Airin menatap jarum jam yang sudah menunjukkan pukul 23.00 malam. Ia semakin cemas dan rusuh. Ia juga tak henti-henti mengintip ke balik tirai jendela. Sesekali Airin juga keluar rumah, lalu berdiri di depan gerbang rumahnya melirik ke ujung jalan komplek yang tampak lengang. Adit belum juga kembali. Sedangkan Rere juga tidak menjawab panggilannya. “Sebenarnya apa yang terjadi?” bisik Airin lirih. Pikiran Airin begitu kacau. Ia tidak bisa lagi berpikir jernih. Berbagai pikiran buruk datang silih berganti. Apa jangan-jangan Adit mengalami kecelakaan? Atau dia mengalami kejadian naas lainnya. Glek. Helaan napas Airin menjadi sesak. Selain itu ia juga merasa pusing. Airin cepat-cepat menekan dinding dengan telapak tangannya sebagai topangan karena tiba-tiba lantai yang ia pijak terasa be