STORY 03 - Choose
***
Tidak perlu menunggu waktu lama, karena berita sudah lebih dulu menyebar. Memenuhi semua berita exclusive tentang ayah bahkan Nora. Sebagai salah satu komandan yang bertanggung jawab langsung dengan bagian pencegahan korupsi.
Tentu saja, pekerjaan Nora mendapat banyak respon positif, namun respon negative juga tidak dapat dihindari. Bagaimana seorang komandan tertinggi bisa mempunyai ayah koruptor?
Apa Nora pantas mendapatkan tittle itu? Seorang putri memenjarakan sang ayah tanpa perlindungan sama sekali? Kejam?
Respon Positive dimana masyarakat juga memuji tindakan berani Nora mengambil keputusan untuk tetap menghukum ayahnya sendiri karena kesalahan yang dia buat.
Bagaikan berada dalam gelombang, Nora terayun mengikuti arus. Tanpa memperbesar masalah ini lebih lanjut. Dia lebih memilih bungkam.
Tapi sayang walau Nora memilih bungkam pun, dia harus tetap berhadapan dengan ibu dan adiknya.
***
Pukul 19. 00 pm
Pulang dari kantor setelah mengurus permasalahan ayahnya. Nora sudah bisa melihat bagaimana tas dan pakaiannya berhamburan di depan rumah.
Wanita itu hanya menatap sebentar, sebelum akhirnya berusaha untuk merapikan pakaian, memasukkannya ke dalam tas. Mendengar derap langkah terburu, menghampiri sang Adela.
“Dasar anak durhaka!!” Teriak lantang terdengar jelas. Wajah Nora menengadah, dengan posisi berjongkok merapikan pakaiannya.
Nora melihat sosok wanita paruh baya ditemani oleh pemuda remaja berusia 17 tahun. Pandangan mereka menusuk, bahkan kedua manik sang ibu nampak memerah.
“Beraninya kau pulang dengan tenang setelah memasukan ayahmu sendiri ke dalam penjara!!” Wanita itu mulai menangis lagi.
“Aku hanya memintamu satu hal saja! Tolong, ayahmu!! Jangan biarkan dia masuk penjara!! Kau pikir siapa yang menghidupimu sampai kau bisa menjadi komandan seperti ini?!” Tesla Loven Nadreson, berteriak diiringi tangisannya.
Fokus merapikan pakaian lagi, Nora memilih untuk tidak bersuara. Tapi sayang sang ibu malah bertambah marah.
Bergerak mendekati Nora, “JANGAN DIAM SAJA!!” Menarik salah satu tangan wanita itu, memaksa Nora untuk berdiri. “Jawab pertanyaan, Ibu!! Apa kau benci sekali dengan ayahmu?!”
Menarik napas panjang, Nora menatap balik sang ibu. “Ayah, sudah membuat istri bosnya sendiri meninggal, Ibu.”
“Wanita itu meninggal karena serangan jantung, bukan dilukai oleh ayahmu!! Itu bukan salahnya!! Kenapa kau menyangkut pautkan semua pada ayahmu!”
Ibunya tidak akan pernah mengerti, wanita dengan kondisi baik tiba-tiba mengalami serangan jantung, tepat setelah mendengar kabar mengenai korupsi yang dilakukan sang ayah.
“Ini salah ayah. Aku tidak bisa melawan hukum.” Menegaskan kembali.
Kali ini bukan ibunya yang mengamuk tapi sang adik, pemuda remaja itu berjalan mendekatinya dengan wajah kesal.
Bergerak hendak memukul wajah Nora, namun sayang sang Adela sudah lebih dulu menghindar, menangkap kepalan tangan yang melayang hampir mengenai wajahnya.
“Kau mau memukul kakakmu sendiri, Arsen?” tanya Nora dingin. Carsen Dienasa. Bisa Ia lihat amarah di kedua mata adiknya. Nora tahu, tapi dia tidak bisa memaafkan perbuatan Arsen.
“Kenapa kakak tidak mau menolong ayah?! Kakak tahu ayah yang membiayai sekolahku!! Bagaimana dengan uang kuliahku nanti?!” Adik yang memiliki sifat dan pendirian berbalik darinya.
Jika Nora dididik begitu keras sehingga dia mampu tumbuh menjadi sosok yang mandiri dan bisa berdiri sendiri sejak usianya lima belas tahun.
Beda halnya Arsen, sebagai anak laki-laki satu-satunya di keluarga. Saat keluarganya berada dipuncak. Arsen mendapat perlakuan super istimewa.
Baik ibu atau ayah, selalu memberikan apapun yang Arsen inginkan. Sekolah super mahal, peralatan belajar, bermain games, penunjang hobi bahkan beberapa pesta yang diadakan untuk menaikkan nama Arsen di sekolahnya.
Arsen tumbuh menjadi pemuda yang manja. “Kakak akan berusaha membiayai uang kuliahmu. Tapi kau juga harus mulai mencari pekerjaan ringan,”
“Apa?! Aku tidak mau!! Ini bukan pekerjaanku! Tugasku sebagai pelajar hanya datang ke sekolah, kampus, belajar, bermain dengan teman-teman, menikmati masa muda!!” Pemuda itu tidak setuju, melepas genggaman Nora dari tangannya.
“Gara-gara Kakak memasukkan ayah ke penjara!! Kehidupan sempurnaku terancam hilang!! Kakak benar-benar putri yang durhaka!!”
Tidak ada yang membela atau menyetujui keputusan Nora di sini. Semua menyalahkan. Nora pun tidak ada niat untuk membela diri.
Berjalan menjauhi ibu dan sang adik, Nora mengambil beberapa koper, merapikannya lagi.
“Aku akan berhenti dari kepolisian, dan menggunakan uang tabunganku untuk membayar hutang ayah,” Berujar tiba-tiba.
Manik ibunya terbelalak kaget, “Hu-hutang? Kenapa?! Ayahmu sudah masuk ke penjara, kenapa harus membayar hutang juga?!”
Wanita itu tidak tahu tentang hukum, kebencian pemilik perusahaan pada ayah terlanjur parah. Sehingga laki-laki itu juga memberikan tempo dua tahun pada Nora untuk membayar semua hutang ayahnya.
Mungkin dua tahun merupakan waktu yang lama bagi semua orang, tapi bagi Nora. Itu adalah waktu yang sangat singkat.
Ratusan juta, dimana Nora harus mencari uang sebanyak itu? Memikirkannya saja sudah membuat kepala ini hampir pecah.
“Untuk sementara aku ingin Ibu mencari pekerjaan lain, Ibu dan Arsen boleh menggunakan semua tabungan keluarga.” Menegapkan tubuh kembali, Nora memandang sang ibu.
“Ibu, tidak perlu memberikan apapun padaku. Uang tabungan itu, kurasa bisa menghidupi Ibu selama beberapa tahun mendatang. Ayah, juga sudah menyiapkan uang dan keperluan kuliah untuk Arsen ‘kan? Kalian tidak perlu takut.” Tersenyum tipis.
Semua tanggung jawab ini akan Nora emban. Sebagai penebus kesalahannya. “Karena Ibu sudah membuang koper dan bajuku, itu berarti aku tidak boleh lagi tinggal di sini,”
Terkekeh pelan, kedua manik keemasannya menatap sang ibu dan Arsen. Tanpa keraguan sama sekali, “Aku akan pergi sekarang,”
Berbalik, menarik dua koper besar di tangannya. Nora benar-benar tidak menyangka. Satu langkah yang Ia lakukan, akan dibalas dengan tangisan kedua orang di belakangnya.
“KENAPA KAU BEGITU EGOIS!! TIDAKKAH KAU MEMIKIRKAN MASA DEPAN KITA NANTI?!!” Suara sang ibu berteriak kencang, disertai tangis membahana.
Arsen memeluk tubuh ibunya yang hampir saja terjatuh, tidak kuat menahan tekanan. Menatap penuh benci ke arah sang kakak.
“KAKAK JANGAN PERNAH BERPIKIR UNTUK KEMBALI LAGI SEBELUM AYAH BERKUMPUL LAGI DENGAN KITA!! INGAT ITU!!” Teriakan Arsen ikut menggema, seiring dengan tubuh Nora yang berjalan pergi kediaman.
Tanpa menoleh ke belakang lagi, menuju mobil, kali ini meninggalkan tanpa ragu.
***
Egois, ya Nora mengakui dirinya memang sangat egois. Jika memikirkan keluarga adalah hal kedua yang bisa Ia lakukan. Maka hal nomor satu dalam pikiran Nora adalah keadilan.
Munafik, mungkin banyak orang menganggapnya sebagai wanita seperti itu. Menjunjung tinggi keadilan namun tetap memiliki nafsu tertentu di hatinya.
Menegakkan keadilan namun keluarganya sendiri yang melakukan masalah. Hh, entah seperti apa tanggapan semua masyarakat setelah ini.
‘Hh, aku harus menyerahkan surat pengunduran diri beberapa hari lagi,’ Tidak mungkin dia langsung berhenti begitu saja tanpa menemukan posisi komandan yang cocok setelah ini.
Komandan dengan kemampuan setara dengannya dan Moran. Apa ada?
‘Sulit sekali menemukan orang seperti itu,’ Mendesah beberapa kali, tentu saja sangat sulit menemukannya dalam satu dua hari saja.
Sebelum memikirkan itu lebih lanjut, ‘Aku harus mencari tempat tinggal baru,’ Tidak mungkin Nora membuang uangnya untuk tinggal di sebuah apartement mewah atau menyewa hotel selamanya ‘kan?
Pikiran Nora sekarang hanya satu, menemukan tempat tinggal terpencil, sederhana, dimana tidak ada yang tahu mengenai statusnya.
Nora bisa hidup dengan tenang, sembari mencari cara mengembalikan semua hutang sang ayah pada perusahaan tempat laki-laki paruh bayat itu bekerja.
Ibu dan Arsen mungkin sangat enggan untuk sekedar membantunya mengumpulkan uang. Terutama Arsen, Nora sedikit mengasihani pemuda remaja itu.
“Aku sudah memberinya masalah baru, padahal baru beberapa hari kelulusannya selesai.” Untung saja sang ayah sangatlah peduli dengan pendidikan dan memanjakan Arsen melebihi Nora selama ini.
Jadi untuk kehidupan sekolah Arsen, dan sang ibu. Nora tidak perlu khawatir.
Mobil itu terus Ia kendarai dengan perlahan, membelah langit yang semakin gelap. Angin malam mungkin akan sedikit menusuk kulit hari ini. Nora harus segera menemukan tempat tinggal sementara.
“Apa aku menyewa hotel satu hari saja?” Berbicara pada dirinya sendiri, akan sangat sulit baginya menemukan kontrakan di daerah terpencil sekarang.
Lagipula Nora sangat kelelahan, dia butuh istirahat. Berendam dalam air hangat dan menenangkan diri tanpa ada siapapun yang mengganggunya.
“Ugh,” Tanpa sadar meringis, rasa perih di pipi, bekas tamparan sang ayah tadi pagi masih terasa jelas. Tamparan penuh amarah yang begitu kuat, tentu saja meninggalkan pedih.
“Hh, lebih baik aku menyewa satu kamar hotel saja,” Walaupun berulang kali Nora mendapatkan pertolongan dari Moran. Tapi dia menolak, laki-laki itu sudah terlalu banyak membantunya.
Ini adalah permasalahan yang harus Nora selesaikan sendiri. Hukuman untuk putri durhaka sepertinya.
Mobil terhenti saat lampu jalan berubah kemerahan, sosok sang Adela menyender lelah. Menutup mata selama beberapa detik, wanita itu sengaja membuka kaca mobilnya, membiarkan angin malam menyentuh tiap helai rambutnya.
Pandangan manik keemasan yang menatap ke luar, langit nama cerah hari ini. Bulan berbentuk sabit, seolah kehilangan setengah dari hidupnya.
Tanpa sadar wanita itu terkekeh, “Apa langit malam itu berusaha mengejekku?” gumamnya tipis, seolah bertanya. Kenapa langit begitu indah hari ini, sementara hati Nora sangatlah kacau.
***
Dalam beberapa hari saja, kabar mengenai Nora tersebar begitu luas. Citranya yang terombang-ambing, antara keadilan dan kewajibannya sebagai seorang komandan kepolisian serta putri dipertanyakan kembali.
Wanita kejam yang begitu tega menghukum ayahnya sendiri atau wanita tegas yang menjunjung keadilan tanpa peduli siapapun status criminal itu.
Kira-kira kebenaran mana yang akan kalian pilih?