3. Nyi Rontek

1942 Words
Alas Nggaranggati adalah alas yang terkenal akan keangkeran serta kesunyian yang menyelusup hingga membekukan sanubari. Di tempat itu banyak siluman liar yang haus akan darah dan juga memiliki ilmu kanuragan yang tinggi. Tidak pernah dijamah oleh manusia membuat alas Nggaranggati semakin terasa lembap dan memiliki aura yang sangat magis. Bahkan penduduk desa terakhir yang terletak sangat dekat dengan alas Nggaranggati tidak ada yang berani untuk mendekat ke alas itu. Penduduk di desa Kuncen hanya berani mencari kayu bakar dan beberapa tanaman liar di luar dari batas wilayah alas Nggaranggati. Mereka hanya sebatas menjamah pinggiran wilayah alas tersebut. Karena mereka tidak berani untuk masuk lebih jauh ke dalam alas yang terkenal akan keangkeran serta terlarang untuk lalui oleh manusia. Tidak sampai di situ, legenda yang mereka ketahui dari mulut ke mulut, di sana banyak sekali siluman yang berkeliaran yang terkadang juga menyatroni desa mereka. Namun ada satu nama yang melegenda hingga turun temurun dalam lingkungan penduduk desa Kuncen. Nama seorang pertapa wanita yang berumur ratusan tahun yang konon katanya masih terlihat jelita. Sosok itu tinggal di sebuah gua yang ada di kawasan segara Lintang, di bawah lereng alas Nggaranggati. Bahkan penduduk desa Kuncen tidak ada yang mengetahui secara pasti bagaimana sosok wanita pertapa itu. Ada yang bilang sosoknya menyerupai wanita tua dengan rambut yang sangat panjang berwarna putih dengan baju yang compang-camping dan membawa sebuah tongkat untuk membantunya berjalan. Namun ketika bulan purnama, sosok itu berubah menjadi seorang gadis yang sangat cantik jelita. Ada juga penduduk yang berasumsi bahwa sosok pertapa wanita itu berparas cantik, berkulit putih, dan bermata lentik bagaikan bidadari yang turun dari kayangan. Bahkan menurut beberapa penduduk, pertapa wanita itu sering menyambangi pasar di desa Kuncen. Hanya saja mereka tidak menyadari dan tidak pernah ada yang mengetahui bagaimana paras dan wujud dari sosok sang pertapa wanita. Penduduk setempat mengenal sosok pertapa wanita itu dari cerita yang turun temurun. Sang pertapa wanita adalah seorang putri dari salah satu Demang yang pernah menjabat di kawasan yang menaungi desa Kuncen ratusan tahun silam. Namun, ketika cintanya dikhianati maka pertapa wanita itu memutuskan untuk mengasingkan diri ke dalam alas Nggaranggat, untuk melupakan kisah cintanya yang kelam. Sang pertapa Wanita itu semadi dan mendalami ilmu kanuragan hingga tak terkalahkan. Berhati dingin dan tidak pernah menampakkan wujudnya setelah menjalani pilihan hidupnya. Sang pertapa wanita itu dikenal dengan nama Nyi Rontek. *** Malam yang kelam, berbalut awan hitam yang menggumpal menyelimuti wilayah segara Lintang. Seakan memberikan sebuah pertanda bahwa telah terjadi sesuatu yang sangat menyayat hati, ketika seorang bayi yang baru dilahirkan ke dunia ini, harus terpisah dari sang ibu. Anak laki-laki itu dibawa pergi oleh seorang dayang yang menjadi abdi dalem salah seorang selir di kerajaan Arundapati. Sang dayang yang bingung menentukan sebuah pilihan, walau tidak ada pilihan yang baik untuk dirinya dan sang bayi yang dia dekap. Namun, satu hal yang menjadikan dayang itu memilih untuk menceburkan diri ke dalam segara Lintang, karena dia yakin jika Sang Pencipta memberikan kesempatan kepada batinitu untuk tetap hidup, tidak akan ada halangan yang membuatnya kehilangan nyawa. Dayang Arum pun berpikir kalau dirinya tetap berada di atas tebing itu, tidak menutup kemungkinan mereka berdua akan tewas di tangan prajurit raja Ganendra, karena dayang Arum tidak bisa menjamin selamatan putra dari Puspa Kencana. Konsentrasi Nyi Rontek terpecah. Ketika suara gaduh di alas Nggaranggati yang selama ini tenang dan sunyi, begitu mengganggu fokus sang pertapa wanita. Hingga sesuatu yang sangat mengejutkan terdengar begitu jelas di telinga wanita berusia ratusan tahun itu. Byuurrr!!! Suara benda terjatuh ke dalam segara yang tidak jauh dari mulut gua. Secara spontan netra hitam Nyi Rontek terbelalak dan melirik tajam ke arah pintu gua. “Hhhhrrrrrrr ... Siapa yang berani beraninya membuat keributan di wilayahku? Tidak akan aku lepaskan mereka!” Nyi Rontek murka karena konsentrasinya hancur berantakan. Wanita yang berusia ratusan tahun itu tetap terlihat sangat awet muda, walau dengan rambut putih yang telah menjalar bagai mahkota terlihat begitu angker. Pakaiannya berwarna hitam yang menjuntai bagai jubah, terasa sangat magis ketika rambut panjangnya pun tergerai. Untung saja Rontek sering menyanggul rambutnya dengan sederhana. Tak lupa kegemarannya menginang ketika dirinya pergi melihat keadaan wilayah tempat tinggalnya. Rontek memastikan keamanan alas Nggaranggati dan juga wilayah desa Kuncen. Nyi Rontek sangat murka ketika ketenangannya terganggu oleh suara bising seperti perkelahian dan berakhir dengan bunyi suara benda terjatuh dari atas tebing. Rontek yang kesal segera beranjak dari tempat duduknya yang berupa lempengan batu besar di dalam gua. Rontek dengan cepat dan melihat situasi di sekitar segara Lintang. Matanya yang hitam segelap obsidian terus mengintai situasi di sana. Hingga dia dikejutkan oleh suara tangisan bayi yang menggelegar bagai gemuruh yang mendera sanubari Nyi Rontek. “Bayi siapa itu? Siapa yang berani-beraninya melahirkan kan di tempatku ini?” rontek semakin murka dan dia terus berjalan menuju segara Lintang karena suara bayi itu berasal dari sana. “Awas saja! kalau sampai aku melihat ada perempuan yang diam-diam melahirkan di wilayahku terlebih jika bayi itu anak haram, akan aku hukum kedua orang tuanya! Atau barang siapa yang membuang bayi di alas ini, akan aku satroni kedua orang tua bayi itu! Mereka jelas tidak bertanggung jawab!” Nyi Rontek menggerutu dan beranggapan bahwa ada sepasang suami istri yang tidak mau bertanggung jawab setelah anak mereka dilahirkan. Rontek pun sangat mengutuk perbuatan biadab yang dilakukan siapa pun, kalau sampai tega membuang bayinya. Rontek adalah wanita yang baik dan berakhlak budi, walau dirinya dikenal sebagai seorang pertapa yang berhati dingin karena menutup diri setelah kekasihnya menghianati Nyi Rontek. *** Suara tangisan bayi semakin terdengar nyaring. Itu tandanya Nyi Rontek sudah dekat dengan lokasi keberadaan bayi malang yang masih menangis dengan kencang. Hingga akhirnya Nyi Rontek melihat sesuatu yang mengapung di atas segara Lintang. “Benda apa itu? Apakah ... itu bayinya? Hampir tidak mungkin Jika seorang bayi tidak tenggelam di dalam air! Hampir