Aira harus mengakui sesekali murid-muridnya kadang sedikit beruntung saat dirinya terlupa menurunkan dan menjepit roknya yang selutut ketika duduk dibangku guru. Itu terlihat jelas dari mata mereka berbinar ketika berhasil mendapatkan pemandangan yang indah. Atau ulah penjaga sekolah yang mengiringinya setiap kali dirinya ke kamar kecil yang sebenarnya dikhususkan bagi para guru. Akibat ulah penjaga sekolah yang nakal tersebut Aira berusaha ekstra hati-hati dengan memastikan tidak ada celah lubang untuk mengintip.
Bahkan tidak sekali dua kali, Kepala sekolah tempatnya mengajar, Pak Darno mengedipkan mata dan dengan sedikit isyarat yang dipahaminya sebagai permohonan untuk sedikit mengintip dua bukit yang tersembunyi di balik seragam PNSnya. Meski tidak mengabulkan permohonan itu, Aira tidak dapat memungkiri ada gairrah yang menggelegak dalam daddanya.
Ada rasa bangga ketika setiap bagian tubuhnya dikagumi oleh para lelaki. Hanya saja kenyataan dirinya sebagai gadis kampung yang diboyong kekota dan berprofesi sebagai guru lah yang menjadi rambu-rambu akan semua tingkah lakunya. Tetapi kini, dirinya terbaring pasrah di bawah tindihan seorang lelaki, merelakan setiap lubang di tubuhnya dijejali oleh batang berotot, gerakannya begitu pasrah mengikuti semua kehendak pejantan yang mengayuh tubuhnya, gairrahnya menderu mengejar kenikmatan dan kepuasan yang dijanjikan oleh Rangga, teman suaminya.
Dengus napasnya kadang tertahan, ketika tubuh Rangga yang berat menduduki kedua payyudaranya, menjepitnya dengan keras, tapi entah mengapa tubuhnya justru semakin pasrah, menikmati bibir Rangga yang mendesah dan merintih semakin keras di atas tubuhnya. Hatinya sangat ingin merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang w***********g yang sanggup memuaskan para lelaki.
“Keluarkanlah semua saaayaaaang,,,” teriak Aira sambil membuka lebar mulutnya, seakan memberi tanda bibir indah itu siap menampung setiap tetes sperrma Rangga yang mengalir keluar.
“Aaaarrgghhhh,,,, iseeeppp yang kuat,iseeppp, semuaaaa,,,” teriak Rangga ketika tak mampu lagi bertahan atas pelayanan yang begitu sempurna dari seorang guru yang cantik. Jemari Rangga menjambak rambut Aira dengan kasar, memastikan pennisnya tidak akan terlepas dari mulut Aira.
“Emmgghhhh,,mgghhh,,,” Aira menggeram berusaha memenuhi hajat pejantan yang melenguh melepas orggasme dirongga mulutnya, lidahnya berusaha menyedot batang yang berkedut kencang menghantar cairan kental ke mulutnya. Berkali-kali Aira meneguk untuk mengosongkan mulutnya yang telah penuh. Wajahnya begitu pasrah ketika batang berlendir ditarik keluar dan menghambur tetes terakhirnya di kacamata dan wajahnya. Aroma yang khas membuat mulutnya terbuka lebar berharap batang besar itu kembali masuk untuk mendapatkan pelayanan dari lidahnya.
Satu lagi pelayanan yang begitu dahsyat dirasakan oleh Rangga, yang tak pernah didapatkannya dari Rianti istrinya. Ada rasa puas dan bangga ketika berhasil melukis wajah seorang guru yang cantik dengan aliran sperrma. Dengan kekuatan yang tersisa Rangga menjatuhkan tubuhnya ke samping, perlahan mengatur napasnya. Wajahnya meringis ketika Aira menggoda dengan menggenggam kepala pennisnya dengan kuat, membuat kemalluannya terasa ngilu.
“Cepatlah berbenah, nanti kita dicari yang lain,” bisik Rangga seraya mencari pakaiannya, jemarinya meraba-raba mencari kaosnya yang terlempar entah kemana.
“Kamu duluan saja aku akan menyusul nanti, kamu benar-benar luar biasa dan aku harus beristirahat sebentar,” jawab Aira yang justru mengambil selimut dan menutupi sebagian tubuh montoknya yang terbuka.
“Ok,, tapi jangan terlalu lama, aku takut suamimu cemas,” balas Rangga sambil meremas payyudara Aira dari balik selimut, membuat siempu-nya tertawa.
“Kalau kamu ada waktu, mungkin aku bersedia untuk sekali lagi melayanimu malam ini,” jawab Aira sambil terkikik sebelum Rangga menghilang di balik pintu.
***