Hendra Pulang Merantau

1177 Words
Mira sedang menanti kepulangan suami tercintanya yang sudah setahun merantau ke luar kota. Jarak kota tempat suaminya bekerja bisa dikatakan sangat jauh dari kota asal mereka tinggal, dan oleh sebab itu Mira dan suaminya tidak pernah bertemu selama satu tahun belakangan. Suaminya yang bernama Hendra itu, hanya mengirimkan uang bulanan saja selama ini. Bahkan, beberapa bulan belakangan justru uang yang dikirim Hendra sangat banyak. Mira bahkan merasa tidak percaya bahwa gaji Hendra bekerja di sana sebanyak itu. Mira mendapat kiriman rata-rata lima sampai sepuluh juta rupiah perbulannya. Dan bagi Mira, uang segitu sangat lah banyak. “Apa Hendra sudah dekat, Mir?” tanya Hanifa pada Mira yang sedang duduk di teras rumahnya. “Sekitar sepuluh menit lagi katanya, Nif,” jawab Mira dengan perasaan yang tak menentu. “Wah, sebentar lagi. Kalau gitu aku pulang sekarang, ya.” Hanifa yang tak lain adalah sahabat baik Mira sejak mereka masih duduk di bangku sekolahan akhirnya berdiri dari duduknya. “Nanti aja, Nif. Ngapain sih buru-buru pulang? Apa salahnya kalau Hendra datang kamu masih di sini?” “Ya, nggak enak lah. Kan kamu sama Hendra udah lama ga ketemu, pasti mau kangen-kangenan.” “Apaan sih kamu, Nif. Ada-ada aja deh,” bantah Mira dengan pipi merah merona menahan malu. Hanifa memang sering bermain ke rumah Mira, apalagi sejak Hendra pergi merantau dan Mira hanya sendirian di rumah. Hanifa belum menikah dan itu sebabnya ia merasa sungkan main ke rumah Mira sejak sahabatnya itu menikah. Apalagi Hendra yang memang dikenal sebagai berandalan dan mempunyai watak keras, membuat Hanifa semakin enggan mengunjungi sahabatnya itu karena tidak ingin Mira mendapatkan masalah karena kedatangannya. “Tuh, buktinya pipi kamu jadi merah merona. Tandanya kamu juga udah ngga sabar lagi mau ketemu sama Hendra. Aku nggak mau ganggu pengantin baru,” ucap Hanifa yang masih menggoda Mira. “Nanti kalau kamu nikah sama Jaka, aku godain juga baru tau,” ujar Mira yang gantian menggoda Hanifa. “Masih lama, Mir. Dia belum siap tahun ini karna belum punya kerjaan tetap.” Hanifa berkeluh kesah pada Mira tentang kekasihnya yang tak kunjung melamar. “Kalau nunggu ada kerjaan tetap, sampai kapan? Liat aja aku sama Hendra. Dulu Hendra juga nggak punya kerjaan saat kami menikah. Tapi, kamu liat sekarang kan? Namanya rezeky itu kita nggak tau, malah setelah menikah dia akan lebih giat berusaha karena ada istri dan anak yang akan dia nafkahi,” ungkap Mira pada Hanifa. “Coba kapan-kapan kamu bicara sama dia. Bilang gitu, mana tau nanti dia mau dengerin kalau kamu yang bicara,” pinta Hanifa pada Mira dengan wajah memelas. “Kalau itu sih, aku nggak janji. Kamu tau sendiri kan gimana sifat Hendra? Apalagi kalau liat aku dekat sama Jaka, bawaannya cemburu aja.” Mira mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. “Ehem ….” Sebuah suara bass yang terdengar cukup lantang mengejutkan kedua sahabat. Mira dan Hanifa yang sedang bicara itu sontak terdiam dan sama-sama menoleh pada asal suara. Mira melihat sosok pria yang sangat dirindukannya selama satu tahun belakangan ini. Mata Mira berkaca-kaca dan dengan reflek berdiri dari duduknya dan mengayunkan langkah ke arah pria yang sama sekali tidak bergeming dari tempat berdirinya. Hendra tersenyum kepada Mira dan Mira langsung berlari menghambur ke dalam pelukan pria yang tak lain adalah Hendra itu. Mira dan Hendra berpelukan dengan sangat erat dan sejenak lupa bahwa di sana masih ada Hanifa yang masih berdiri menatap sepasang kekasih yang saling melepas rindu dalam pelukan. Hanifa tidak ingin menganggu kemesraan antara Mira dan Hendra yang sudah lama saling merindukan itu. Pada akhirnya Hanifa dengan diam-diam meninggalkan Mira dan Hendra yang masih berpelukan di depan halaman rumah. Tentu saja kepergian Hanifa tidak disadari oleh Mira dan Hendra yang masih saling melepaskan kerinduan. Setelah puas berpelukan, Mira mengurai pelukannya dari Hendra dan menatap lekat pada bola mata suaminya itu. Mira mengernyitkan keningnya dengan heran, karena melihat bola mata Hendra yang bewarna coklat. Setahu Mira selama ini bola mata Hendra berwarna hitam legam, bagaimana bisa satu tahun tidak bertemu bola mat aitu berubah menjadi coklat. Perawakan Hendra yang tinggi dan tubuh kekar pun sempat membuat Mira merasa heran. “Kenapa, Sayang?” tanya Hendra yang duduk di tepi ranjang saat dirinya baru saja selesai mandi dan Mira masih menatapnya dengan tatapan heran. “Emm … nggak ada apa-apa. Kamu banyak berubah semenjak di Kalimantan,” jawab Mira dan berusaha mendekat pada tubuh Hendra yang masih terlilit handuk di bagian intimnya. “Berubah gimana?” tanya Hendra lagi dengan sedikit menjaga jarak dari Mira. Mira menyadari perubahan sikap Hendra padanya malam ini, karena biasanya jika Mira mendekat seperti itu pada Hendra, sudah bisa dipastikan Mira tidak bisa bergerak lagi di bawah kukungan tubuh Hendra dan mereka akan bergumal di atas ranjang hangat itu. Hendra sendiri terlihat sangat kaku dan terkesan seperti enggan mendekat dan didekati Mira lebih intim lagi mala mini. Dengan sedikit gerakan menolak, Hendra menuju koper yang dibawanya tadi dan mengambil pakaian lalu memakainya. Mira memperhatikan dengan seksama semua barang-barang dan pakaian yang ada di dalam koper Hendra. Tidak ada satu pun barang dan pakaian yang Mira kenali sebagai milik suaminya itu. “Hen, pakaian lama kamu ke mana perginya? Aku liat semua pakaian ini baru-baru semua,” tanya Mira dengan nada heran dan Hendra pun terlihat sedikit gugup mendengar pertanyaan Mira. “I-iya. Yang lama kan udah pada usang, jadi aku tinggal aja di sana.” Hendra menjawab dengan sedikit terbata-bata. “Oh gitu. Iya juga sih. Syukur lah kalau kamu di sana dapat kerjaan enak dan gajinya besar. Perlahan-lahan kita bisa memperbaiki perekonomian keluarga kita,” ungkap Mira yang tak mau terlalu memikirkan masalah itu lagi, karena ia tentu tak ingin membuat keributan di malam pertama kepulangan Hendra. Hendra sudah berbaring di atas ranjang dan membelakangi Mira, padahal Mira mengira bahwa mereka akan bercinta malam ini untuk melepaskan semua kerinduan secara tuntas. Tentu saja sebagai seorang istri yang sudah ditinggal pergi selama satu tahun, Mira sangat merindukan sentuhan dan belaian dari suaminya itu. tapi sepertinya tidak begitu dengan Hendra. Mira memeluk tubuh Hendra dari belakang dan menggesek-gesekkan wajahnya ke punggung lelaki itu. Mira berharap Hendra mengerti dengan kode yang dia berikan. “Sayang, aku capek banget. Aku tidur duluan, ya. Selamat malam,” ucap Hendra tanpa menoleh pada Mira dan membuat semua harapan Mira buyar seketika. Setelah itu, Mira melepaskan pelukannya dari tubuh Hendra dan membelakangi Hendra lagi. Dengan tetap mencoba berpikir positif, Mira memejamkan matanya hingga wanita itu terlelap dan hanyut dalam mimpi indahnya. Sementara itu, Hendra mengambil ponselnya yang baru saja membunyikan sebuah notifikasi pesan masuk dari aplikasi w******p. Hendra membuka pesan dari sebuah kontak yang ia beri nama ‘Rekan Bisnis’ itu. Tentu saja setelah memastikan Mira sudah benar-benar tidur dan tidak sedang memperhatikannya saat ini. “Bagaimana, Ndra? Apa kau sudah sampai di rumahku? Lalu, bagaimana dengan Mira? Apa dia curiga padamu?” Itulah isi pesan singkat yang masuk ke akun w******p Hendra dan membuat Hendra merasa tidak tenang. Dengan cepat, Hendra menghapus pesan itu dan mematikan ponselnya. Hendra pun mencoba untuk memejamkan mata, dan dengan susah payah ia akhirnya bisa tidur dengan nyenyak juga malam itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD