Chapter 7

1091 Words
Abhi kembali menghela nafasnya kasar saat ingatan tentang awal mula kebenciannya pada neneknya itu teringat kembali. Ingatan yang mampu membuat kebenciannya semakin besar dan mungkin tak mau bertemu dengan wanita yang sudah menghancurkan kepercayaannya itu. Apalagi ingatan tentang tangisan pilu mamanya yang menceritakan bagaimana perjuangan wanita yang sudah melahirkannya itu dalam menyelamatkannya dari aksi percobaan pembunuhan neneknya sendiri. Jangan tanyakan apa alasan neneknya. Mama nya sampai saat ini juga tak tahu. Bahkan sudah beberapa kali ia memancing sang ibu, ia tetap tak mendapatkan jawaban. Namun sungguh ada yang janggal. Seperti ada keanehan dibalik semuanya. Karena selama ia hidup dan selalu bersama neneknya, neneknya tak terlihat membencinya. Bahkan neneknya tak pernah berkata kasar padanya. Ia selalu disayang oleh sang nenek. Haaahh! Abhi mengusap wajahnya kasar dan mengacak rambutnya frustasi. ekspresi lelah terlihat begitu melekat di wajah tampannya. Entah masalah apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu antara neneknya dan mama nya itu. Bahkan wanita yang sudah mengandungnya sembilan bulan itu mengancam akan bunuh diri jika dirinya tetap nekat mencari sang nenek. Jika kalian diposisi yang Abhi pijak sekarang, apa yang seharusnya kalian lakulan. ***** "KALIAN NGAPAIN CIUMAN DI SINI?" "DIAM KAU!!" "CARI TEMPAT LAIN KALAU INGIN BERZINA. DAN JANGAN DI SINI!!!" "DIAM ATAU KUTAMPAR." "TAMPAR KALAU BERANI!!!" PLAAAKK! Seperti angin yang disertai asap, Scene berpindah pada sebuah kisah yang menyakitkan. "Hikkss-Papa. Papa bangun! Jangan tidur Pa! Jangan tidur dulu. Bangun." "Dasar anak Sial!!" "Kau siapa? Anak dapat mungut dimana?" "dari tong sampah mana?" "jelek banget.." "b******k!" BUUKKK!! "PAPAAAA-" Haah!Haahh!Haahh! Tubuhnya menggigil setelah mendapatkan mimpi buruk itu kembali. Mimpi yang sudah berhasil menghancurkan ketenangan harinya. Mimpi yang sudah berhasil merenggut senyumnya. Dea merasakan dadanya sesak. Seolah bongkahan batu besar yang menghimpit dadanya dulu kembali menghantam. Bahkan sekarang terasa semakin berat. Nafasnya semakin sesak. Air matanya keluar begitu saja tanpa komando. Jemarinya bahkan mencoba menjangkau sesuatu yang bisa ia jangkau untuk menenangkan ketakutannya. Ia meraung sejadi-jadinya. Dikamar kecil, sendiran tanpa ada siapapun. Tak ada yang memeluknya. Tak ada yang menghapus air matanya dan tak ada yang akan menenangkannya saat ia ketakutan seperti ini. Dea. Ya! Gadis yang tengah menangis pilu itu hanya bisa meringkuk di sudut sandaran ranjang kecilnya. Menekuk kedua lututnya dan menenggelamkan wajahnya di sana. Seolah hanya itu cara yang bisa ia lakukan untuk menenangkan dirinya. Kesakitan detik-detik saat hidupnya hancur kembali memenuhi memori dan ruang dalam hatinya. Lagi-lagi meraung. Meraung bahkan menjerit sekeras mungkin untuk meluapkan sesuatu yang mengganjal di hatinya. Seolaha da bongkahan besar yang begitu sulit untuk dipecahkan. Dan meraung keras-kerasnya itulah yang bisa ia lakukan. Tak peduli jika ada yang mendengar, tak peduli jika orang-orang berpikir aneh dan ia tak peduli tentang semuanya. Masa lalunya yang menyakitkan membuat hatinya membatu. Sepi. Sunyi. Gelap. Sendirian. Empat rasa itulah yang kembali menemani tidur Dea saat ini. Ia kelelahan menangis dan akhirnya tertidur. Hanya satu harapan gadis itu. 'Tuhan, Jika masih ada kebahagiaan untukku. Datangkan padaku Tuhan. Jangan biarkan air mata yang selalu menemani hari-hariku. Namun jika kebahagiaan itu tak akan datang, tidurkan aku selamanya dan jangan bangunkan aku. Biarkan aku bermimpi indah dalam tidur panjang.' ***** Suara alarm jam tiga pagi membangunkan tidur Dea. Ia membuka sedikit matanya dan mendapati dirinya tengah meringkuk di atas ranjang. Hembusan nafas berat seketika langsung terdengar dari bibir Dea. Kepalanya terasa pusing, mungkin karena efek menangis semalaman sampai ia tertidur. Setelah meregangkan sedikit tubuhnya, Dea langsung turun dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi. Mengguyur tubuhnya jam 3an subuh cukup ampuh membuatnya kembali segar. Dalam ilmu dokter pun itu adalah terapi obat. Dan agamanya sendiri juga mengajarkan seperti itu. Mandi dengan air dingin menjelang subuh begitu besar manfaatnya. Selain untuk kesegaran, air dingin yang menyiram tubuh di sepertiga malam juga bisa menghilangkan stress, merangsang peredaran darah, dan untuk kaum hawa, bisa memanfaatkan mandi subuh untuk ecantikan kulit. Karena itulah Dea selalu melakukan aktivitas tersebut. Terlepas dengan setelahnya yaitu Dea yang akan melaksanakan sholat malam. Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Sedari tadi ia tengah berusaha menghilangkan bengkak pada matanya yang sungguh terlihat mengerikan. Padahal sebentar lagi dirinya akan berangkat ke cafe. "Ya Tuhan, ini gimana cara hilangnya." rengek Dea yang terus mengompres dengan air hangat. Menyerah dengan usahanya, Dea pun akhirnya memutuskan untuk pergi saja dan tak mempedulikan pandangan orang-orang nantinya. Cuitan burung pipit mewarnai langkah Dea pagi ini. Setelah tertidur karena lelah menangis yang menyebabkan matanya bengkak walaupun sudah ia kompres, pagi ini gadis itu kembali dihadapkan dengan pekerjaannya. Seperti biasa, ia akan ke cafe dulu, lalu siangnya di 'Angel House'. Dia merindukan Nenek Risma. Entahlah, semenjak wanita itu bercerita padanya. Dea merasa Nenek Risma sudah mau membuka hati. Setidaknya Risma mengizinkannya untuk tahu sedikit tentang kehidupan wanita itu, terkhususnya cerita tentang cucunya yang akan berulang tahun dua bulan lagi. Dari kontrakan kecil Dea menuju Cafe yang tak terlalu jauh namun masih membutuhkan jasa angkutan umum yaitu bus. Tiap paginya memang dia yang diamanatkan untuk membuka Cafe pertama kali. Jadilah ia harus buru-buru ke tempat itu agar tak diomeli boss nya. Namun ada kalanya saat ia tak bisa, tugas itu akan diserahkan pada rekannya yang lain. Sebenarnya Boss tempat Dea bekerja juga tak galak. Ia bahkan tak pernah memarahi Dea. Karena itu, Dea mengaggapnya sebagai kakak. Kakak perempuan yang dari dulu ingin ia miliki. "Pagi Dea." Sapa Lea salah satu rekan Dea sesama pelayan. Ini bukan Lea rekannya di Panti, tapi Lea yang lain. Ia bahkan berhasil membuat Lea di Angel House kesal karena diejek punya nama pasaran oleh Dea. "Pagi Lea." Jawabnya tanpa melihat ke arah Lea. Pasalnya ia juga tengah sibuk membersihkan meja dan menyusun kursi sebelum Cafe siap untuk di buka. "Hari ini kamu jadi temani Buk Boss ketemu klien Dea?" tanya Lea lagi. Gadis itu sedang membersihkan kaca depan. "Belum tahu Le. Tunggu kabar dari boss aja. Kalau katanya nanti harus ditemani ya aku temani. Kalau nggak ya aku stay di sini." Jawab Dea yang di jawab 'OH' oleh Lea. Setelahnya hanya keheningan yang terjadi. Karena kedua gadis itu langsung sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing sampai cafe di buka dan pegawai yang lain datang untuk melakukan tugas. ada yang langsung duduk di bagian pembuatan kopi, ada juga yang langsung menuju dapur karena mereka mendapat bagian pada masak memasak. sampai pelanggan yang mereka tunggu datang satu per satu.. ***** Bersambung!! teman2 bantu project oktober aku yaaa..caranya mudah banget kok, kalian tinggal klik lambang love di bagiaan depan n****+ sebelum lanjut baca. nggak harus klik tiap saat kok.. satu kali klik untuk satu orang aja..^^ jadi yang belum klik, yuk di klik dulu, dan bagi yang udah..makasi banyak ya...^^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD