bc

Disayang Duda Kaya

book_age18+
346
FOLLOW
3.0K
READ
billionaire
forbidden
HE
escape while being pregnant
drama
bxg
brilliant
city
secrets
like
intro-logo
Blurb

Alila larasati hidup tidak berkekurangan karena majikannya yang begitu baik. Tinggal di rumah mewah selama bertahun-tahun dengan suami yang dulu juga berprofesi sebagai pembantu rumah itu membuat Lila tetap menjadi seseorang yang tahu diri.

Berbeda dengan suaminya, pria itu tak lagi menjadi pembantu disana. Dia diminta untuk mengelola salah satu usaha majikannya yang kaya raya. Tapi, ternyata semuanya membuat suami Alila lupa akan asalnya.

Bagaimana rumah tangga itu bertahan di tengah prinsip yang berubah? Jika seorang pria datang di tengah badai rumah tangga mu? Apakah kamu akan memilih bertahan dengan suami yang rasa cintanya tak lagi sama?

chap-preview
Free preview
1 - MUAK DAN MUAL
Alila Larasati menatap kosong foto pernikahannya, lalu kemudian ia mengusap pelan perutnya yang membuncit. Lila merasa sesak dalam dadanya. Kehamilan yang ia tunggu dengan suaminya Dimas selama dua tahun pernikahan ternyata tak seperti dugaan Alila. Suaminya sudah banyak berubah. Dimas yang kini bekerja di salah satu bengkel besar milik majikan mereka, seolah lupa diri tentang siapa dirinya. Pria itu banyak pulang malam dan berdalih tak banyak memiliki waktu untuk mengantarkan Lila pergi memeriksakan kandungannya. Pekerjan Dimas sebagai kepala bengkel, membuat Lila seorang gadis desa yang menjaga villa mewah milik keluarga Adnan hanya bisa mempercayai suaminya. Wanita yang kini berstatus kepala pelayan di villa megah di sebuah desa kecil yang terkenal dengan wisata alamnya di salah satu sudut kota jawa, tak memiliki pikiran apapun selain prianya itu memang sibuk dengan pekerjannya. Lila yang bahkan tak lulus SMA dan hanya memiliki ijazah paket C selalu mengkerdilkan dirinya. Ia selalu menganggap, dirinya bodoh karena tidak sekolah dan akhirnya tidak tahu apapun soal pekerjaan Dimas. Pekerjaan yang dilakukan suaminya mungkin memang banyak dan melelahkan. Tahu apa ia tentang kehidupan seorang kepala bengkel? Menyadari bahwa ilmu yang ia miliki terbatas dan kesederhanaan adalah hal yang perlu ia tanamkan pada dirinya. Membuat kecantikan Lila yang sebenarnya, tak terpancar. Apalagi hanya menjadi kepala pelayan membuat Lila mengartikan bahwa dirinya hanyalah seorang pembantu. Itu berarti ia bukan orang yang kaya yang bisa menghamburkan uangnya untuk kesenangan yang sesaat. Daripada untuk hal-hal yang kurang berguna, Lila memilih mengumpulkan uangnya untuk anaknya agar tidak memiliki hidup sepertinya. Dulu, Lila hidup sebatang kara dan sangat miskin. Ibunya meninggal saat melahirkannya, sedangkan Ayahnya kabur begitu saja saat Lila lahir. Lila akhirnya di asuh oleh Kakek dan Neneknya. Namun seolah ditakdirkan untuk menjadi sebatang kara, Kakeknya meninggal saat Lila berada di akhir sekolah menengah pertama. Seluruh harta dari penjualan tanah yang kini menjadi villa megah miik keluarga Adnan telah ludes untuk biaya pengobatan sang Kakek. Nenek Lila yang mengusahakan agar cucunya tetap bersekolah, akhirnya juga tumbang. Penyakit saluran pernafasan membuat Nenek Lila tak bisa lagi bertahan terlalu lama di dapur karena asapnya cukup berbahaya untuk Nenek Lila. Gadis itu akhirnya menghentikan sekolahnya. Ia tak mau Neneknya sendirian, lagipula ia juga harus berdagang sesuatu agar mereka tetap bisa makan. Lila merelakan pendidikannya di sekolah menengah atas untuk menghidupi dirinya dan membiayai Neneknya. Bagai oase dipadang pasir, Lila bertemu dengan Diani, Nyonya rumah yang yang membeli tanahnya dan dijadikan villa megah ini, entah kenapa siang itu bisa berada di pasar desanya dan mengantri membeli bothok tahu tempe yang ia jual. Wanita yang mungkin seumuran dengan Ibunya jika saja masih hidup, menawarkan Lila untuk mengurus villa milik mereka. Agar villanya tak kosong karena Diani bisa tinggal di dalamnya sebagai penjaga villa. Mengingat kejadian saat ia bertemu dengan Diani, membuat Lila banyak bersyukur. Diani menyelamatkan Lila dari rasa kesepian sebatang kara. Nyonya majikannya juga membuatnya bertemu dengan suaminya dan memberikan hidup yang layak bagi Lila. “La, jangan ngelamun aja. Itu suamimu dateng. Ladenin, Nduk. Nanti dia ngamuk-ngamuk lagi,” ucap Saimah sambil mengusap pundak Lila dengan lembut. "Dia baru sampe, Mbok?" Saimah hanya mengangguk saja sambil memasang senyumnya. Wanita paruh baya itu adalah penjaga villa yang bertugas untuk membersihkan villa keluarga Adnan. Melihat respon Saimah, Lila segera beranjak dari tempat duduknya. Langkahnya terbatas karena membawa bayi tiga puluh minggu di dalam perut dengan badan mungilnya sungguh tidak mudah. Memasuki kamar, Lila melihat pria dengan baju yang sudah tak beraturan dan wajah yang nampak lesu. Lila memahami pasti sulit untuk mengatur bengkel yang katanya besar sekali menurut orang-orang desa yang pernah singgah ke tempat Dimas bekerja. "Mau di siapin air mandi, Mas?" ucap Lila sambil membantu Dimas melepaskan bajunya. Bau menyengat seperti parfum menusuk hidung Lila yang sensitif karena kehamilannya. Suara seperti orang yang akan muntah membuat Dimas risih dan menatap Lila tak suka. “Aku udah mandi di kantor tadi. Sengaja supaya gak perlu lihat kamu yang ngomel karena gak suka aku pakai parfum. Sampai kapan kamu ngidam?! Aku gak mungkin kan ketemu klien dalam keadaan bau terus-terusan. Nyusahin banget!” omel Dimas sambil menatap jengah istrinya. Lila hanya bisa menggigitbibir bawahnya. Ia tak mau suaminya makin muak dengan air matanya yang mudah menetes di kehamilannya ini. Wanita itu beralih dengan menaruh pakaian kotor Dimas ke keranjang baju kotor. “Kamu udah ke Bidan belum? Udah tanya-tanya soal kehamilanmu yang gampang muntah ini gak? Sampai kapan katanya?Aku diceritain sama orang kantor katanya istrinya cuma ngerasain satu dua bulan aja. Kamu lebay banget sampe berbulan-bulan gak selesai!” Lila menghela nafas panjang mencoba menguatkan dirinya dengan menggenggam erat tangannya. “Udah, aku udah tanya, Mas. Tapi, Bu Bidan malah balik nanya, kapan kamu mau nemenin aku kontrol? Bu Bidan bilang harus sama kamu, Mas. Biar beliau langsung jelasin ke kamu,” ucap Lila dengan gugup. “Lemot, sih! Makanya Bidan gak mau jelasin ke kamu,” ucap Dimas sambil menatap lekat manik mata Lila dengan tatapan jengah. Jantung Lila bertalu dengan kencang. Perasaan sakit hati atas jawaban Dimas juga rasa takut jika suaminya yang memilki perawakan lebih besar dari dirinya menggunakan tangan untuk memukul Lila. “Ka—kamu kok ngomongnya gitu, Mas?” tanya Lila sambil menahan isak tangisnya. Dimas hanya memutar matanya dan menghela nafas panjang. Ia berlalu dari hadapan Lila dan mengambil kaos yang sudah disiapkan Lila. “Gak usah drama!” “Drama apa sih, Mas! Memangnya gak mau lihat anak kita, Mas? Kamu gak mau lihat anak kita perempuan atau laki-laki? Kamu gak mau tahu dia didalem perutku ngapain aja?!” tanya Lila berani dengan air mata yang sudah mulai jatuh membasahi pipinya. Dimas kembali menghela nafas panjang. “Kapan?” tanya Dimas sambil memakai kaos yang ada ditangannya. Ia merasa terlalu lelah untuk meladeni Lila yang akan mengomelinya panjang dan lebar. “Sabtu. Kalau Mas libur,” jawab Lila dengan tak yakin. “Puskesmas gak libur kalau Sabtu?” Lila hanya menggeleng. "Oh," itu saja yang keluar dari mulut Dimas. Mendengar pertanyaan Dimas, Lila berharap kali ini ia bisa pergi ke puskesmas di dampingi suami. Sama seperti Ibu-Ibu yang lain yang bersama dengan suami yang sangat antusias untuk menemui anak mereka. Setidaknya, jika bukan Lila, anak dalam kandungannya bisa mendapatkan perhatian Dimas. Ia tak mau anaknya memilki nasib yang sama dengan dirinya yang ditinggal kabur Ayahnya setelah di lahirkan. Lila pikir punya sosok Ayah pasti menyenangkan. Apalagi juga punya Ayah dan Ibu, anaknya pasti tidak perlu iri dan bisa ikut membanggakan orang tuanya. Hal itu pasti sangat keren bagi anaknya karena anaknya nanti tak perlu merasa berkecil hati bahkan rendah diri seperti yang Lila alami. Lila terlalu yakin akan hal itu. “Jangan ngelamun aja, aku mau kopi. Bikinin kopi sana. Kerjaan aku masih banyak, nanti anter aja ke ruang kerja!” pinta Dimas sambil membawa laptopnya dan keluar menuju ruang kerja keluarga Adnan. Lila hanya mengangguk saja. Lila tidak memberikan respon apapun lagi selain memandang punggung suaminya dengan perasaan yang tak bisa ia gambarkan. Rasanya ada yang salah dengan rumah tangga mereka, tapi Lila tak mau berpikiran buruk. Hal yang paling ia takutkan adalah kesepian. Hidup sebatang kara tidak akan mudah. Ia harus tahan. Semua orang berumah tangga pasti ada masa renggang yang menghampiri. Lila yakin itu. Sayangnya, Lila terlalu yakin. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook