Bab 1. Pendekatan
"Bagaimana dengan Richard?" suara Bara mengagetkanku yang sedang tidur terlelap disofa. "Dia tampan, kaya dan tentunya idaman banyak wanita" sambungnya sambil duduk disofa didekatku.
Ku rebahkan kepalaku dipahanya, lalu kembali menutup mata, "sama seperti yang lain, you know what i mean, gak ada getaran getaran cinta seperti dinovel yang aku baca, Bar!"
Bara menuangkan cairan pembersih muka keatas kapas, lalu mulai membersihkan wajahku dari make up yang menghias wajahku sedari pagi, "Apa kabar gue tanpa elo yah? Apa kita nikah aja?" tanyaku sambil menunjukkan puppy eyes kearahnya.
"Ngaco!" gerutunya tapi tetap membersihkan wajahku, "Kakek pengen lo cepet nikah, pengen cepet punya cucu, elo tuh udah gak muda lagi, Jess"
"Bar, lo tuh keterlaluan yah? Gue baru 29tahun dan lo bilang gue tua? Aunty Sandra aja nikah diumur 42tahun dan baru punya anak diumur 44tahun" gerutuku gak terima. "Elo tuh yang harusnya duluan nikah, lo kan ganteng, dokter pula, udah mapan kan? cepet nikah sana gih! jangan nongkrongin gue mulu" timpalku tak mau kalah
"wah, wah, sudah hebat ngajak debat yah sekarang? oke gue nikah besok, lo cari ART sana, gue males tiap minggu bersihin apartement lo, belum lagi lo keklinik gangguin gue mulu, dosa apa gue punya temen macem lo"
"yah, pake acara ngambek segala, iya iya sorry deh Bara Isaac Anderson yang paling baik sedunia, gue gak gitu lagi... besok gue kelinik lo ya? pengen facial nih!" kataku sambil bangun dan merangkulnya, Bara hanya memutar bola matanya sambil mendengus sebal, ia tak akan marah semudah itu. Bara adalah sahabatku sedari kecil, orang tua kami berteman sehingga kami sering bertemu dan bahkan bersekolah bersama. Bara adalah seorang dokter dibidang kecantikan, dia memiliki sebuah klinik kecantikan dipusat kota, tapi selain itu dia juga adalah asisten rumah tanggaku. Itu karena aku adalah orang yang sangat malas, sedangkan dia adalah orang yang anti kotor, pecinta kebersihan dan memiliki penyakit OCD yang parah, jadi dua sampai tiga kali seminggu, dia akan ke apartementku untuk bersih-bersih. Keberuntunganku memiliki sahabat sebaik Bara yang selalu ada untukku.
Oh ya, perkenalkan namaku Jessica Ramona Alenzy, aku adalah cucu satu-satunya dari Brent Alenzy, pemilik perusahaan Alenzy grup yang bergerak diperhotelan, club dan showroom. Dan karena aku adalah cucu satu-satunya, sering kali kakek memintaku untuk kencan dengan laki-laki pilihannya yang tak lain adalah anak atau cucu dari rekan bisnisnya. Pernikahan bisnis, yah demi memperluas jaringan bisnis keluarga, jadi sering kali akan ada pernikahan bisnis dari keluarga orang-orang kaya, tapi aku dengan tegas menentang semua pilihan kakekku. Dan laki-laki yang telah disebutkan Bara tadi, Richard adalah laki-laki ke 15 yang sudah ku tolak. Tak akan lama lagi, Kakek akan menelpon dan memarahiku habis-habisan.
Bara mencubit lenganku lalu bergerak menjauh, "mandi dulu sana, badan lo nempel-nempel bekas keringet tau"
"aroma badan gue bikin cowok-cowok b*******h tau, gak perlu parfum lagi cowok-cowok pada nempel, elu nya aja yang gak jelas, gak suka cewek kan lu" candaku tapi kilatan amarah memancar dari mata Bara yang tiba-tiba memojokkanku kesofa. Jarak wajah kami hanya beberapa senti dan itu membuatku mendadak mati kutu. Bertahun-tahun pertemanan kami, tak ada tanda-tanda cinta, kami memang sangat dekat tapi hanya sebatas teman dan tidak lebih, dan kedekatan jarak fisik kami, membuat jantungku memompa lebih cepat.
"A...A,Apaan sih lu! Canda tau, jokes!" cicitku sambil mencoba menjauhkan mukanya dengan telunjukku.
"kenapa? grogi lo? Ati-ati lo jatuh hati sama gue" kata Bara sambil duduk menjauh dan mengambil remote tv. Ia duduk dengan tenang sambil menonton acara dilayar televisi.
"Gila lo!" Gerutuku lalu beranjak masuk kekamar untuk berganti pakaian.
Aku menutup pintu dengan kencang lalu bersandar didinding, cinta? dengan Bara? Gila! Kata-kata yang paling aku jauhi adalah cinta....
***
Drrtt... Drrrttt....
Ku gapai telepon genggam dinakas lalu menekannya, "Halo" sapaku dengan suara parau khas bangun tidur.
"Jess, proposal lo diapproved sama Pak Denny dan dia mau ketemu lo 30menit lagi" suara Yurin, asistenku terdengar bersemangat diseberang sana. Yurin adalah asisten dan juga teman kampusku dulu, jadi kami terbiasa berbicara informal bila saat berdua, tapi bila dikantor kami akan bertindak profesional, sebisa mungkin. Aku terlonjak senang lalu bangkit dari tidurku, "okay, gue siap-siap sekarang" sahutku senang.
ku lirik jam didinding, pukul 9 pagi dan aku akan terlambat, ini karena kemarin aku mabuk bersama Bara dan Wanda sampai pukul 2dini hari. Arrgghhh, dan aku terlihat buruk sekali. Muka bengkak khas baru bangun dan bau alkohol disekujur tubuh.
Kulangkahkan kakiku memasuki salah satu restaurant mewah, mencari-cari sosok pria gendut bernama Pak Denny, salah satu investor diperusahaan tempatku bekerja. Oh ya, aku tidak bekerja diperusahaan kakek dan malah bergabung disalah satu perusahaan periklanan sebagai salah satu tim kreatif. Tiba-tiba sosok lelaki melambai kearahku, Richard, laki-laki pilihan kakek yang berkencan denganku tempo hari.
"Ngapain lo disini?" tanyaku sedikit ketus sambil duduk dihadapannya, melirik kanan kiri mencari sosok pak Denny.
"Masalah proposal yang lo ajuin ke om Denny, proposal elo disetujui dan gue ditunjuk sebagai penanggung jawab. Jadi bisa dibilang, elo kudu lapor ke gue semuanya tentang proyek ini" katanya sambil menyesap kopi yang sudah tersaji diatas meja.
"Lo lagi nyoba pake kekuasaan untuk ngedeketin gue?" tuduhku sebal karena ternyata dia adalah keponakan dari Pak Denny. "Lo tau Alenzy Grup itu punya kakek gue, kalo gue mau, gue bisa pindah kerja ketempat manapun yang memang milik gue kapanpun gue mau. Gue gak peduli dengan proposal ini"
Richard tertawa kecil lalu menatapku tajam, "Oh ya? Jadi buat apa lo bela-belain dateng kesini setelah mabuk sampai pagi? Dan apa gue terlihat semenyedihkan itu? Lo seharusnya tau gue gak pernah ditolak siapapun"
"Darimana lo tau gue mabuk sampai pagi?Dan kalo lo dateng kesini karna ngerasa harga diri lo terinjak, gue musti bilang kalau lo udah salah menilai gue, karna gue cuma suka sama cowok yang gue mau, bukan pilihan orang lain, termasuk kakek gue. Dan satu lagi, yap, gue nolak lo, jadi ini kali pertama lo ditolak dan itu sama gue" kataku tajam.
"Gak penting gue tau darimana. Jadi lo mau lepasin proyek ini?" kata Richard sambil menunjukkan proposal yang telah kusiapkan berbulan-bulan untuk Pak Denny.
Aku menghela nafas panjang dan bangkit dari kursiku, "Kalo lo profesional dan punya harga diri, lo gak akan bawa-bawa proposal gue sebagai tameng lo" sindirku. "Gue gak pernah peduli proposal gue diterima atau gak."
Tidak! Aku telah menyiapkannya berbulan-bulan, itu hasil keringat dan air mataku. bathinku tapi tentunya tak terdengar olehnya.
Richard meletakkan proposalku lalu tertawa dan bertepuk tangan, "Mari kita bekerjasama" katanya lalu menjulurkan tangan untuk bersalaman. Dan aku hanya mengernyit keheranan.....