PANDANGAN PERTAMA

1001 Words
Gadis terjaga saat ia mendengar suara adzan subuh yang berkumandang. Ia teringat ibunya di rumah sehingga ia pun berusaha untuk bangkit berdiri. Namun, saat ia menggerakkan tubuhnya yang ada hanyalah rasa sakit yang mendera. Bahkan tiba-tiba ia merasakan perutnya begitu mual dan kepalanya sakit. Tanpa dapat ditahan lagi, ia pun muntah dalam posisi setengah terduduk sehingga ranjang dan selimutnya kotor. Penuh perasaan bersalah dan cemas ia pun berusaha untuk bangkit namun, tubuhnya yang sakit dan juga kepalanya yang pusing membuat Gadis justru terjatuh dari ranjang dan menimbulkan suara berdebum. Xabiru yang kebetulan tidur di sofa yang ada di luar kamar terbangun mendengar suara keras dan bergegas masuk ke dalam kamar. Pemuda itu kaget luar biasa saat melihat Gadis sudah jatuh terbaring di lantai dan juga ranjang yang kotor. "Ya Tuhan, kau kenapa?" katanya sambil membantu Gadis. "Aku tadi hendak bangun, tapi entah mengapa tubuhku sakit sekali untuk digerakkan dan juga mual luar biasa. Maafkan aku sudah mengotori tempat tidurmu," jawab Gadis lirih. Xabiru membantu Gadis untuk duduk di sofa yang ada di kamar itu. "Sebentar aku akan menyuruh pembantu rumah tanggaku membersihkan semuanya. Kau masih pusing? Atau masih ingin muntah? Biar aku bantu ke kamar mandi," kata Xabiru. "Aku pusing sekali." "Tunggu, ya. Biar tempat tidurnya di bersihkan terlebih dahulu dan kau juga harus mengganti pakaianmu. Sebentar, ya." Sebelum keluar dari kamar, Xabiru menyalakan air di kamar mandinya dan mengisi bathtub nya dengan air hangat. Kemudian ia pun segera memanggil asisten rumah tangganya. "Bik, tolong bantu ganti sprei dan selimut di kamarku. Dan, bibik tolong bantu gadis itu untuk membersihkan tubuhnya, dia muntah dan pakaian dan tubuhnya kotor," kata Xabiru kepada kedua asisten rumah tangganya. "Pakaian gantinya bagaimana, Tuan?" "Ini, berikan saja piyama dan pakaian dalam milik almarhum Mami." "Baik tuan." Xabiru yang merasa khawatir segera melangkah ke dapur dan membuatkan bubur juga teh hangat untuk Gadis. Untuk pertama kalinya ia merasa begitu khawatir dan cemas pada seorang gadis yang baru saja ia kenal. "Ah, perasaan apa ini namanya," gumam Xabiru. Setelah beberapa lama, asisten rumah tangganya datang menghampiri. "Tuan sedang apa? Biar saya saja yang mengerjakannya." "Gadis itu bagaimana?" "Sudah bersih, Tuan. Kami sudah membantunya membersihkan diri dan tempat tidur juga sudah dibersihkan." "Kau tolong selesaikan membuat bubur ini, lalu bawa ke kamar ya. Aku akan memberikan teh ini kepadanya." "Baik, Tuan." Xabiru pun membawa teh manis hangat buatannya ke kamar. Ia melihat Gadis sudah berbaring kembali di atas tempat tidurnya dengan wajah yang begitu pucat pasi. "Kau minum dulu teh hangat ini, ya." "Terima kasih, maafkan aku sudah merepotkan dirimu dan juga pembantu-pembantu rumah tanggamu." "Tidak apa-apa." "Aku khawatir dengan ibuku di rumah. Beliau pasti juga cemas karena semalaman aku tidak pulang. Tapi, untuk berjalan saja saat ini aku tidak bisa. Bagaimana ini?" kata Gadis dengan nada cemas. Air mata sudah menetes di pipinya membuat Xabiru merasa ikut terharu. "Bagaimana kalau aku ke rumahmu dan membawa ibumu kemari?" Gadis menggelengkan kepalanya perlahan, "Lebih baik kau mengantarkan aku pulang, bisakah?" tanyanya. "Apa kau yakin?" "Iya, aku yakin ingin pulang, hanya saja aku bingung bagaimana aku harus pulang." "Aku akan menggendongmu saja." Pipi Gadis memerah seketika mendengar perkataan Xabiru, ia merasa malu sekali. "Kau menggendongku?" "Memang ada cara lain untuk membantumu?" kata Xabiru. Entah mengapa ia merasa senang membuat gadis cantik di hadapannya itu tersipu malu. "Tuan, ini buburnya." Xabiru menoleh dan meraih mangkuk berisi bubur dari tangan pembantu rumah tangganya lalu ia menatap Gadis. "Kau makan dulu bubur ini, ya. Aku yakin sejak semalam kau pasti belum makan. Biar aku suapi, ya." Gadis hanya bisa mengangguk pasrah. Ia pun membiarkan Xabiru menyuapinya perlahan. Pandangan mata mereka bertemu dan Gadis merasakan getaran-getaran yang aneh. Degub jantungnya berdebar semakin kencang. Bahkan ia tidak menyadari bahwa karenakana memerah karena malu. "Sebenarnya, semalam kau dari mana hingga kehujanan dan luka-luka?" tanya Xabiru. Gadis menunduk dan memejamkan matanya sebentar, berusaha untuk mengumpulkan kekuatan. Sungguh jika mengingat apa yang terjadi semalam membuatnya begitu terluka. "Semalam, aku dari rumah ayahku untuk meminta uang bulanan dan juga uang kontrakan. Tapi, ayah malah memukul dan menyiksaku karena aku dianggap melawan dan menentangnya. Apakah salah jika seorang anak meminta haknya?" "Jadi, yang melakukan semua ini adalah ayahmu sendiri?" "Iya." "Apakah ayah dan ibumu berpisah hingga kau harus meminta uang ke rumah ayahmu?" "Seingatku mereka masih dalam ikatan pernikahan yang sah. Tapi, ayah dulu mengusir Ibu hanya karena kesalahan kecil dan hasutan ibu tiriku." "Ibu tiri? Tunggu dulu, maksudmu?" "Ayah dan ibuku menikah karena saling mencintai. Tapi, karena belum juga dikaruniai anak, maka ibu mengizinkan ayah untuk menikah lagi. Dan,ayah pun menikahi ibu tiriku. Tak lama mereka memiliki seorang anak lelaki. Kemudian, ibu tiriku dan ibuku kembali mengandung, lahirlah aku dan adikku. Tapi, tenyata ibu tiriku begitu subur, sehingga setelah anak keduanya lahir ia hamil lagi. Dan saat ia kembali hamil dan melahirkan anak ke empat, ia begitu repot. Hingga ibuku yang membantu mengurus anak-anaknya. Suatu hari, tanpa sengaja air mandi adikku yang masih bayi itu terlalu dingin sehingga mengakibatkan adikku itu demam. Ayah murka menganggap ibu lalai, dan saat marah ibu tiriku itu dengan sengaja menghasut hingga emosi ayah bertambah dan akhirnya mengusir kami berdua." Xabiru menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Ia merasa iba dengan nasib gadis di hadapannya itu. Bagaimana mungkin seorang ayah tega melakukan hal yang begitu kasar kepada putrinya sendiri. "Maaf, aku jadi curhat," kata Gadis lirih. Xabiru menggelengkan kepalanya lalu mengusap air mata di pipi Gadis dengan lembut. "Tidak apa-apa. Kalau kau mau, kau boleh bercerita kepadaku setiap waktu. Boleh aku jujur?" "Iya." "Aku jatuh cinta sejak pertama melihatmu. Jika boleh, aku ingin menjadi tempatmu bersandar dan bercerita. Aku ingin melindungi dirimu." Wajah Gadis memerah seketika. Ia menatap pemuda tampan di hadapannya ini. Bohong kalau ia mengatakan bahwa ia tidak merasakan perasaan yang sama. Tak ada suara. Keduanya hanya saling bertatapan, Gadis menemukan keteduhan di balik tatapan hangat Xabiru dan tanpa sadar ia pun menganggukkan kepalanya. Xabiru pun tersenyum. Perlahan, ia menempelkan bibirnya ke pipi Gadis merasakan kelembutan pipi gadis cantik yang baru saja menjadi kekasihnya itu. "Aku mencintaimu, Gadis. Aku berjanji akan selalu menjaga dirimu
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD