“Ok, agar liburan ini lebih berarti saya ingin menawarkan beberapa acara, dan untuk diketahui acara ini tidak mengikat siapapun jadi apabila ada diantara kita tidak dapat ikut ataupun malas untuk ikut berkumpul tak mengapa,,,” Sebagai calon pemimpin yang baru pada anak perusahaan, Rangga mencoba menunjukkan power dengan gayanya sendiri.
Bibir Rangga dengan tenang memaparkan beberapa ide acara yang ada dikepalanya, dan tampaknya semua yang ada disitu mengaggukkan kepala tanda setuju. Tanpa disadari yang lain, tampak sepasang mata penuh rasa kagum terhadap pribadi Rangga yang tenang dan terkadang cukup humoris. Obrolan berlanjut pada hal-hal yang ringan.
Ivan yang mencoba mendekati Andini dengan menawarkan sepotong kentang goreng yang sudah jatuh kelantai, ulah Ivan itu tentu saja membuat Andini terpingkal. Raditya yang paham dengan gelagat Ivan mencoba memberi tempat dengan alasan mengambil wedang jahe untuk gelasnya yang memang telah kosong.
Gazebo itu memang terbilang cukup besar dengan atap daun nipah, dengan beberapa tempat duduk yang terbuat dari batangan-batangan pohon dipotong seukuran kursi yang diletakkan secara acak. Empat buah meja dari batu besar berwarna hitam sepanjang satu meter terletak disetiap sudutnya. Suara canda dan tawa mulai mengalir menandakan keakraban yang mulai terjalin, sungguh suasana keakraban yang sangat hangat, sehangat wedang jahe yang dihidangkan Lik Marni, istri Mang Onoy.
Namun siapa yang menduga kehangatan tersebut dalam beberapa jam kedepan akan menjadi sangat panas, dihias berbagai desahan dan jeritan yang tertahan dari para betina, berselimut rasa solidaritas penjantan terhadap pemiliknya.
Pak Wisnu sesekali melirik tubuh Lik Marni yang telah menyulap dirinya dengan pakaian ala pelayan dengan kain kebaya lengkap dengan jariknya, sementara Mang Onoy mengenakan celana hitam yang longgar dengan kain sarung yang dilipat rapi. Harus diakui, Lik Marni memang memiliki wajah yang manis khas wanita jawa pesisir, meski kulitnya sawo matang namun tubuhnya begitu kencang mendukung gerakannya yang lincah dalam melayani berbagai permintaan para tamu cottage.
Pak Wisnu meneguk ludahnya ketika Lik Marni berjalan menjauh, meninggalkan pemandangan yang begitu indah, bokongnya yang cukup besar berayun gemulai seakan mengundang untuk dijajal. Dan sepertinya bukan hanya Pak Wisnu yang tertarik dengan olah gerak dari tubuh wanita muda itu, karena tatapan Raditya dan Ivan pun tak terlepas dari geol nakal tubuh yang terbalut erat kain khas wanita desa itu.
Mang Onoy yang menangkap tatapan nakal para lelaki hanya tersenyum, dirinya telah terbiasa menghadapi para tamu yang menunjukkan minat pada tubuh istrinya.“Silahkan disantap tuan-tuan, kalo ada keperluan lain bisa memanggil saya atau istri saya,” ucap Mang Onoy sambil tersenyum penuh makna, lalu pergi meninggalkan gazebo.
Rangga yang sibuk meladeni celoteh manja Rianti beberapa kali melotot melihat ulah Aira sepeninggal Ivan. Tampaknya wanita itu telah begitu pandai menonjolkan keindahan tubuhnya, dengan tatapan genit sesekali Aira merentangkan sayap pahanya dengan begitu lebar memamerkan paha sekal dan selangkanngan yang terbalut kain putih.
Ada sensasi luar biasa pada diri Rangga dan Aira ketika berusaha untuk saling memberi dan menerima keindahan ditengah hiruk pikuk tawa dan canda. Untuk kesekian kalinya Aira merentangkan kakinya, hanya saja kali ini lebih lama dari sebelumnya, seakan mempersilahkan kepada Rangga untuk lebih mengenali bagian paling sensitifnya.
Sementara matanya bersiaga mengawasi sekelilingnya. Untung tak dapat dicegah, Zahra yang masih penasaran dengan keindahan pulau itu mengajak Rianti untuk sedikit berjalan-jalan. Bagi Zahra sinar mentari senja yang menapaki setiap bulir pasir dapat menghadirkan ketenangan. Langkah kaki Zahra dan Rianti tampaknya diiringi oleh yang lain.
Kini tinggallah Rangga yang semakin bebas melumat pemandangan di hadapannya, tapi Rangga harus mendengus kecewa ketika Aira beranjak dari tempat duduknya dan menuju kearahnya. Dan kini wanita itu telah duduk di sampingnya, dan terhentilah semua pemandangan itu.
“Aku lebih berharap kau tetap duduk di sana dan menikmati hidangan yang kau tawarkan,” ucap Rangga dengan suara sepelan mungkin.
“Ooo Ya?,, apakah kau tidak ingin mencicipi hidangan itu,” jawab Aira dengan suara tak kalah pelan. “kapan lagi kau akan mengambil upah atas terapi nakal mu ini,” belum sempat Rangga menjawab Aira telah beranjak, namun wanita itu tidak menuju pintu cottage tapi kearah samping kebagian salah satu sisinya.
Dengan pandangan penuh kemenangan Rangga menatap Raditya dan Pak Wisnu yang tertinggal di cottage.
“Ga,,, jangan langsung dihabisin, sisain gue buat ntar malam,” teriak Pak Wisnu sambil tertawa, yang dijawab Rangga dengan mengacungkan jari tengah.
“Om, Ntar malam, Adit pinjam tante ya?,,,” ucap Adit dengan sedikit ragu dan takut.
Pak Wisnu tertawa terbahak, “Emang kamu sanggup ngeladenin tantemu itu? Hati-hati lho dia itu predator daun muda,” bisik Pak Wisnu menggoda Adit. Wajah Raditya sumringah setelah mendapatkan lampu hijau dari Pamannya.
***
Bersambung....