Meski dalam masa subur Aira tidak ingin memupus kenikmatan yang tengah dinikmati pria di atas tubuhnya itu. Dibiarkannya aliran sperrma yang hangat memenuhi rongga rahimnya, apapun yang terjadi nanti biarlah terjadi. Namun yang pasti saat ini dirinya begitu menikmati kepuasan yang terpancar dari wajah seorang pria yang bukan suaminya, terus memburu rentetan kenikmatan orggasme dari tubuh telanjjangnya.
Ada kepuasan dibatin Aira melihat wajah dan tubuh Rangga yang bermandikan keringat tersenyum kelelahan, dipeluknya kepala Rangga dan menempatkan wajah yang dihias kumis tipis itu diantara payyudaranya. Obrolan ringan mengalir dari mulut mereka tanpa ada niat memisahkan dua kemalluan yang masih bertaut berselimut kehangatan lendir-lendir cinta mereka.
“Dugaanku tidak meleset, ternyata kamu memang luar biasa,” ucap Rangga sambil menyisir alis Aira dengan telunjuknya. Keringat dari pacuan birrahi yang baru saja selesai masih terus keluar dari pori-porinya yang halus.Tubuh Rangga memang lebih besar dari suaminya, dengan badan atletis yang selalu terjaga. Dan Aira merasa tenang berada dalam rengkuhan dan tindihan pria tersebut.
“Hahaha,,, sudahlah,, tak perlu merayuku lagi, kamu sudah mendapatkan segalanya dariku, aku harus mengakui pesonamu begitu mengagumkan, dan aku yakin sudah banyak wanita yang telah berhasil kamu gagahi dan sialnya salah satunya adalah aku,,,. Jadi sekarang, sebaiknya cepatlah kamu kenakan pakaianmu dan berkumpul dengan teman-temanmu di meja makan,” kata-kata Aira yang begitu panjang tak mendapatkan respon dari Rangga yang kini mengukir bentuk bibir Aira dengan jemarinya.
“Ayolah Rangga,, kamu tidak mungkin terus menindih tubuhku, lagipula aku tidak ingin suamiku mendapati kemalluanku melebar karena terus menelan batang besarmu ini,” dengus Aira dengan berpura-pura kesal.
Rangga yang lebih banyak diam dan hanya menatap wajah dan tubuh telanjjang nya, membuat Aira rikuh. Walau bagaimanapun ini adalah pengalaman pertamanya mempersilahkan seorang pria, selain suaminya, dengan bebas menggasak selangkanngannya. Bahkan suaminyapun tidak pernah melakukan itu, biasanya Ivan langsung tergeletak tertidur di sampingnya begitu berhasil menghamburkan sperrma di rahimnya, dan kini ada seorang lelaki yang belum begitu dikenalnya, berlama-lama menindih tubuhnya tanpa melepaskan batang yang menghujam dan masih saja mengeras.
“Apakah kamu benar-benar ingin aku turun dari tubuhmu?” Tanya Rangga sambil mengambil ancang-ancang menjatuhkan tubuhnya ke samping.
“Emhh,, Rangga, jangan membuatku terus merasa malu dong,” rajuk Aira sambil kembali memeluk tubuh Rangga dan menyembunyikan mukanya yang memerah ke dadda bidang Rangga.
Kedua pahanya menjepit erat pinggul Rangga menegaskan bahwa dirinya tidak ingin batang besar itu lepas dari kemalluannya. Rangga hanya tersenyum melihat tingkah Aira, namun kedua sikunya yang terus menahan berat tubuhnya untuk menghindari beban di tubuh Aira sedikit membuatnya capek, akhirnya Rangga berguling ke samping dan menempatkan Aira di atas tubuhnya tanpa melepaskan pennis yang masih mendekam manja.
Wanita itu sempat terpekik, namun setelah mendapati posisi yang memberikan d******i pada dirinya, Aira tersenyum. Dengan percaya diri yang dipaksakan Aira menduduki pennis Rangga dan membiarkan lelaki itu memandangi tubuhnya yang terekspos bebas. Aira sangat ingin memperlihatkan semua kelebihan yang dimilikinya. Aira mengakui tubuhnya lebih berisi dibandingkan wanita lainnya, hampir menyaingi kemontokan tubuh Bu Sofie.
Jemari kanan Rangga terulur menjemput payyudara besar yang menggantung, sementara tangan kirinya menyusuri pinggangnya yang ramping. “Ternyata kamu benar-benar gemuk, untungnya lemak itu berada sesuai pada tempatnya,” desis Rangga saat meremasi kedua b****g Aira yang begitu montok dan membuat batangnya terbenam semakin dalam. “Tapi itu justu membuatmu sial, karena kamu harus melayaniku sekali lagi,”
“Oh ya,,, tampaknya upah yang kuberikan masih kurang, baiklah,,, kamu boleh kembali mengambil upahmu,” balas Aira seraya mengarahkan payyudaranya kebibir Rangga. Tak perlu waktu lama, bibir indah itu kini kembali mendesis menikmati bibir Rangga yang bermain nakal, menjilat, menyedot bahkan mengigiti kedua puttingnya. Tak dihiraukannya telunjuk Rangga yang kini mengusap-usap sekitar annusnya, namun ketika dirasakannya jari itu mencoba memasuki annusnya, Aira terkaget dan dengan cepat mencengkram tangan Rangga.
“Jangan sayang, itu jorok sekali,”
“Tapi aku ingin mengambil upahku di lubang kecil itu,” ucap Rangga dengan merengek manja.
“Yang benar saja Rangga, milikmu tidak akan mungkin cukup masuk ke sana,” tubuh Aira bergidik, vagginanya saja begitu sulit melahap batang besar itu, dan kini batang itu ingin menjajal annusnya yang begitu sempit.
“Jujur saja, istriku telah melayani dua orang pria dengan annusnya, dan itu sungguh nikmat, Ayolah,,,” Rangga bingung bagaimana lagi cara merayu, dirinya begitu terpesona dengan panttat montok itu, dan terus membayangkan bagaimana nikmatnya jika pennis besarnya berhasil melesak masuk dan terjepit diantaranya.
“Istrimu? Rianti? Telah melayani dua pria? Denga annusnya?” kening Aira berkerut terkejut oleh pernyataan Rangga. “Ta,ta,tapi,,, aku tidak berani, itu pasti sakit sekali,” jawab Aira.
“Tuan, makan malam sudah siap, dan sepertinya tuan dan nyonya sudah ditunggu oleh teman-teman untuk makan bersama,” terdengar suara lembut Lik Marni, memutus perdebatan antara keduanya. Rangga kembali memandang mata Aira penuh harap, sekaligus menyampaikan pesan bahwa waktu mereka tak banyak.