Bab 6

818 Words
Kelas 11 Ips 2 itu tidak seperti biasanya sepi, padahal kelas Ips itu terkenal dengan kebisingannya. Maklum lah karena mungkin anak-anak Ips tidak terlalu ribet dengan rumus-rumus yang membuat kepala pening. Berbeda dengan kelas Ipa yang setiap harinya memang selalu sepi mau ada guru ataupun tidak ada guru di kelas. Kiran yang memang duduk paling ujung di kelas begitu bersyukur, ia memang bukan anak bodoh atau pun pintar. Dirinya hanya murid biasa-biasa saja yang meng-ungguli beberapa mata pelajaran saja, dan lemah di bidang mata pelajaran tertentu. Kiran menyenderkan kepalanya pada dinding, ia yang duduk di dekat jendela merasa beruntung bisa menikmati angin yang sepoi-sepoi menerpa wajahnya membuat dia tiba-tiba saja merasa mengantuk. Apalagi dengan pelajaran yang berlangsung sekarang, Ekonomi. Bukan karena pelajarannya yang membosankan, hanya saja guru yang mengajarnya. Ia benar-benar mengantuk membuatnya beberapa kali menguap hingga ia lupa mendengarkan penjelasan yang di sampaikan Bu Adis. Untung saja pelajaran Ekonomi itu selesai sehingga membuat Kiran dan teman-teman di dalam kelasnya itu merasa bebas namun anehnya ketika Bu Adis selesai mengajar dan pergi meninggalkan kelasnya. Kantuk Kiran seketika lenyap, ia benar-benar tidak habis pikir kenapa setiap pelajaran Bu Adis dirinya selalu mengantuk, bahkan tak jarang dirinya terlelap dengan sendirinya. Kiran mengambil n****+ bercover biru itu di bawah meja, dia bisa tenang sekarang karena guru Matematikanya itu tidak bisa hadir. Ia bersyukur karena dirinya bisa melanjutkan kembali membaca n****+ yang tertunda, sedang asyik – asyiknya dia membaca. Tiba-tiba saja n****+ yang sedang dibacanya itu di ambil seseorang membuat Kiran berteriak kesal dan langsung menatap marah pada seseorang yang berhasil mengganggunya. Dirinya tidak pernah suka jika hobi nya itu diganggu seseorang, apalagi dengan alasan tidak penting. Namun ketika dirinya berhadapan dengan mata gelap milik Karan, seketika Kiran harus menelan ludahnya dengan berat. Ia benar-benar kaget melihat Karan ada di kelasnya, terlebih cowok itu yang mengganggu nya. Tanpa mau bersusah payah menanyakan kabar Kiran atau sekedar menyapanya. Cowok itu malah memberikan buku catatan Matematika miliknya menaruh bukunya itu di meja. “Salin.” Ujarnya datar. “Buat apa? Gue selalu nulis kok.” “Elo selalu nulis yang guru catat, tapi nilai lo di bawah KKM?” dengusnya sinis membuat seketika wajah Kiran memerah karena malu. “Kalau elo nggak mau, nggak apa-apa. Gue nggak suka cewek bodoh dan keras kepala. Lagi pula gue ditugasin sama Pak Iman buat bantu lo.” Ucap Karan dingin, seketika membuat suasana kelas menjadi tidak enak. Teman – teman sekelas Kiran memandang Kiran dengan pandangan kasihan, setelah mengucapkan kata-kata yang membuat Kiran tersinggung Karan mengambil buku catatannya lalu berjalan meninggalkan Kiran tanpa berkata-kata lagi. Setelah kepergian Karan kelas Kiran kembali seperti semula, entah kenapa jika Karan memasuki kelas mereka aura yang di bawa Karan begitu dingin maka dari itulah mereka semua sedari tadi hanya diam menonton kedua sejoli tersebut. Tema-teman ceweknya itu seketika langsung mengerumuni meja Kiran, mereka semua berkomentar pedas soal Karan namun ada juga dari mereka yang tetap mengagumi sosok Karan yang begitu keren. **** Kiran berjalan bersisian dengan Tita sambil mengobrol, ketika mereka hendak menuju parkiran sekolah tatapan mereka terkunci pada dua kubu. Yeah kelompok Bayu dan Karan satu sekolahan sudah tahu kalau Karan dan Bayu tidak pernah akur sampai kapan pun, dan mereka semua juga tidak tahu alasan kenapa kedua Most Wanted itu menjadi musuh. Tapi yang jadi fokus tatapan Kiran bukan Karan ataupun Bayu tapi Diva. Yah cewek itu berdiri dengan seorang cowok entah siapa itu Kiran tidak peduli, ada yang aneh dengan tatapan Karan kepada Diva hati nya merasakan sesuatu. Namun Kiran tidak mau menduga-duga mereka berdua kembali berjalan melewati kerumunan itu, ia tidak perlu menyapa mereka yang diperlukannya hanya satu, rumah. Begitu Kiran dan Tita melewati kerumunan sebuah suara serak menghentikannya. “Kiran, lo pulang naik apa?” Kiran berbalik melihat Nigi, cewek itu tersenyum simpul. Ucapan Nigi membuat semua orang di sana termasuk Bayu dan Diva menatapnya. “Gue nebeng bareng Tita.” Balasnya masih dengan senyum, ia tahu jika Karan sedari tadi menatapnya dingin. Tapi ia tidak peduli ia benar-benar tidak peduli akan cowok itu, kalau boleh jujur dia mulai merasa lelah dengan Karan. Kalau hanya dirinya saja yang mencintai Karan apa adanya lalu untuk apa status hubungannya selama ini? Dan sampai saat ini pun Kiran tidak pernah tahu kenapa Karan dulu menembaknya. “Bareng gue aja gimana? Kasian kan kalo Tita harus puter arah kalo nganterin lo.” Ujarnyamembuat Kiran berpikir sejenak yang diucapkan Nigi memang benar, dirinya mendadak merasa tidak enak jika harus merepotkan Tita tapi dia juga tidak ingin merepotkan Nigi. “Udah deh Ran, jangan di dengerin omongannya tuh kunyuk. Yuk balik.” Tita langsung saja menarik tangan Kiran membawanya menuju mobil putih miliknya. “Well-well sepertinya karma sudah dimulai.” Desis Bayu sinis memandang Karan, cowok itu lalu berbalik berjalan menuju motor merah kesayangannya diikuti teman-teman Bayu yang lain. Membuat mereka semua yang masih berada di sana termasuk Diva terdiam dengan kata-kata Bayu yang menurut mereka menyimpan teka-teki. - - - tobecontinue
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD