Dibantu Aira, Rangga akhirnya memilih melepas kain yang menghalangi usaha birrahinya. Debaran jantung Aira yang berdetak cepat, menunggu pertemuan kedua kulit kemalluan mereka, dapat dirasakan oleh Rangga.
“Eemmhhpp,,,” erangan Aira tertahan ketika vagginanya mulai menerima kepala pennis Rangga, cukup sulit memang bagi Rangga untuk melesakkan pennisnya ke vaggina yang ternyata belum terbiasa dengan batang sebesar miliknya, apalagi dengan posisi memeluk Aira yang telungkup. Dengan berdiri pada kedua lututnya Rangga menarik bongkahan panttat semakin menungging membuat vaggina Aira semakin merekah. Mungkin dengan begini pennisnya dapat lebih mudah melakukan ekspansi pikir Rangga.
“Aarrggaa,,, gaaa,,” Aira terpekik ketika Rangga sedikit memaksakan kepala pennisnya menjelajah lebih jauh, meskipun sudah sangat basah tetap saja begitu sulit. Jemari Aira mencengkram tangan Rangga dengan kuat untuk meredam perih yang dirasakannya.
Tapi panttat itu terus saja menyorong ke belakang, seakan meminta Rangga untuk terus menghujamkan pennisnya. Sesekali bergoyang untuk memuluskan jalan masuk dari batang besar yang terus menohok semakin dalam.
“Taahhaaannn,, duluu,,Gaaa,,” dengus Aira, sambil meminta Rangga kembali memeluk tubuhnya yang telungkup. “Asal kamu tauuu,, pennismuu ituu terlaalu besar untuk kemalluankuu,, dan ini adalah pennis pertama selain milik suamiku yang kubiarkan memasuki tubuuhhkuuu,,” seru Aira pada Rangga yang sibuk menciumi pipinya.
“Lalu,,,” jawab Rangga dengan enteng.
Jawaban Rangga yang begitu santai tentu saja membuat Aira menjadi jengkel. Rangga yang melihat wajah Aira yang cembetut dengan bibir yang manyun segera mendaratkan bibirnya dan dengan dengan cepat lidahnya masuk mencari-cari tuan rumah dari bibir indah itu.
Aira memang tidak begitu mahir dalam permainan lidah, karenanya dirinya membiarkan saja lidah Rangga menulusuri rongga mulutnya. Sesekali lelaki itu menyedot lidah Aira dengan kuat membuat wanita itu kalang kabut tak dapat bernapas.
“Aaaarrgghhhmm,,” tiba-tiba bibir Aira terlepas, menggeram kencang. “Sedalam apalaaagi kaaau mauu menusuk kemalluanku Gaaa,,,” lengkingan Aira semakin menjadi ketika Rangga terus saja menohok vagginanya, meskipun batang itu telah sampai kepangkal rahimnya.Aira tidak menyangka jika pennis itu masih dapat masuk lebih dalam lagi, dan serangan Rangga yang begitu tiba-tiba membuatnya terkejut.
“Mungkin ini sudah cukup,” jawab Rangga setelah yakin pennisnya tak dapat masuk lebih jauh lagi. Dengan perlahan Rangga mengayun pennisnya mencari kenikmatan yang dihidangkan dengan sukarela oleh tubuh istri temannya itu. Panttat Aira semakin terangkat, batang besar yang belum pernah dirasakannya itu ternyata mampu memberikan kenikmatan baru bagi dirinya.
Mata Aira terpejam menikmati gesekan otot berselimut daging yang semakin lama semakin keras. Dinding vagginanya mencoba mengenali urat-urat yang menonjol di antara dinding kulit yang telah basah oleh lendirnya.
“Gaaa,,, masukin yang daaalaammm,,,please,” lirih Aira. Dinding rahimnya menagih untuk kembali disapa ketika Rangga asik bermain dipermukaan vagginanya.
“Ranggaaa,,,” teriaknya dengan kesal. Disaat vagginanya begitu mendamba kembali disesaki oleh batang besar itu, Rangga justru mencabut pennisnya. Raut muka Aira yang jengkel membuat wanita itu semakin cantik.
“Sssttsss,,, aku ingin menidurimu, bukan menindihmu seperti ini,” bisik Rangga sambil membalik tubuh Aira dan melepas kaos serta bra yang masih melekat, dengan nakal telujuk dan jempol Rangga memelintir putting merah muda yang telah terpampang di hadapannya.