Bab 3. Bawa Gadis Kecil itu!

1136 Words
"Apa maksud Kakek menyuruhku menikahi gadis kecil itu?! Kakek tidak percaya padaku?!" "Kakek lihat sendiri gadis itu keluar dari kamar gedung itu bersamamu kemarin. Dan kau juga ada di kamar yang sama. Kakek bahkan melihat ada noda darah di atas ranjang. Jelas-jelas kau sudah merenggut keperawanannya." "Itu semua salah paham, Kek! Kakek tidak tahu kejadian yang sebenarnya!" "Memangnya kau mau menceritakan kejadian di atas ranjang?!" "Bukan begitu, Kek! Dia dengan sengaja menjebakku! Dia memberikan minuman yang dicampur dengan—" "Sudahlah, Elfan! Kau memang menghabiskan satu malam dengannya." "Aku sudah bilang aku dijebak, Kek! Ini semua jebakan! Mereka hanya mengincar harta! Kenapa Kakek tidak percaya padaku?!" "Kau jangan berburuk sangka dulu. Aku bisa memahami mereka. Keponakan mereka hanya membutuhkan pertanggung jawaban." "Tunggu! Jangan-jangan, Kakek bersekongkol dengan mereka?" "Lancang kau! Berani sekali menuduh Kakek bersekongkol dengan mereka? Kakek saja baru mengenal mereka!" "Jadi kenapa aku dipaksa menikah?! Kek, urusan pekerjaan masih banyak yang belum aku selesaikan. Aku masih harus bertemu dengan beberapa staff divisi RnD untuk melakukan riset—" "Sudah ... sudah. Semua itu biarkan Samuel yang mengurusnya," potong sang kakek. " "Pekerjaan memang penting. Tapi apa gunanya kalau kau tidak memiliki keluarga? Kau selalu saja menolak perjodohan yang Kakek lakukan. Apa kau tahu? Umur Kakek ini sudah tua. Sebelum Kakek meninggal, Kakek ingin melihat cicit Kakek. Kau sendiri juga sudah berusia tiga puluh tiga tahun. Kau cucu Kakek satu-satunya. Apa kau tidak bisa menuruti permintaan Kakek sekali ini saja?" "Aku akan menikah. Tapi bukan dengan gadis bau kencur itu!" Kalau tidak dengan gadis itu lalu dengan siapa? Dengan Mirna yang tidak akan kembali itu?" tanya kakeknya lagi. Elfan terdiam tidak menjawab. Ia mengalihkan pandangannya dan merasa bingung menghadapi kakeknya. "Minggu ini Kakek akan mengatur acara pernikahanmu," kata sang kakek kembali. Elfan pun terkejut mendengarnya. Ia kembali menghadap kakeknya. "Kek, aku masih belum menyetujuinya! Aku—" "Cukup! Kalau Kakek bilang kau menikah, kau harus menikah!" tegas sang Kakek. *** Sementara itu di kediaman keluarga Harimurti, Mutiara sedang memohon pada tante dan omnya agar ia tidak menikahi Elfan. Namun, tetap saja kedua orang jahat itu tidak menghiraukannya. Mereka sangat senang karena akan menjadi besan orang kaya. Jelas-jelas kakek Elfan tadi sudah menyetujuinya. "Aku mohon ... aku tidak mau menikah dengan Pak Elfan. Aku janji akan bekerja lebih keras lagi," kata Mutiara. "Aku sudah bilang, meskipun kamu membayarnya dengan keperawananmu, hutang orang tuamu tidak akan bisa lunas. Sekarang, kamu harus jadi menantu di keluarga kaya itu dan harus mengirimi uang pada kami setiap bulan. Barulah hutang orang tuamu bisa lunas!" ujar Nining. "Sayang!" Tiba-tiba om Mutiara terdengar memanggil istrinya. Ia masuk ke dalam kamar Mutiara. Tempat Mutiara dan tantenya berdebat. Om Mutiara segera berjalan cepat ke arah mereka berdua. "Kita kedatangan tamu!" ujar sang Om. "Siapa?" tanya Tante Mutiara. "Pak Elfan dan asistennya!" jawab omnya. Tentu saja Mutiara heran. Untuk apa Elfan datang kemari? "Benarkah?! Kenapa pak Elfan ke sini?" tanya sang Tante antusias. "Dia mencari Mutiara. Pasti dia sudah setuju menikahi Mutiara!" jawab omnya. Ia lalu menoleh ke arah Mutiara lagi. "Apa yang kamu lakukan, Mutia?! Cepat temui dia!" pinta omnya. "Aku tidak mau!" jawab Mutiara bersikeras. "Dasar anak pembangkang! Cepat temui sekarang!" Omnya kemudian menyeret Mutiara dengan paksa. Mutiara berusaha mengelaknya. Namun, tentu saja tenaganya kalah dengan tenaga omnya itu. Tantenya hanya tersenyum sinis sembari menyedekapkan kedua tangan melihat Mutiara dibawa keluar. Mutiara sudah ada di ruang tamu dengan paksaan omnya. Ia melihat Elfan dan Samuel berdiri membelakanginya. Mutiara pun dengan ragu-ragu berjalan mendekati mereka. Sedangkan om dan tantenya memata-matai Mutiara secara sembunyi-sembunyi dari dalam ruang tengah. Langkah Mutiara yang mendekat terdengar oleh Elfan. Elfan pun membalikkan badan melihat Mutiara. "Ada apa Anda kemari?" tanya Mutiara. "Apa lagi? Seharusnya kamu tahu apa tujuanku kemari, kan?" Elfan balik bertanya. "Aku tidak akan menikah denganmu! Dasar gadis kecil tidak tahu apa-apa!" ujar Elfan dengan nada remeh. Mutiara pun mendengkus kesal. "Jangan salah paham! Aku sendiri tidak mau menikah denganmu! Om-om congkak dan sombong!" balas Mutiara. Mendengar olokan Mutiara itu, jujur saja Elfan terkejut dibuatnya. Ia tidak menyangka kalau Mutiara berani membalasnya seperti itu. Rasanya baru kali ini ia mendengar dirinya diolok seperti itu. Apalagi oleh gadis kecil berusia sepuluh tahun lebih muda darinya. "Kalau begitu kamu tahu apa yang akan kamu lakukan, kan? Kamu harus membujuk kakekku untuk membatalkan pernikahan. Kamu juga harus langsung menolaknya!" "Tidak perlu diberitahu, aku sudah pasti akan melakukannya!" "Kalau begitu kenapa tadi diam saja?" "Apa kamu tidak tahu kalau aku sedang terdesak?!" jawab Mutiara kesal. Elfan mendengkus pelan. "Alasanmu sungguh tidak masuk akal. Kalau hanya karena uang, aku bisa menggantinya. Berapa yang kamu minta?" "Jangan salah paham! Aku tidak butuh uangmu!" "Kamu jangan munafik," kata Elfa dengan nada remeh. "Kamu sengaja merencanakan ini semua dengan keluargamu, kan?" tuduh Elfan. Mutiara sangat kesal mendengar ungkapan Elfan itu. Ia mengepalkan tangannya erat-erat. "Dengar, ya! Mereka bukan keluarga yang aku inginkan! Aku terpaksa tinggal bersama mereka! Aku berbeda dengan mereka! Aku pastikan aku akan membatalkan pernikahan ini secepatnya!" seru Mutiara dengan emosinya. Elfan terdiam sejenak. Ia memperhatikan Mutiara yang nampaknya berbicara dengan sungguh-sungguh. Sedangkan om dan tantenya yang mengintip mereka dari dalam itu tentu saja tidak terima dengan sikap keponakannya. "Sekarang tidak ada lagi yang harus dibahas. Pergilah dan aku akan segera menemui kakekmu," ujar Mutiara kembali. "Baiklah," ucap Elfan mengangguk-anggukkan kepala. Elfan lalu membalikkan badannya. Ia berjalan keluar rumah. Samuel asistennya, juga mengikuti Elfan dari belakang. Setelah beberapa langkah, Elfan terhenti kembali. Ia mendengar suara teriakan dan berisik yang cukup mengganggu telinga dari dalam. "Ada apa, Tuan?" tanya Samuel yang melihat Elfan berhenti melangkah. Elfan tidak menjawab Sam. Ia kembali membalikan badan dan ingin tahu apa yang sedang terjadi di dalam. Setelah tahu, betapa terkejutnya Elfan. Ia melihat Mutiara sedang dijambak dan dipukul oleh Tante dan omnya. "Dasar anak tidak berguna! Padahal kami sudah merencanakan semua ini dengan susah payah. Kamu malah menghancurkannya!" kata tantenya dengan masih menarik rambut Mutiara itu. Mutiara nampak kesusahan untuk menghindar. "Tolong lepaskan, Tante ...!" kata Mutiara memohon karena kesakitan. Tante Mutiara melepaskan jambakan rambutnya dari Mutiara. Ia lalu menampar Mutiara sampai Mutiara terhuyung jatuh ke lantai. Elfan yang masih belum pergi, bisa melihatnya dengan jelas. Ia menautkan kedua alisnya melihat Mentari disiksa seperti itu. "Dasar anak durhaka! Kami sudah membesarkanmu dari kecil dan ini balasanmu untuk kami?!" om Mutiara gantian menyiram Mutiara dengan air. Elfan yang masih memperhatikan mereka sungguh sangat tidak tega melihatnya. Jika melihatnya secara langsung seperti itu, jelas-jelas itu bukan pura-pura. Mutiara benar-benar sedang disiksa oleh kedua orang jahat itu. "Tuan? Sepertinya Nona Mutiara dipaksa oleh om dan tantenya," kata Sam yang juga ikut melihat kejadian tersebut. Elfan masih terdiam belum menanggapi. Ia memang tidak mengenal siapa Mutiara dan keluarganya. Namun, begitu melihat Mutiara diperlakukan seperti itu membuatnya tidak tega. Ia masih memiliki rasa kemanusiaan. Ia jadi kasihan juga melihat Mutiara. "Sam!" panggil Elfan. "Iya, Tuan?" "Bawa gadis kecil itu bersama kita sekarang!" pinta Elfan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD