“Selamat pagi, Rio!” sapa seorang dokter dengan wajah yang manis pada anak kecil tersebut.
“Pagi, Om dokter. Mamaku masih tidur ...,” timpal bocah empat tahun itu dengan lirih.
Sang dokter mendekat dan melihat pada seorang perempuan dengan gaun biru muda terlelap di sofa. Dia membawakan roti sandwich untuk mama dari Rio tersebut.
“Ya sudah, biarkan mama kamu istirahat dulu. Om dokter mau mendengarkan dulu isi hati Rio,” ujarnya sambil mengeluarkan stetoskop.
Dengan senang hati, bocah tersebut berbaring dan membiarkan sang dokter memeriksanya.
Alunan musik tiba-tiba terdengar diiringi dengan sebuah getaran. Sumber suara itu berasal dari atas meja.
Baik Dokter Danish maupun Rio sama-sama menengok.
Ponsel Nadira menyala.
“Aduh!” Nadira refleks mengambil ponselnya dan langsung mengangkat panggilan. Tampak dia masih belum sadar dengan kehadiran Dokter Danish yang memeriksa anaknya.
“Halo?”
“Ada apa?”
Entah apa yang ia dengar, tapi dia langsung membelalakkan mata saat itu juga. “Ya ampun, aku hampir terlambat!”
“Iya! Iya! Saya ke sana sekarang!”
“Yang terjadi semalam itu kesalahpahaman, atas nama suami saya, saya minta maaf!”
Dokter Danish memperhatikan Nadira yang terburu-buru membereskan barang. “Nad ....”
“Eh, Dokter? Maaf, saya terburu-buru! Saya harus meninggalkan Rio lagi karena ada urusan pekerjaan. Saya permisi!” pamitnya sambil berjalan dengan cepat menenteng tasnya.
“Nadira ... jangan lupa sarapan ....” Tampaknya perhatian dari Dokter Danish pagi ini cukup sia-sia karena Nadira tak terlalu memedulikannya.
Pria itu menatap pada roti lapis yang ia bawa masih tergeletak di meja dan belum sempat disentuh oleh Nadira. “Memang ... apa yang terjadi sampai dia harus meminta maaf atas nama suaminya?”
**
“Kau lupa? Tujuanku mengirim kamu ke perjamuan makan semalam adalah untuk mendekati investor pasaraya terbesar. Jika kita menjalin hubungan baik dengan dia, maka kita bisa dengan mudah memasukkan resto franchise kita ke berbagai Mall tempat dia berinvestasi! Bahkan besar kemungkinan kita bisa menembus pasar internasional! Tapi karena masalah pribadi, kau malah membuat kekacauan dan kita kehilangan kesempatan itu!” bentak Gio. Seorang Manajer yang merupakan atasan dari Nadira.
“Maaf, Pak! Saya akan meluruskan pada Tuan William mengenai kejadian semalam,” ucap Nadira yang masih merasa sangat sedih.
“Otakmu di mana? Memang semudah itu minta maaf? Hah?”
“Saya ... saya menyesal!”
“Hah! Menyesal! Semua tak akan bisa memutar waktu lagi!”
“Saya minta maaf!”
“Hanya itu yang kau bisa, minta maaf, menyesal, minta maaf, menyesal lagi! Tapi kau tak pernah berpikir atas tindakanmu yang memalukan!”
Nadira tertunduk dan tak menimpali. Dia tak mengerti dengan apa yang dilakukan oleh Rangga kemarin sehingga membuat dia harus bertanggungjawab atas imbas dari insiden tersebut.
“Tak ada yang bisa kita lakukan! Sekarang Tuan William sudah kembali ke negaranya! Bagaimana mungkin kau bicara dengan orang itu?” cibir Manajer Gio sekali lagi.
Suasana di ruangan masih tegang.
Gio memberikan tatapan tajamnya yang sangat intens pada Nadira.
“Padahal tugasmu itu mudah! Gunakan wajah cantikmu saja, lalu bermulut manis di depan Tuan William begitu saja sudah cukup dan itu akan sangat membantu perusahaan kita!” Nada ucapan Gio lebih rendah dan dia mendekatkan wajah ke arah Nadira.
“Fortuna Mall sedang mengalami krisis keuangan, jadi kerja sama dengan Tuan William sangat dinantikan oleh mereka yang butuh dana. Masalahnya restoran franchise kita, tidak akan dijadikan lagi sebagai stan utama di Fortuna Mall jika kerja sama mereka batal! Dan kita juga akan kesulitan untuk masuk ke mall lain dan menjadi stan FnB utama! Apa kau bisa mengembalikan posisi restoran franchise kita ke posisinya?” Napas dari Gio terasa di bawah telinga Nadira. Hal itu membuatnya geram.
“Menjauh dariku!” tutur Nadira dengan tegas.
Gio kembali tegak dan mengerutkan dahi sambil melihat Nadira. Dia memastikan apa yang ia dengar tidak salah.
“Jika kau tak bisa mendekati Tuan William, setidaknya kau bisa mendekati direktur utama IJ Group agar mau menempatkan restoran franchise kita sebagai ikon produk FnB di pasaraya IJ Mall milik mereka. Kau bisa? Jangan sia-siakan wajah cantikmu,” lanjut Gio masih sambil berbisik di dekat telinga.
Entah kenapa kalimat barusan benar-benar mengusik harga dirinya, apalagi ketika ia merasa jika Gio semakin mendekatkan diri padanya.
“Jangan dekat-dekat,” lirih Nadira tapi dia membalas Gio dengan tatapan tajam.
“Kau ... mengerti ucapanku ... sebelumnya, kan?” tanya Gio dengan agak terkejut melihat reaksi perempuan di depannya.
“Aku mengerti! Tapi aku tidak akan melakukan apa yang kaukatakan!” jawab tegas Nadira sekali lagi.
“Kau ...?” Gio heran dengan jawaban yang dilontarkan oleh Nadira.
“Apa bagimu merendahkan perempuan itu hal biasa? Apa bagimu karyawati bekerja di perusahaan ini untuk menggoda investor-investor mata keranjang itu?” timpal Nadira yang merasa kesal.
Gio melayangkan tangan dan hendak menampar Nadira, tapi dia urung dan hanya sekedar mendorong Nadira.
Namun alih-alih tersungkur lalu terpuruk, Nadira justru bangkit dan melipat kedua tangan di depan. Matanya masih menatap tajam pada Gio dan berjalan maju menyudutkan manajer tersebut.
“Siapa bilang restoran franchise kita tidak akan mendapat tempat lagi di Mall yang lain? Hah?” ujarnya dengan suara penuh intimidasi.
“Kau saja yang tidak pernah memiliki kepercayaan diri itu! Aku dan pegawai lainnya mengembangkan restoran ini bahkan meneliti menu dan menyesuaikan pasar dengan sangat hati-hati! Tanpa harus menggunakan cara berlendirmu itu, aku pasti bisa menempatkan DeliFood sebagai resto franchise utama di berbagai mall!” Kali ini Nadira tampak benar-benar penuh dengan tekad. Dia mendesak Gio hingga ke meja kerjanya.
“Oke! Oke ...!” Gio menelan ludahnya. Melihat Nadira yang begitu serius seakan ingin menerkamnya itu, membuat dia cukup gugup.
“Kali ini ... aku memaafkan dirimu! Setidaknya ... tunjukkan kemampuanmu dengan mendekati IJ Group! Maka aku tidak akan mempersulitmu!” lanjut Gio mencoba untuk tegar agar tidak terlalu malu pada Nadira.
Nadira menggelengkan kepala mendengar ancaman dari Gio. Dia melenggang pergi tanpa pamit pada sang manajer. Dalam hati, siapa juga yang peduli apakah Gio akan memaafkannya atau tidak!
Perempuan itu sudah muak dengan para laki-laki yang memanfaatkan jabatan untuk merayu dan menggoda wanita sesuka hati mereka.
“Nadira, kau baik-baik saja?” tanya seorang perempuan yang menunggu di luar ruang manajer.
Nadira mengangguk pelan. “Kamu menguping, Lusi?”
“Aku khawatir padamu!” jawab Lusi. “Seharusnya kamu memberi dia pelajaran yang lebih dari itu! Pak Gio memang suka memanfaatkan para karyawan perempuan! Kemarin kamu hampir dilecehkan oleh Tuan William, apa yang dilakukan Pak Rangga tidak salah!”
Lagi-lagi Nadira hanya mengangguk pelan. Jika semua orang tahu dan memiliki pemikiran seperti itu, pasti mereka tidak akan menyalahkan baik Nadira maupun Rangga atas kejadian semalam. Tapi sayang, yang berkata di sini bukan benar atau salah. Melainkan kedudukan sosial dan juga uang. Apalagi, belum banyak yang tahu jika Rangga adalah suami sah dari Nadira.
“Ya, maklumi saja! Gio dan juga kebanyakan karyawan di sini tidak ada yang tahu jika Rangga itu suamiku, Lusi! Jadi mereka menganggap jika aku sedang menggoda dua pria dan mereka berkelahi karena salah satu dari mereka agresif padaku.”
Lusi terkekeh mendengar ucapan Nadira. “Haha! Dijadikan rebutan pria kaya kalau begitu ceritanya! Oh, ya! Aku tadi mendengar kalau Pak Gio meminta kamu mendekati direktur IJ Group agar kita bisa mendapatkan tempat untuk restoran kita dan menjadi produk FnB utama di pasaraya. Apa itu benar?”
Mendadak Nadira langsung menghentikan langkah. Karena terlalu emosi pada Gio, dia tidak sadar jika pria itu menyebut perusahaan yang menaungi IJ Mall, saingan dari Fortuna Mall di kota ini.
“Bagaimana? Kau akan bicara pada suamimu?”
Nadira terdiam.
Entah dia akan membicarakan masalah ini atau tidak pada Rangga. Yang jelas, dia tak mungkin memelas minta bantuan pada pria tersebut untuk masalah pekerjaan.
Ya, Rangga adalah direktur utama dari IJ Group.