Part 30

1107 Words
Pria itu menyaksikan apa yang dilakukan sang pangeran terhadap wanita yang jatuh pingsan dalam pelukannya. Jung Jiang tertawa remeh. "Dasar manusia," desisnya. Sesaat kemudian, dia mendekati San. "Sebaiknya kau cepat pergi dari sini sebelum siluman itu datang." "Lalu, bagaimana denganmu?" "Aku datang ke sini untuk membunuh rubah itu, jadi cepat jauhkan perempuan itu dari sini!" "Baik." Pangeran pun menggendong Se Hwa untuk segera menuruni gunung rubah. Pria itu sesekali melompat-lompat di atas bebatuan. Dari atas sana Jung Jiang menatapnya. "Bawalah perempuan itu pergi. Karena perempuan itu sangat berharga untukku. Jadi, jagalah dia dengan nyawamu, Pangeran Bodoh," ucap Jung Jiang sambil menyeringai. Pengeran tentu saja tak mengetahui hal itu. Dia terlalu percaya laki-laki penipu itu. Jung Jiang yang masih tertinggal di puncak gunung rubah, berjalan berkeliling mengitari tempat itu. Baru kali ini dia bisa mencapai tempat itu. "Siluman rubah yang bodoh! Cinta telah membuatnya melonggarkan selubung pelindung gunung ini. Tanpa mutiara rubah itu, dia telah menyerahkan nyawanya dengan suka rela. Kali ini kau pasti mati, Jeong Guk." Jung Jiang terus bergumam. "Si bodoh itu sekarang sudah ada di mana? Sial! Jangan sampai mereka bertemu di hutan atau semua rencanaku akan gagal." Ketika Jung Jiang menyadari kesalahannya, dia pun melesat meninggalkan gunung rubah. Menjauhkan Se Hwa dari si rubah adalah kerjaan yang paling penting untuk saat ini. Pangeran terus memacu kudanya untuk segera meninggalkan hutan itu. Dia mengambil jalan yang berbeda dengan arah desa yang didatanginya tiga hari lalu sebab tak ingin bertemu dengan Jeong Guk. Pangeran sampai di pertigaan. Dia hendak mengambil jalur kiri ketika sesosok bayangan putih menyerangnya. Segera pangeran menghindar sambil melindungi Se Hwa. Pangeran mencabut pedangnya untuk bisa melakukan serangan balik. Bayangan putih itu kembali menyerang, tapi kali ini bukan pangeran yang menghadapinya, melainkan Jung Jiang. Pria itu tiba-tiba saja sudah ada di tengah-tengah pertarungan sang pangeran dan bayangan putih tadi. "Pegilah. Rubah kecil ini biar jadi urusanku." "Rubah kecil?" Pangeran bergumam. Dia baru tahu kalau di sana tidak hanya ada satu siluman rubah. "Sudah! Cepat pergi!" Pangeran pun kembali memacu kudanya. Bayangan putih tadi ingin mengejar, tapi Jung Jiang menghajar punggungnya. Siluman rubah betina itu terjerembab di tanah. Dia menoleh ke arah Jung Jiang dengan sangar. Tak mau mati sia-sia, dia menyerang pria itu. "Dasar rubah, kenapa kau tak sembunyi saja! Apa yang ingin kau selamatkan? Perempuan itu? Dia itu hanya manusia!" Jung Jiang terus bicara sambil meladeni serangan-serangan rubah perempuan yang baru berusia sekitar seratus tahun itu. Jung Jiang jelaslah bukan lawan yang setimpal baginya. Berulangkali dia terkena pukulan di bagian-bagian vitalnya membuat rubah kecil itu muntah darah. Tak ingin bermain-main lebih lama dengan rubah itu. Jung Jiang pun mengeluarkan sebilah pedang yang melingkar di pinggangnya. Pedang yang bisa berubah menjadi sangat lentur sehingga bisa tersamar di ikatanan pinggangnya. "Akh!" Rubah kecil itu mengerang saat pedang itu menembus perutnya. Dia pun memuntahkan darah segar. Jung Jiang menyeringai, lalu berbisik, "Pergi ke desa dan temui Jeong Guk. Bilang kepadanya kalau Hwang Se Hwa telah melarikan diri dan membunuhmu." Rubah kecil itu menatap Jung Jiang, lalu seperti terhipnotis dia mengangguk, lalu Jung Jiang menarik pedangnya dan mengirim rubah itu ke desa dengan menggunakan kekuatan teleportasi. Dalam sekejap saja rubah perempuan itu sudah terkapar di dekat kuil di mana Jeong Guk biasa tinggal ketika mengunjungi desa itu. Warga di sana pun seketika gempar. Siluman rubah itu tampak megap-megap berusaha mempertahankan napasnya yang tinggal sekali dua kali. Mendengar keributan di luar sana, Jeong Guk segera keluar dari kuil. Kala itu, dia tengah berbicara hal penting dengan gurunya. Alangkah terkejutnya Jeong Guk saat mendapati tubuh mungil siluman rubah telah ada di depan kuil dengan berlumuran darah. Penduduk pun hanya bisa memandanginya dengan raut wajah kasihan. Mereka semua rak tau harus melakukan apa karena luka rubah itu terlalu parah. "Kim Nari!" Jeong Guk meraup tubuh rubah itu dan berusaha mengnyalurkan energinya. "Apa yang terjadi?" Kim Nari menolak aliran energi dari Jeong Guk karena dia tau itu sudah tak ada gunanya. Dia menatap Jeong Guk dengan sayu. "Se-Se-Hwa ...." "Se Hwa ... Se Hwa kenapa? Apa yang terjadi dengan kalian? Siapa yang melakukan ini kepadamu?" "Se-H-Hwa ... dia-dia me-melarikan diri bersama ... mu ... mutiara ... rubahmu. Dia ... dia ... membunuh ... ku ...." Kim Nari melepaskan napas terakhirnya. Jiwanya pun lepas dari raga. Dia telah mati. Jeong Guk terdiam. Rasanya dia tak percaya dengan apa yang dikatakan Kim Nari. Namun, kenyataan bicara lain. Rubah sahabatnya itu tak mungkin membohonginya. "Narii!" Jeong Guk tengah memikirkan kata-kata Kim Nari, ketika Nona Song datang dan menangis. "Apa yang terjadi? Kenapa Nari bisa seperti ini? Nari temanku, bangunlah, Nari ...." Karena tak ada yang menjawab Nona Song menatap Jeong Guk meminta penjelasan. Sambil menangis dia terus -menerus mengguncang tubuh Jeong Guk. "Akan aku ceritakan nanti. Yang terpenting sekarang, dia harus dikubur dulu," kata Jeong Guk. Pria itu pun mengangkat tubuh Kim Nari yang telah kembali ke wujud rubah. Dia berjalan pelan dengan berbagai pikiran dan pertanyaan yang terus mengusiknya. Tak jauh darinya Nona Song dan pelayannya mengikuti dari belakang. Setelah Jeong Guk selesai mengubur rubah kecil itu, Nona Seong pun mendekatinya. "Wanita itu. Warga desa bilang perempuan itu yang membunuhnya dan membawa lari mutiara rubahmu. Benar?!" Nona Song menatap marah. "Itu belum tentu benar," kata Jeong Guk. "Bagus! Bela saja dia! Lindungi dia! Lalu, biarkan dia membunuh semua siluman dan warga desa ini. Kau telah kena tipu!" Nona Song berteriak. "Yang harus kau lakukan membunuhnya! Membalaskan dendam Kim Nari! Bukan melindunginya!" Gadis itu pun membalik badan dan pergi meninggalkan Jeong Guk yang bungkam dan tetap menatap makam Kim Nari. Kim Nari sudah seperti saudara baginya. Dia bertemu dengan rubah itu seratus tahun yang lalu. Ibunya mati ditangkap pemburu. Karena itu Jeong Guk memungutnya, lalu mengajari rubah itu cara bertapa agar dia bisa menjadi siluman dan bisa mengambil wujud manusia. Setelah seratus tahun berlalu, akhirnya rubah itu bisa menjadi siluman, dan wujudnya meniru manusia dengan sempurna baru bisa dilakukannya setahun yang lalu. Kemudian dia menjadi teman Nona Song dan seluruh warga. Jeong Guk juga pernah memperkenalkan Se Hwa kepadanya. Namun, karena dia masih ingin menyempurnakan ilmunya, Kim Nari memilih untuk tetap ada di goa di kaki gunung rubah. Lalu, siapa sangka dia harus menemui ajalnya secepat itu. Bahkan, di tangan Se Hwa. Orang yang paling dipercaya dan dicintai oleh Jeong Guk. Jeong Guk merasa sangat bimbang. Dia tidak tahu harus melakukan apa. Inikah yang selalu dikatakan gurunya. Inikah alasan kenapa gurunya tak pernah mengijinkan dia untuk jatuh cinta dengan manusia. Gurunya selalu bilang bahwa manusia tidak ada yang bisa dipercaya dan ketika dia jatuh cinta kepada manusia, maka saat itulah dia akan berada dalam bahaya dan petaka akan menimpanya. Jadi inikah bukti bahwa gurunya itu benar dan Se Hwa-lah sumber dari malapetaka itu?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD