Di restoran hotel tempat mereka menginap, Alzena duduk sendiri di meja yang jauh dari Ferdinan dan Katrine. Dengan secangkir kopi di depannya, ia berusaha menikmati suasana meski hatinya terasa berat. Pemandangan indah di luar jendela tak mampu menghapus rasa sakit dan terasing yang ia rasakan sejak awal perjalanan ini.
Di tengah lamunannya, seorang pria bule berwajah tampan menghampirinya. Pria itu tersenyum ramah dan bertanya, "Excuse me, do you mind if I join you?"
Alzena sedikit terkejut namun segera tersenyum sopan dan mengangguk. “Of course, please have a seat,” jawabnya dalam bahasa Inggris yang lancar, dengan nada suara yang tenang dan penuh percaya diri.
Percakapan mereka pun mengalir dengan mudah. Pria tersebut memperkenalkan diri sebagai James, seorang turis asal Amerika yang sedang berlibur di Bali. Alzena menanggapinya dengan santai dan ramah. Mereka membicarakan banyak hal, mulai dari keindahan Bali, budaya Indonesia, hingga beberapa tempat wisata yang menarik. Ternyata, Alzena memiliki pengetahuan yang luas, dan ia bisa berbicara dengan bahasa Inggris yang fasih serta kata-kata yang elegan. Alzena terlihat begitu nyaman berbicara dengan James, bahkan sesekali tertawa mendengar leluconnya.
Di meja seberang, Ferdinan dan Katrine yang awalnya tak peduli, mulai memperhatikan Alzena. Katrine mengerutkan kening, lalu mencibir, “Sejak kapan dia bisa berbahasa Inggris? Gadis cupu seperti itu?”
Ferdinan tersenyum tipis, sedikit heran, namun lebih menampakkan ekspresi sinis. "Mungkin dia hanya menghafal kalimat sederhana, berharap terlihat cerdas," balas Ferdinan dengan nada dingin, berusaha mengabaikan ketertarikan yang mulai muncul di dalam dirinya. Dia tak ingin mengakui bahwa Alzena ternyata memiliki sisi yang menarik, sesuatu yang selama ini dia abaikan karena lebih memilih fokus pada Katrine.
Namun, mata Ferdinan tak bisa lepas dari Alzena. Melihat gadis itu berbincang dengan James, ia merasa ada hal yang berbeda dalam diri Alzena, sesuatu yang selama ini ia anggap remeh. Keanggunan dan kecerdasan Alzena tampak terpancar saat ia berbicara, memperlihatkan sisi dewasa dan mandirinya yang mungkin7 selama ini tertutupi oleh kesederhanaan penampilannya.
Katrine menyadari perhatian Ferdinan yang mulai teralihkan dan merasa tidak nyaman. Dia mengeratkan genggamannya pada lengan Ferdinan, lalu berbisik dengan suara penuh kecemburuan, “Dia tidak lebih dari gadis pengganti. Jangan biarkan dia memengaruhimu.”
"Hei...ayo kembali ke kamar sekarang!"Ajak Ferdinan pada Alzena.
"Baik, James aku harus kembali ke Villa, sampai ketemu lagi! Alzena dengan menggunakan bahasa inggris
" Oke,"ucap James .
Ferdinan menatap sinis pada Alzena . "Ternyata kau tidak selugu kelihatannya ya!'
"Hhh, kenapa memangnya?Ada yang salah?"Alzena mengernyitkan keningnya.
Ferdinan mencoba mengabaikan pikirannya, kembali mengarahkan perhatiannya pada Katrine.
"Honey, sudah jangan pedulikan dia,"sapa Katrine pada Ferdinan.
Ferdinan menatap tajam ke arah Alzena yang selalu saja membantahnya. Dia pikir Alzena sangat penurut dan lemah, sehingga mudah dia tindas, ternyata tidak, dibalik kelembutannya wanita ini menyimpan banyak kekuatan tak terduga.
"Lihat saja, sampai kapan kau bisa bertahan dalam pernikahan ini!"Batin Ferdinan.
Saat menuju Villa mereka harus melewati jalanan menuju Villa yang sedikit menanjak dan Alzena digoda oleh seorang pria.
"Hai cantik... sendirian saja malam-malam begini!"Laki-laki itu terlihat sedikit mabuk.
"Maaf jangan ganggu saya."Ferdinan sempat melihat ada yang mengganggu Alzena tapi dia tak peduli. Karena dianggap laki-laki itu, hanya menggoda.
"Jangan jual mahal , kau... pasti kesepian kan?"Laki-laki itu menarik tangan Alzena.
"Lepas, lepaskan aku..."Alzena dengan suara gemetar dan meneteskan airmata, saat dia yang seharusnya dilindungi suaminya, namun na'as dia harus sendirian melindunginya dirinya sendiri.
"Ayolah, ikut denganku aku akan memberimu kenikmatan!"Laki-laki memaksa Alzena.
"Toloong."Alzena berteriak. Ferdinan langsung berbalik dan melangkah hendak menyelamatkan Alzena dari Laki-laki itu. Namun dengan cepat seorang laki-laki tinggi dan berperawakan tinggi menolongnya.
"Lepaskan dia."Seorang laki-laki bule, bernama James mencekal tangan laki-laki itu.
"Hei... siapa kau ?"Laki-laki mabuk itu berteriak sambil menunjuk.
"Bugh."James melayangkan pukulan pada pria tersebut. Hingga dia tersungkur, para keamanan membawa pria mabuk itu ke kamarnya.
"Kau baik-baik saja ?"James mengulurkan tangannya, agar Alzena bangkit.
Ferdinan menarik Alzena agar ikut dengannya. Namun Alzena menolak.
"Biar aku jalan sendiri saja, kamu tidak usah peduli padaku!"Alzena menepiskan tangannya.
"Biar aku yang antar kamu, karena bahaya jika kamu sendirian,"ujar James.
"Kau.. aku..."Ferdinan menghentikan ucapannya.
"Kau bukan siapa-siapa aku, jadi urus saja wanitamu itu!"Alzena kini menahan sesak didadanya karena suaminya itu bersikap acuh saat ada laki-laki yang menggodanya.
Ferdinan tanpa berkata apapun berlalu pergi dan kembali menggandeng tangan Katrine. "Honey, kau lihat, dia istrimu tapi malah mau saja diajak laki-laki lain!"Katrine dengan nada manjanya.
Ferdinan mencoba ke kamar Alzena untuk menanyakan kondisinya. Terdengar tangisan Alzena dari balik pintu kamarnya, sehingga Ferdinan mengetuk pintu kamar Alzena. "Tok tok." suara pintu diketuk.
"Hei, kau baik-baik saja?"Ferdinan bertanya tanpa menyebutkan nama Alzena.
"Ceklek."pintar dibuka.
"Ada apa? Anda tidak usah khawatir, aku baik-baik saja, Alhamdulillah Allah masih melindungi saya, ada orang baik yang menolong saya!"Dengan suara menahan isak tangisnya Alzena mencoba mengungkapkan perasaannya,"Dan satu hal, aku tak mau lagi ikut dengan kalian kemana pun, jika karena kamu tak mau bertanggung jawab atas keselamatanku!" Alzena menutup pintu kamarnya. Sementara Ferdinan mematung, bingung mau membantah ucapan Alzena, tapi dia juga merasa bersalah.
Malam yang gelap di temani bintang, suasana di Bali saat itu cukup syahdu. Katrine mengajak Ferdinan untuk ke kamar. Bahkan dengan brutal, Katrine meraup dan melumat bibir Ferdinan dan mereka melewati malam panjang dengan aktivitas panas dan int**.
Alzena menutup telinganya karena suara desah**, yang terdengar sangat nyaring membuat tubuhnya ikut meremang, mendengarnya. "Apakah ini yang harus aku alami ... ,Ya Allah kuatkan aku dalam menghadapi cobaan ini!"Alzena menutupi telinganya dengan bantal. Hingga dia akhirnya dia memejamkan matanya.
Pagi itu, Alzena tak bisa tidur semalaman. Pikiran tentang semua kejadian yang menimpanya terus membayang, membuatnya merasa cemas dan lelah. Ia pun menuju dapur villa, membuat secangkir kopi hangat untuk mencoba menenangkan diri.
Meski bukan kebiasaannya minum kopi, Alzena merasa butuh sedikit dorongan energi. Setelah meneguk beberapa sips, ia merasakan kehangatan menyebar di tubuhnya, dan sebuah ide muncul di benaknya, adalah berenang."Berenang, ahh... biar segar!"
Masih pagi buta, villa begitu sepi. Ia merasa ini saat yang tepat untuk menikmati kolam renang yang terletak di halaman belakang. Alzena kembali ke kamarnya, mengganti pakaiannya dengan celana stretch sepaha dan baju renang yang cukup sederhana namun tetap menonjolkan keindahan tubuhnya.
Pakaian renang itu memamerkan kulitnya yang putih bersih seperti s**u dan punggung indahnya yang terbuka, membuatnya terlihat anggun dan alami tanpa usaha berlebihan.
Tanpa sadar, Ferdinan terbangun lebih awal dari biasanya. Ia turun dengan langkah malas menuju dapur, dan matanya tanpa sengaja menangkap pemandangan di luar jendela kaca besar yang menghadap kolam renang. Di sana, ia melihat Alzena meluncur di air dengan anggun dan mahir, setiap gerakannya tampak lembut namun bertenaga. Tubuhnya meliuk sempurna, menunjukkan bahwa dia memiliki teknik berenang yang baik.
Ferdinan terpaku. Ia tidak menyangka Alzena, yang selama ini ia anggap biasa saja, ternyata memiliki sisi yang memikat. Cahaya pagi yang menyinari kolam membuat kulit Alzena tampak berkilauan, memperlihatkan betapa putih mulus dan sehatnya kulitnya. Sesuatu dalam diri Ferdinan tersentak, seolah ini adalah pertama kalinya ia melihat Alzena dengan mata terbuka.
Tanpa sadar, Ferdinan mendekat ke tepi kolam, memperhatikan Alzena lebih dekat.
"Ternyata dia seksi juga, kulitnya putih banget."Ada perasaan kagum yang perlahan-lahan merayap dalam hatinya, bercampur dengan rasa ingin tahu. Alzena tampak begitu alami dan nyaman di air, jauh dari kesan gadis cupu atau sederhana yang sebelumnya ia lihat.
Alzena akhirnya menyadari keberadaan Ferdinan yang berdiri di tepi kolam. Ia menghentikan renangnya dan menatap Ferdinan dengan sedikit canggung. “Maaf, kalau aku mengganggu,” ujarnya pelan, mencoba menahan rasa malu karena merasa terkejut dilihat dalam kondisi seperti ini.
Ferdinan menggeleng cepat, seolah tersadar dari lamunannya. “Tidak, tidak sama sekali,” jawabnya, suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya. “Aku hanya… tidak tahu kamu bisa berenang sebaik itu.”
Alzena tersenyum tipis, merasa sedikit tersanjung meski canggung. "Aku belajar sejak kecil. Berenang selalu menjadi tempatku untuk menenangkan pikiran," ujarnya dengan jujur.
Ferdinan hanya mengangguk, tak mampu mengalihkan pandangannya. "Begitu rupanya."
Untuk pertama kalinya, ia melihat Alzena bukan sebagai sosok yang dipaksakan dalam hidupnya, tapi sebagai seorang wanita yang memiliki daya tariknya sendiri, sederhana, tetapi memukau. Alzena pun kembali berenang, dan Ferdinan berdiri di sana sejenak, masih terpesona oleh sosok wanita yang sebenarnya selama ini ada di sampingnya, tetapi tak pernah ia sadari.
" Apa kau bisa berenang?"tanya Alzena.