Ada sebuah tempat yang tidak diketahui orang-orang. Tempat ini hanya didiami oleh mereka yang terpilih. Di dunia ini, mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan, bahkan hanya dengan kedipan mata. Semua terlihat begitu indah juga penuh warna. Siapapun yang sudah diberi celah untuk melihat dunia ini, tidak akan berpaling dan ingin menetap dalam dunia yang mereka sebut Shatranj. Dunia yang penuh dengan kedamaian. Seluruh penghuni mencintai satu sama lain, senyuman tidak pernah alfa dari bibir-bibir mereka ketika mereka saling berpapasan.
Sayangnya, tidak ada lagi dunia yang damai dan ternteram itu. Lenyap seperti debu tertiup angin. Sejak perpecahan antara Blachessier dan Whicessenova semakin parah, dunia berwarna itu hilang dan hanya menyisakan dua warna yang berseberangan. Hitam dan putih.
“Kenapa hanya hitam dan putih?”
“Tunggu dulu, Hores. Ibu belum selesai bercerita.”
Sudah lama sekali, sejak dunia itu menjadi hitam dan putih, segalanya turut berubah. Tidak ada keceriaan, tidak ada secercah cahaya yang menggembirakan. Senyuman yang tadinya menghiasi bibir mereka, sulit ditemukan. Blason dan Whiterdante tidak lagi hidup berdampingan dengan hangat. Hanya dingin dan kelam yang tersisa di antara keduanya. Tidak ada lagi Morphine yang hinggap di tangkai bunga yang berwarna.
“Apa itu Morphine?”
“Morphine, sejenis kupu-kupu berwarna biru terang. Dia memiliki sayap yang lebar dan bersinar.”
“Pasti cantik sekali!”
Centaur yang tadinya senang berlarian, menyapa siapapun yang ia temui, kini sedingin es yang membeku. Tidak ada lagi lengkungan senyum yang menghiasi bibir-bibir itu. Hanya sebuah garis datar dengan tatap mata menusuk.
“Bukankah Centaur itu seekor kuda?“
“Bukan Hores, dia manusia. Benarkan, Bu?”
“Lebih tepatnya separuh manusia dan separuh kuda, Sayang.”
“Aku pikir, aku pernah melihat ini sebelumnya.”
“Apakah Centaur ada di dunia kita sekarang, Bu? Halum pasti berbohong! Ayolah, Halum. Jangan mengada-ngada!”
Ada dua pasang Rocky yang menjaga gerbang di masing-masing menara, Menara Hitam milik Blachessier dan Menara Putih milik Whichessenova. Dua diantaranya berwarna perak terang dan dua sisanya hitam legam. Mereka adalah penjaga terkuat sampai saat ini.
“Kau tahu bentuk Rocky itu seperti apa, Halum? Bukankah kau biasanya sok tahu?”
“Sepertinya kau bukan bertanya, tapi mengajakku bertengkar, Hores!”
“Bolehkah ibu lanjutkan ceritanya?”
Rocky adalah mahluk yang tinggi besar seperti Menara Rapunzel hanya saja sedikit lebih lebar. Memiliki dua mata yang berbentuk kotak seperti jendela dan satu buah mulut yang menganga. Biasanya, kedua mata itu selalu tertutup, kecuali jika sesuatu mulai mengusik keheningannya. Rocky menyukai ketenangan. Ia tidak suka sesuatu yang bising dan mengganggu telinga. Jika dilihat sepintas, orang-orang yang bertemu dengan Rocky akan berpikir bahwa ia adalah benda mati yang tidak memiliki cuping telinga. Mereka tidak tahu, ada lubang di kiri dan kanan yang bahkan lebih tajam pendengarannya dibanding Gollum si perayap dalam bayangan kegelapan.
“Apakah Rocky suka makan manusia? Kanibal? Oh tidak!”
“Tergantung.”
“Dia akan memakan anak nakal sepertimu, Hores. Benarkan, Bu?”
“Tidak, yang nakal itu kau, Halum!”
Jika Rocky mendengar pergerakan yang mencurigakan, ia akan menggeliat dan bangun dari tidurnya. Mulutnya yang menganga itu akan menelan tubuh-tubuh mencurigakan yang mencoba mengendap-endap masuk ke dalam wilayahnya.
“Apakah Rocky Perak dan Rocky Hitam sama saja?”
Ketika marah, Rocky yang berwarna hitam pekat itu akan menyemburkan cairan hitam panas seperti lava. Semua benda yang terkena cairan hitam itu akan hangus terbakar. Sedangkan Rocky yang berwarna perak terang akan menyemburkan cairan bening yang bisa membeku dalam hitungan detik.
“Sepertinya Rocky perak lebih bersahabat. Aku lebih menyukainya!”
“Siapa bilang?”
Di dalam cairan bening itu menggandung racun yang bisa membuat badan terasa kaku. Bila racun tersebut merambat sampai ke jantung, maka jantung akan berhenti berdetak.
“Lalu kita mati?”
“Tepat sekali.”
Belum seberapa. Tiap kubu memiliki Warlords yang benar-benar kejam. Mereka akan menghunus pedang pada leher-leher pengkhianat yang tidak tahu malu. Tidak ada kata ampun bagi mereka. Mereka sangat berhati dingin.
“Apakah Warlords sejenis pemimpin mafia?”
“Ketua gangster, mungkin?”
“Mungkin, kita bisa menyebutnya sebagai panglima perang?”
“Amazing!”
Warlords digambarkan sebagai lelaki berbadan kekar yang selalu memakai topeng besi. Warlords Putih memakai topeng yang menutup wajahnya secara utuh, sedangkan Warlord Hitam memakai topeng yang hanya menutupi sebelah wajahnya. Mereka berdua sama-sama memiliki tanda pada bola mata mereka. Mata yang terlihat sedikit berbeda.
“Ada apa dengan mata mereka? Apakah seperti mata Halum yang kecoklatan?”
Bola mata mereka berwarna merah darah. Siapa pun yang bertatapan dengan mereka dalam kondisi tersebut, tidak akan bisa lari. Mereka akan terkunci pada tatapan mata itu dan akan mematung, sehingga Warlords dengan mudah menghunus pedang ke arah mereka.
“Tunggu, jika ibu bilang jangan tatap mereka dalam kondisi matanya berwarna merah, bukankah itu tandanya Warlords memiliki mata yang lain?”
Warlords memiliki kontrol untuk mengendalikan kekuatan mereka. Ketika Warlords tidak mengeluarkan kekuatannya, matanya akan kembali berwarna hitam keabuan. Bicaralah padanya ketika mata mereka terlihat demikian. Sebelumnya, mereka memiliki hati yang teduh. Sampai-
“Jadi, kita bisa mengajaknya bicara?”
“Ssst, Hores! Berhentilah memotong ceritanya!”
“Maaf.”
Sampai akhirnya, hati tidak lagi terbenam di dadanya yang bidang. Kekuatan gelap telah mengambil hati mereka. Hanya tersisa kekosongan dan kekelaman atas apa yang terjadi pada mereka sebelumnya. Para Warlords memiliki anak. Anak-anak yang senang berbaris dengan Rocky.
“Mereka tidak takut Rocky? Bukankah Rocky tidak suka kebisingan? Anak-anak biasanya berisik, iya kan?”
“Iya, sepertimu. Banyak bertanya. Berisik sekali, Hores! Bisakah kau diam dan dengarkan ibu bercerita saja?”
“Maklumi saja, Halum. Adikmu kan masih kecil.”
“Baiklah. Aku tidak akan berdebat dengan anak kecil.”
Rocky sangat menyayangi mereka, sering bercerita layaknya nenek yang meninabobokan cucunya. Anak-anak sangat menyukai Rocky, begitu pun Warlords karena anak-anak mereka yang selalu berceloteh tentang Rocky dan semua pengantar tidur yang selalu ia gumamkan.
“Rocky seperti ibu!”
“Tapi ibu tidak menyemburkan lava, Hores!”
“Benar juga. Ibu hanya sering mengomel, iya kan?”
“Ssst!”
“Hehe, maaf.”
“Lalu, mengapa Warlords sekarang berhati dingin?”
“Benar! Dan si Rocky itu, mengapa sekarang ia senang menelan orang-orang?”
Kesalahpahaman yang diakibatkan oleh tewasnya seorang anak mengundang perpecahan antara keduanya.
“Warlords dan Rocky?”
“Sepertinya bukan.”
“Blachessier dan Whichessenova!”
Berawal dari seorang anak yang mengapung di tepian Riveria, sungai berwarna putih s**u dengan aroma Gardenia. Hari itu, Riveria dipenuhi penghuni Shatranj. Mulai dari Leto, sang Elephas dari Blason yang paling dahulu memberi kabar pada Drake, si Warlords Hitam bahwa ia menemukan anaknya yang sudah tak bernyawa mengapung, terbawa arus. Leto pula lah yang mengabarkan, bahwa ia melihat Whichessenova dan Carl si Warlords Putih di seberang Riveria.
“Siapa Elephas? Lebih tepatnya, mahluk apa itu?”
Elephas dari Whiterdante yang bernama Elte biasa dijuluki sebagai manusia gajah. Memiliki kasta di bawah para Warlords. Jika Warlords adalah orang kepercayaan Blachessier dan Whicessenova, maka Elephas adalah kaki tangan mereka. Elte memiliki kaki besi yang tangguh berwarna keemasan, cuping telinga yang besar dan melebar, juga penciuman yang tajam seperti milik Werewolf dengan radius dua ratus meter. Berbeda dengan Elte, Leto sang Elephas dari Blason tidak memiliki telinga yang melebar. Ia memiliki telinga yang runcing dan pendengaran yang tajam. Kaki-kakinya berbulu dan memiliki cakar seperti serigala.
“Luar biasa!”
“Lalu, setelah itu apa yang terjadi?”
Kabar kematian anak itu akhirnya sampai di telinga Blachessier dan mengundang amarah. Dengan penjelasan Leto yang membuat Warlords Hitam berapi-api, Blachessier akhirnya menyimpulkan sesuatu. Esoknya, satu anak lagi mengapung di Riveria sebagai bayaran atas kematian anak Warlords Hitam yang begitu murka. Joulie, anak sang Warlords Putih.
“Halum, apakah pikiranmu sama denganku?”
“Tentang?”
“Kematian Joulie!”
“Bukankah menurutmu....”
“Blachessier?”
Semakin hari, kematian semakin bertambah. Riveria meriak. Airnya meluap ke mana-mana karena air mata yang terus menetes di tepian Riveria setiap harinya. Kelopak Rosis dan Bugenville berguguran, tidak ada lagi Melusine yang bermain air dan melenakan telinga dengan tembang merdunya, begitupun dengan Incuing yang terus meneriakkan kabar duka.
“Apa kau tahu Melusine seperti apa Hores?”
“Tidak. Bagaimana denganmu, Halum? Apa kau tahu seperti apa Melusine itu?”
Melusine sang penghuni abadi Riveria, berwajah sangat cantik. Berkulit putih seperti kapas, memiliki rambut panjang yang menjuntai sepinggang. Melusine memiliki sirip dan menyerupai ikan di bagian bawah. Tidak berkaki melainkan berekor. Dahulu, ia senang memainkan biji-biji Koy.
“Sebentar, biarkan aku berpikir.”
“Berhentilah, Halum. Aku sudah tahu jawabannya. Mermaid. Bukankah benar, Bu?”
Tepat sekali. Melusine sejenis dengan Mermaid. Hanya saja, ia memiliki dua kepribadian di dalam kepalanya. Sirenia. Satu sosok yang juga mendiami kepala Melusine, memiliki watak yang buruk dan senang menggoda. Ia terlihat begitu memikat, seringkali membuat siapapun yang ia kehendaki merasa terlena dan tanpa sadar mulai menenggelamkan tubuhnya di Riveria hingga kehabisan napas dan mengapung tanpa nyawa.
“Jadi, Melusine bisa berubah menjadi jahat kapan pun ia mau?”
Ia bisa mengontrol dirinya dan bisa mendeteksi niat buruk seseorang. Jika seseorang itu berniat menyakiti dirinya, Sirenia akan muncul memegang kendali atas Melusine.
“Jadi, jika kita tidak berniat jahat, ia akan tetap menjadi Melusine?”
Terakhir kali, tidak terlihat lagi Melusine yang dicintai seluruh warga Shatranj. Kepalanya dipenuhi oleh Sirenia. Wajahnya berubah menjadi menyeramkan dan memiliki gigi-gigi yang tajam.
“Aku mulai merinding.”
“Dan satu lagi, apa itu biji-biji Koy? Apakah sama dengan biji ketapel yang sering kami mainkan, Bu?”
Biji-biji Koy adalah hewan air berantena yang berukuran sebesar kuku-kuku jari. Antenanya bercahaya ketika malam tiba. Mereka adalah mahluk lambang cinta. Konon, bila seseorang berhasil menangkap sepasang biji Koy dalam satu kali tangkapan, ia akan menemukan cinta sejatinya dalam waktu yang dekat.
“Lalu, Incu ... Incu apa tadi?”
“Kita lanjutkan besok. Sekarang sudah larut. Kalian bisa tidur dan mulai bermimpi indah.”