Aiyra POV Jantungku berdegup keras setelah marah pada Kak Gathan dan Amirra. Baru kali ini aku bisa mengeluarkan emosi setelah 20 tahun selalu hidup dalam kepasrahan. Aku memang tak suka marah sama seperti mama. Makanya sekali marah, napasku tersengal aneh. Belum habis emosiku, suasana di depan ribut. Kudengar mama yang terpekik kalut dan papa yang memberi instruksi cepat pada beberapa anak buahnya. Sesekali nama Ara dipanggil. Ada apa sih di depan? Ara kesurupan? “Ara?” pekikku kaget ketika melihat papa yang masih memakai seragam PDH menggendong Ara yang terkulai lemas. Tak hanya itu, dari hidungnya berlepotan darah segar. Ya Allah, adikku kenapa? “Araaaa! Bangun Dedek! Kamu kenapa, Dek? Dek…” rontaku disertai tangisan kalut yang mulai leleh. “Dek Ara, Sayang? Bangun Nak!” panggil mam