tidak mungkin Jika seorang bayi mengapung di atas sana. Sudah barang tentu bukan bayi sembarangan. Apa yang sebenarnya terjadi di atas sana?” Nyi Rontek mendongak ke atas tebing alas Nggaranggati. Kemudian dengan sangat cepat Nyi Rontek berlari hingga dirinya sampai di tepi segara Lintang. Setelah sampai disana, Nyi Rontek melihat bayi itu masih mengapung di atas air. Embusan angin seakan berpihak kepada Rontek. Hingga mengantarkan sang bayi menepi ke depan kaki Nyi Rontek. “Sebuah keajaiban yang baru saja aku saksikan. Bayi ini benar-benar ajaib! Mungkin Sang Hyang Widhi menakdirkan bayi ini untuk tetap hidup. Itu berarti masih ada sesuatu hal yang harus diselesaikan oleh sang bayi malang ini dalam kehidupannya.” Rontek menatap bayi itu sesaat. Lalu Rontek menundukkan bahu serta berjongkok untuk mengambil bayi malang itu. Sinar rembulan tiba-tiba muncul membelah kegelapan. Awan hitam yang sebelumnya menggumpal menyelimuti wilayah itu, memudar dan menyisakan cahaya bulan yang begitu indah. Wajah bayi malang itu bersinar terkena pantulan cahaya bulan. Tangisannya pun berhenti seketika menatap wajah nyi Rontek yang tersenyum. Mereka seperti ditakdirkan untuk bertemu. Nyi Rontek yang selama ini hidup kesepian dipertemukan dengan seorang bayi malang yang saat ini sendirian tanpa apa ada seseorang yang menemaninya kecuali Nyi Rontek. “Apa yang harus aku lakukan?” Myi Rontek berpikir sejenak. “Menggendongnya?” Wajah Nyi Rontek terlihat gugup karena bingung dengan apa yang harus ia lakukan. “Jangankan menggendong bayi. Bahkan menikah pun aku tidak pernah. Lalu bagaimana bisa aku menggendongnya?” Nyi Rontek sang wanita pertapa dengan ilmu kanuragan tinggi itu, merasa gugup untuk pertama kalinya. Tubuhnya gemetaran sesaat sebelum mencoba untuk menimang bayi itu. Namun, nalurinya sebagai seorang wanita, membuat Nyi Rontek bisa menggendong bayi itu ke dalam dekapannya. “Begini rasanya menimang seorang bayi?” Rontek tersenyum menatap wajah bayi yang terkena pantulan sinar rembulan. “Bahkan aku sama sekali tidak mengetahui asal-usul bayi ini.” Rontek yang tadinya emosi berapi-api, semuanya padam seketika dia menatap wajah sang bayi. “Lalu ... apa itu?” Rontek melihat sesuatu yang berada di tepian Segara Lintang tidak jauh dari tempatnya berdiri. Ia melihat tubuh manusia dalam posisi telungkup di dekat batu karang. Rontek yang sedang menimbang bayi malang itu menghampiri sosok wanita yang sudah tidak bernyawa. Dialah dayang Arum, penyelamat putra Puspa Kencana, hingga akhir hayatnya, mengabdikan dirinya untuk Puspa kencana. “Wanita ini sudah tidak bernyawa, sebaiknya aku mengamankan bayi malang ini ke dalam gua, agar merasa hangat di sana. Sedangkan aku akan menguburkan wanita malang ini.” Rontek segera membawa bayi malang itu ke dalam gua. Di sana rontek memiliki teman yang selama ini selalu berada di sampingnya. Seekor harimau putih yang tinggal di dalam gua bersama Rontek. Macan putih itu bernasib sama tidak berbeda jauh dengan bayi malang yang baru saja ditemukan oleh Nyi Rontek. Akhirnya harimau putih sangat menghormati dan menurut pada perintah Rontek. Harimau putih itu pun diberi nama Mindu. Auman harimau terdengar di mulut gua ketika Nyi Rontek kembali bersama bayi malang itu. Rontek segera memeriksa keadaan bayi itu dan segera meletakkannya di atas batu yang selama ini menjadi singgasananya. “Mindu! Jaga bayi ini! Aku akan pergi sebentar! Selama aku pergi, kau harus menjaga bayi ini agar tidak menangis!” perintah Rontek seolah dipahami oleh Mindu. Tak lama berselang Rontek meninggalkan mereka berdua di dalam gua untuk menguburkan wanita malang yang telah kehilangan nyawa di tepi segara Lintang. *** Sepulang Rontek menguburkan jenazah dayang Arum, ia kembali ke dalam gua. Nyi Rontek menyapa Mindu yang tengah menjaga bayi malang itu. “Mindu ... terima kasih sudah menjaga bayi malang ini. Bahkan aku sendiri tidak mengetahui asal-usulnya. Sekarang, lebih baik kita sama-sama memeriksa keadaan bayi ini!” Rontek berusaha untuk melihat kondisi bayi malang itu. Karena dia takut kalau selimut yang digunakan sebelumnya sudah basah terkena air di segara Lintang. Rontek mengambil beberapa lembar selendang miliknya, untuk menggantikan selimut bayi yang sedikit basah. Perlahan Nyi Rontek membuka selimut bayi itu, sembari menatap wajah bayi malang yang kini seakan menghibur hati Rontek yang beku. “Apa ini?” Mata rontek terbelalak ketika dirinya melihat sebuah kotak kecil yang terselip di dalam selimut bayi yang lumayan tebal itu. Rontek menyimpan kotak kecil itu di samping bayi. Ia mengurungkan niat untuk membukanya. Sedangkan saat ini, Rontek berusaha untuk mengganti selimut bayi itu dengan selendang miliknya. “Ternyata bayi ini adalah bayi laki-laki. Bayi ajaib yang bisa mengapung di atas air. Bayi yang penuh misteri, sangat malang, dan wajahnya begitu bersinar. Mungkin Sang Hyang Widhi menakdirkan bayi ini untuk menyelesaikan apa yang harus dia selesaikan di dunia, sehingga Sang Hyang Widhi memberikan kesempatan kedua untuk sang bayi tetap hidup.” Rontek kembali memakaikan selendang miliknya untuk membalut hangat bayi malang itu. Sebelum rontek kembali menimang bayi malang itu, ia penasaran dengan isi kotak kecil yang dia temukan di dalam selimut bayi. Betapa terkejutnya Rontek ketika melihat sebuah keris yang berukuran kecil dan sebuah gelang berukir burung garuda yang tersimpan rapi di dalam kotak tersebut. “Sepertinya dia bukan bayi sembarangan, keris dan gelang ini menyiratkan bahwa dia, seorang keturunan darah biru ....” Rontek kembali menoleh ke arah bayi malang yang saat ini sudah tertidur pulas setelah Rontek mengganti selimutnya yang basah dengan selendang miliknya. “Siapa pun kamu, apa pun latar belakang kamu, aku akan tetap menjaga dan membesarkanmu, mendidikmu, dan menurunkan ilmu kepadamu, kau bisa mencari siapa jati dirimu yang sebenarnya setelah dewasa, saat ini aku akan merahasiakan semuanya kepadamu sampai usiamu dewasa. Biarlah kamu mengetahui aku sebagai ibumu. Jadilah penumpas kebatilan, pembela kebenaran, dan pemuda yang tangguh dengan segala ujian kehidupan,” ucapan rontek seolah menjadi doa untuk sang bayi malang yang kini menjadi anak angkat sang pertapa wanita. “Akan aku beri nama Arsakha, agar hidupmu selalu menjadi penerang di mana pun kamu berada.” Rontek menimang bayi itu dan mendekapnya agar sang bayi masakan kasih sayang yang diberikan oleh Nyi Rontek. *** Bagaimana seorang Rontek merawat bayi itu? Apa yang akan dia lakukan? Bersambung ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD