Rapat bikin keringat dingin

1146 Words
"Kamu kenapa?" tanya Lusi setelah Ayana kembali ke meja kerjanya. Indra dan Arsel langsung menatap ke arah Ayana. Mereka juga bertanya-tanya, apa yang terjadi dengan Ayana? "Tidak apa-apa. Aku hanya mengantuk saja." Ayana memberikan alasan yang sedikit masuk akal. Apalagi wajahnya sedikit basah. "Syukurlah." "Kamu begadang lagi?" tanya Indra. Ayana mengangguk. Dia tidak berbohong atau sekedar mencari-cari alasan. Dia memang begadang karena harus menyelesaikan desain UI/UX untuk aplikasi baru yang akan dibuat. "Tidak perlu memaksakan diri." Ayana hanya tersenyum saja. Bagaimana mungkin ia bisa istirahat dengan tenang jika pekerjaan tidak selesai. Ayana tidak melakukan pekerjaan ini sendiri, ada satu rekan kerja lagi. Tapi dia masih beberapa bulan bekerja disini sehingga banyak hal yang harus dipelajari. Ayana mulai bekerja. Dia melihat kembali rancangan yang sudah selesai dibuat. Kali saja ada yang kurang. "Ayana." Seseorang memanggil dirinya. Ayana langsung melihat dan ternyata Pak Rohman. "Iya, Pak." "Nanti kita rapat jam sepuluh." "Baik, Pak." "Apa desain sudah selesai?" Pak Rohman ingin memastikan karena rapat kali ini akan membahas tentang rancangan aplikasi yang akan dibuat. "Sudah, Pak." "Baguslah. Nanti kamu jelaskan ruang rapat." "Baik, Pak." Ayana dan Lusi memiliki pekerjaan yang berbeda. Kali ini Ayana akan bergabung dengan tim dua untuk membuat aplikasi. Ketua tim adalah Pak Rohman. Ada 7 orang di dalam tim tersebut. Sebelum membuat aplikasi, tentu saja mereka harus mendapatkan hasil final tentang rancangan aplikasi agar punya rules untuk membuat aplikasi. Ayana dan Zane yang bertanggung jawab untuk perancangan UI/UX. Jika sudah selesai, mereka akan bekerja sama dengan yang lain agar aplikasi selesai tepat waktu. Ayana mengirim pesan kepada Zane agar menyiapkan ruang rapat. Semuanya harus disiapkan dengan sebaik mungkin. Termasuk minuman dan makanan karena rapat yang berlangsung tidak akan sebentar. Jika ada yang tidak setuju dengan rancangan yang dibuat oleh Ayana serta Zane, maka mereka harus berlapang d**a untuk melakukan revisi. "Mbak," panggil Zane. "Iya, kenapa?" "Kata Pak Rohman, kopinya delapan bukan tujuh," jelas Zane. Dia bahkan menunjukkan pesan yang dikirim oleh Pak Rohman. "Ya sudah, beli delapan saja." "Kira-kira siapa yang bakal ikut rapat selain tim ya, Mbak?" Zane sedikit penasaran. "Tidak usah dipikirkan." Zane mengangguk saja. "Oh ya, apa kartu perusahaan sudah diberikan oleh Pak Rohman?" Membeli konsumsi untuk rapat akan ditanggung oleh perusahaan. Bahkan isi pantry divisi mereka juga ditanggung oleh perusahaan. Maka jangan heran ada mesin kopi, biji kopi, teh, cemilan dan sejenisnya. "Sudah, Mbak." Zane menunjukkan kartu perusahaan. "Jangan lupa bukti pembayarannya." Ayana mengingatkan karena mereka juga harus melaporkan uang yang keluar dan digunakan untuk apa saja agar tidak terjadi penyelewengan dana perusahaan. "Siap, Mbak. Aku ke bawah dulu." Zane langsung turun ke lantai bawah dengan lift. Sedangkan Ayana mulai mencetak rancangan dan menduplikatnya menjadi beberapa. Pukul sepuluh kurang, Ayana sudah berada di dalam ruang rapat. Ada anggota tim yang lain juga. Ada yang bertanggung jawab untuk fitur-fitur yang ada di dalam aplikasi. Mereka adalah Tian dan Felix. Ayana sering berdiskusi dengan mereka berdua agar tidak terjadi kesalahan tujuan. "Gimana menurut, Abang?" tanya Ayana setelah memberikan dokumen yang berisi rancangan kepada Felix dan Tian. "Bagus kok. " "Bang Tian?" Tian mengangguk. Menurutnya tidak ada masalah dengan rancangan yang dibuat oleh Ayana. "Syukurlah." Ayana bernafas lega. Semakin mendekati jam sepuluh, ruangan semakin diisi oleh anggota tim. Bahkan sekarang tinggal menunggu Pak Rohman saja. Ayana tidak sabar untuk menjelaskan rancangan yang ia buat. Termasuk tampilan awal yang menurutnya sudah sangat menarik. Tentu saja Ayana mengharapkan sedikit pujian atas kerja kerasnya selama beberapa waktu ke belakang. "Pagi," sapa Pak Rohman yang masuk ke dalam ruang rapat. Ayana dan anggota yang lain langsung berdiri untuk menyambut kedatangan Pak Rohman. "Pa-" Deg! Jantung Ayana berdetak dengan cepat. "Gi," lanjutnya lagi dengan suara pelan. Dia berusaha untuk menenangkan diri setelah melihat siapa yang ada di samping Pak Rohman. Kenapa ketua divisi harus ikut dalam rapat tim mereka? Ketua tim sebelumnya tidak melakukan ini. Apalagi Ayana belum siap berhadapan dengan Alfi. Dia masih butuh waktu untuk memahami apa yang terjadi. Semua terlalu mendadak. Bahkan hari pertama sebagai ketua divisi, Alfi sudah bekerja seperti sekarang. Harusnya dia bersantai saja di dalam ruangan. Rapat dibuka. Ayana tidak berani menatap ke arah Alfi sama sekali. Alfi duduk didepan dengan aura ketegasan yang jelas terlihat. Ayana melihat sosok Alfi yang baru. Bahkan dia tidak tampak seperti dulu yang tampak malu hanya untuk berbicara dengan Ayana. Jelas saja tidak semua orang akan terus sama. Pasti berubah seiring berjalannya waktu. Apalagi Alfi bekerja di luar negeri. Dia menjadi sosok pria yang bisa diandalkan. Ayana akui Alfi terlihat lebih tampan, lebih berwibawa dan pesonanya lebih kuat. Maka tidak heran beberapa karyawan perempuan tertarik padanya. "Silahkan, Tian." Pak Rohman menyuruh Tian untuk menjelaskan alur aplikasi yang akan dibangun. Ayana memperhatikan ke layar yang ada di depan. Tian menjelaskan dengan baik. Setelah Tian menjelaskan, suasana mendadak horor. Keheningan terjadi beberapa detik sampai ketua divisi angkat bicara. Alfi langsung mempertanyakan beberapa poin. Bahkan ia bertanya sesuatu yang awalnya tidak terpikirkan oleh Ayana. Tingkat kecerdasan Alfi memang tidak main-main. “Tambah beberapa poin yang saya katakan tadi.” “Baik, Pak.” Tian mengangguk setelah berkeringat dingin. “Berapa waktu yang kalian butuhkan untuk menyelesaikannya?” Alfi memasang wajah yang sangat serius. Bahkan tatapannya mampu membuat objek yang ditatap keringat dingin. “Ti-tiga hari, Pak.” “Kalian yakin?” Alfi meragukan hal itu. “Ya-yakin.” “Satu minggu. Kalian harus menyelesaikan dalam satu minggu.” “Ba-baik, Pak. Terima kasih banyak.” Tian sedikit lega. Padahal dia juga tidak yakin untuk menyelesaikan dalam 3 hari. Tian kembali ke tempat duduknya. Felix dengan cepat memberikan tisu karena Tian memang banyak berkeringat. Ayana yang awalnya percaya diri malah tidak begitu yakin dengan kemampuannya sendiri. Apa rancangannya juga bermasalah? Sepertinya begitu. Sekarang giliran Ayana. Meskipun jantungnya berdetak dengan cepat, tapi Ayana tetap berjalan dengan penuh percaya diri untuk menjelaskan rancangan yang sudah ia dan Zane buat. Ayana menjelaskan dengan baik setiap slide demi slide yang ada di layar. “Cukup sekian penjelasan saya, terima kasih.” Ayana sedikit menundukkan badan karena ia sudah selesai menjelaskan. “Balik ke halaman depan,” ujar Alfi. Dia bahkan memijat pangkal hidupnya. Ayana mengembalikan ke halaman depan. Rancangan yang muncul pertama kali saat membuka aplikasi. “Apa tampilannya terlihat menarik?” tanya Alfi. Setelah 4 tahun tidak bertemu, Ayana baru bisa berbicara dengan Alfi. “Ayana!” tegas Alfi. Ayana lantas terkejut. Bahkan tubuhnya menggambarkan keterkejutan itu. “I-iya, Pak.” “Bisa-bisanya kamu melamun di sini.” Alfi mengatakan dengan penuh penekanan. Ayana langsung minta maaf. Dia juga tidak sadar kalau melamun. “Jangan lakukan lagi!” “Baik, Pak.” Rasanya Ayana ingin menangis. Alfi kembali bertanya. “Apa tampilan itu terlihat menarik?” Matanya menatap ke layar. Ayana bingung. Baginya menarik, tapi melihat tanggapan sang atasan sepertinya tidak. “Ti-tidak, Pak.” Orang-orang di dalam ruangan rapat langsung kebingungan. Kenapa Ayana menjawab tidak padahal rancangan itu dia buat sendiri. “Kalau tau tidak menarik, kenapa kamu masih merekomendasi rancangan ini?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD