukan wilayah mereka menjabat. Sambutan, berlanjut kepada para Pelajar HBS, baik itu golongan Indo, maupun Ningrat Jawa, anak-anak pembesar Pribumi. Ditutup kemudian dengan Hong Kui, menyampaikan rasa terimakasih terakhir kepada tokoh-tokoh pemuka masyarakat sekitar yang ia undang. "Dengan ini, aku Hong Kui, menyatakan acara pesta selamatan dari pembukaan Toko Purnama, resmi dimulai!" Menutup kalimat, sambutan Hong Kui berbalas tepuk tangan dari undangan hadir. Tepuk tangan cukup meriah yang membuat wajah Hong Kui, berkembang memerah dipenuhi rasa puas. Begitu cerah sorot matanya. "Terimakasih… Terimakasih… Aihhh…." Menyempatkan untuk beberapa saat menikmati tepuk tangan meriah, Hong Kui lantas melanjutkan dengan membuat gerak tangan tanda isyarat tertentu. Bersama tanda dibuat, sosok gadis muda keturunan Tionghoa, dimana memiliki paras cantik, berjalan naik keatas panggung. Gadis muda ini lekas menjadi pusat perhatian, karena selain berparas cantik, memiliki rambut hitam lurus tampak indah, ia juga mengenakan pakaian khas etnis Tionghoa. Pakaian cukup ketat yang menampilkan tiap lekuk tubuh menonjol pada beberapa titik. Membangkitkan hal-hal tertentu gairah kaum lelaki. Sampai diatas panggung untuk berdiri tepat disebelah Hong Kui, gadis muda membuat gerak sedikit menundukkan kepala tanda penghormatan kepada para tamu. Melengkapi aksi anggun dengan senyum simpul yang meski tampak sederhana, itu sangat mempesona dimata para undangan. "Acara selanjutnya, akan dipandu oleh Keponakannku ini, Hong Shiu!" Hong Kui, menjawab rasa penasaran tiap orang dengan perkenalan. Menyampaikan bahwa gadis Tionghoa berparas ayu disebelahnya, dimana kedepan akan menjadi pemandu acara, tak lain Keponakannya sendiri. Nyatanya, tak sekedar kaum Ningrat Pribumi tertarik pada Hong Shiu. Beberapa Indo bahkan Totok Belanda dimeja Willem, menampilkan sorot mata penuh minat. Meskipun memang jika dibandingkan dengan Kirana, Hong Shiu masih berada sedikit dibawah, tetap saja menyenangkan ketika ada penyegar mata tambahan hadir di acara pesta. Ditambah fakta meraih Kirana tampak cukup sulit dengan sikap Raden Mas Adiwangsa yang protektif, serta kenyataan dari persaingan ketat antar anak pembesar, Hong Shiu yang merupakan Keponakan Hong Kui, seperti masih terbuka dapat dijangkau. Selain Kirana dan Hong Shiu, sebenarnya ada satu lagi sosok wanita yang menjadi pusat perhatian karena memiliki paras sangat mempesona. Tak lain tentu saja Belinda van Berg. Memiliki wajah cantik, lengkap dengan postur tubuh khas orang Eropa, tinggi semampai berambut pirang, tubuh ideal menonjol pada beberapa titik yang tumbuh terlalu indah bahkan saat itu ia masih remaja, Belinda dapat bersaing cukup baik jika harus mengadu pesona dengan Kirana dan Hong Shiu. Tiga gadis ini, pada dasarnya memiliki kekhasan masing-masing. Hong Shiu khas Tionghoa, Belinda Eropa, serta Kirana, perpaduan sempurna Jawa-Arab. Yang membedakan mungkin cuma satu hal, saat tiap undangan hadir bebas melayangkan tatapan penuh minat kepada Kirana atau Hong Shiu, Belinda jelas kasus berbeda. Tak ada berani menatapnya secara langsung. Tiap sosok ingin menikmati keindahan, sekedar bisa mencuri lirikan singkat. Bagaimanapun juga, Belinda adalah seorang Totok Eropa. Terlebih bukan gadis Totok Belanda biasa, merupakan anak dari Tuan Besar Asisten Resident Kota Madiun. Memiliki status sama tinggi dengan sosok Willem. "Baiklah… Saya undur diri! Memberi penanganan selanjutnya, pada Hong Shiu selaku pemandu acara!" Hong Kui, menyempatkan tersenyum lebar. Memberi salam penutup untuk kemudian berjalan menuruni panggung utama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD