Bab 11. Salah Paham

1312 Words
Di kantor utama MF Group, ada Kakek Elfan, Kevin dan Samuel. Sang kakek duduk di tempat duduk besarnya. Sedangkan Elfan, sedang memeriksa proses produksi yang terkena masalah tadi. "Maaf ya, Kevin. Kakek sampai belum menyapamu saat kau datang?" ujar sang kakek. "Tidak apa-apa, Kek. Aku juga minta maaf, karena aku tadi yang menelpon Elfan dan menyuruhnya ke sini, sehingga dia membatalkan bulan madunya." "Tidak apa-apa. Bukan salahmu. Aku menghukum Elfan karena dia seenaknya saja meninggalkan istrinya. Dia juga belum bisa memperlalukan istrinya dengan baik. Jadi, hukuman itu biarlah untuk dirinya sendiri," jelas sang kakek kembali. Kevin pun mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti. "Oh iya, Kevin. Bagaimana kabar ayah dan ibumu di Paris?" "Mereka sangat baik, Kek. Kalau ada waktu, mereka akan mengunjungi Kakek." "Baiklah. Kau memang sangat berbeda dengan Elfan yang dingin. Kau benar-benar mirip kakekmu," tutur kakek Elfan lagi. Kevin pun hanya tersenyum mendengarnya. "Oh iya. Maaf, Kek. Aku tidak bisa datang ke pernikahan Elfan waktu itu. Karena masih mengurus restoranku yang ada di Paris." "Tidak apa-apa. Sebentar lagi, acara ulang tahun MF Group. Aku akan mengadakan jamuan makan dan mengundang beberapa tamu. Kau hadirlah juga." "Baik, Kek." Kevin menganggukkan kepala sopan. "Kalau begitu, aku permisi ke proses produksi melihat Elfan ya, Kek," pamit Kevin lagi. "Ya!" Kakek mengangguk pelan satu kali. Kevin pun berjalan menjauh. Ia keluar ruangan utama tersebut. Meninggalkan kakek dan Samuel berdua saja di ruangan itu. "Ya sudah, kalau begitu kita juga pulang saja," ajak kakek pada Sam. "Maaf, Tuan besar," kata Sam tiba-tiba. Membuat sang kakek yang akan berdiri itu jadi terhenti. Sang kakek melihat ke arah Sam. "Ada apa?" "Menurut saya, Tuan Elfan tidak bersikap egois dan mengabaikan Nona Mutia. Sebenarnya, Tuan Elfan sudah memesankan makanan untuk Nona Mutia. Sayangnya karena ada musibah mendadak ini, jadi Tuan Elfan cepat-cepat kemari. Tuan Elfan hanya panik dan sikapnya juga bertanggung jawab penuh sebagai pimpinan perusahaan ini, Tuan. Mohon Anda berkenan memahami Tuan Elfan. Maaf, kalau saya lancang, Tuan." "Tidak ... tidak. Kau tidak mengerti. Aku melakukan ini karena ingin mendidik Elfan. Kau harus tahu, Elfan sangat berhati dingin. Dia harus mengerti, kalau nantinya keluarga itu lebih penting dari apa pun juga di dunia ini. Aku mengajari Elfan untuk menjadi seorang yang peka dan lebih peduli lagi," jelas sang kakek. *** Setelah Elfan keluar dari mobil, Samuel memarkir mobil di tempat parkirnya. Elfan kemudian berjalan menuju ke rumahnya. Ia baru pulang dari kantor pukul delapan malam. Hari ini benar-benar melelahkan. Elfan yang lelah itu, merasa kesal dan marah. Rapat dengan dewan direksi dibatalkan kakeknya begitu saja. Padahal, Elfan sudah menyiapkan rapat itu sangat lama dan teliti. Dia terus mengingatkan para dewan direksi untuk datang. Kalau tiba-tiba dibatalkan seperti ini mau ditaruh di mana wajahnya?! Elfan yang terus menahan geram itu berjalan menuju rumahnya. Mendadak, langkahnya terhenti. Di teras depan rumah yang agak jauh dari tempatnya berdiri, ia melihat Mutiara dan juga om serta tantenya. Elfan mengamati mereka dari jauh. Entah apa yang mereka bicarakan? Elfan tidak dapat mendengarnya. Tidak lama, Elfan melihat Mutiara memberikan sebuah kartu pada tantenya. Tidak terlihat jelas kartu itu, karena gelap di malam hari. Elfan tiba-tiba teringat saat kakeknya memberikan kartu kredit pada Mutiara waktu itu. Apa jangan-jangan Mutiara memberikan kartu kredit itu untuk kedua orang jahat itu?! Elfan pun menautkan kedua alis geram. "Rupanya dia memang memanfaatkan kebaikan kakek!" gumam Elfan berbicara sendiri. Beberapa detik kemudian, om dan tantenya pergi meninggalkan Mutiara. Mutiara kembali masuk ke dalam rumah. Saat itu emosi Elfan pun memuncak. Ini tidak bisa dibiarkan! Pikir Elfan. Elfan melanjutkan langkah menuju rumahnya. Ia masuk ke dalam dan langsung berjalan menuju kamarnya. Saat ia baru membuka kamarnya, ia melihat Mutiara baru saja duduk di sofa. Mutiara nampak terkejut melihat Elfan yang membuka pintu dengan setengah kasar itu. "Kamu sudah pulang, ya?" tanya Mutiara pada Elfan yang baru datang. Elfan tidak menjawab Mutiara. Ia menarik nafasnya perlahan lalu melangkahkan kaki masuk ke dalam dan menutup pintu kamar. Elfan berjalan mendekat ke arah Mutiara. Membuat Mutiara bingung menatapnya. "Ada apa? Kenapa kamu melihatku seperti itu?" tanya Mutiara lagi. "Apa saja yang kamu adukan pada kakek? Kenapa Kakek sampai marah besar padaku?!" tanya Elfan dengan nada tegas dan serius. "Aku sama sekali tidak berkata apa-apa. Aku hanya pulang dan minta makan. Aku—" "Jangan bohong!" bentak Elfan dengan suara lantang tiba-tiba. Membuat Mutiara terkejut bukan main. "Kamu mengadu hal buruk pada kakek tentangku, bukan?! Kamu hanya mementingkan soal makan! Apa kamu tahu?! Ada seorang karyawan yang nyawanya hampir melayang karena masalah ini?! Tadi aku cepat-cepat datang ke kantor untuk melihat keadaannya! Sedangkan kamu?! Kamu hanya mementingkan dirimu sendiri!" kata Elfan memarahi Mutiara. Mutiara pun langsung memberikan ekspresi wajah cemas dan takut-takut. "Ti ... tidak!" Mutiara menggoncangkan kedua telapak tangannya. "Aku benar-benar tidak berkata apa pun pada kakek. Aku juga sama sekali tidak tahu masalah di kantormu. Aku—" "Tentu saja kamu tidak tahu! Yang kamu tahu hanyalah makan dan bagaimana caranya hidup enak, bukan?" balas Elfan. Mutiara pun menautkan kedua alis mendengar ungkapan Elfan itu. "Apa maksudmu?!" "Kamu pikir aku tidak tahu?! Kamu baru saja memberikan kartu kredit pemberian kakekku pada om dan tantemu itu, kan?!" "Aku?! Kapan?!" tanya Mutiara bingung. Elfan mendengkus kasar. "Jangan pura-pura lagi. Aku pikir kamu gadis lugu yang dimanfaatkan mereka. Tapi ternyata kamu sama saja. Kamu juga bersekongkol dengan mereka untuk merampas harta di rumah ini! Setelah ini apa lagi yang akan kamu ambil? Warisan setelah kakekku meninggal?" "Tunggu! Tuduhanmu itu benar-benar tidak ada bukti!" "Aku tidak perlu membuktikannya! Aku tahu kalau kamu penipu! Seharusnya dari awal aku sudah tahu permainanmu! Kamu hanya memanfaatkan kakekku untuk memberimu uang, kan?! Orang-orang miskin seperti kalian, sampai kapan pun tidak akan pernah bahagia!" ujar Elfan penuh penekanan. "Apa kamu bilang?!" "Kamu masih pura-pura tidak dengar? Dasar, pengemis!" Mendengar kalimat Elfan yang menyakitkan itu, tentu saja Mutiara terkejut. Ia tidak menyangka kalau Elfan akan berkata seperti itu. Ia masih diam dan melihat Elfan dengan tatapan tajamnya. Benar-benar sangat kecewa dan marah. Elfan tersenyum remeh melihatnya. "Kamu tampak marah sekarang. Kenapa? Karena tertangkap basah olehku?" ujar Elfan lagi. "Andai aku bisa memelintir mulutmu itu?" gumam Mutiara pelan menahan amarahnya. Elfan diam memperhatikannya. Mutiara lalu dengan cepat berdiri dengan emosi. "Ya! Aku memang menikahimu karena harta!" seru Mutiara kesal. Elfan mengkerutkan kening mendengarnya. "Apa kamu ingat, yang membuat surat perjanjian kontrak menikah itu adalah kamu?! Kamu yang sudah menawariku sejumlah uang kalau kita berpisah nanti!" seru Mutiara mulai berkaca-kaca tidak bisa menahan perasaannya yang berkecamuk. Elfan diam melihat Mutiara yang mulai menangis itu. "Sejujurnya, melihat surat perjanjian kontrak itu, aku menjadi sedikit lega. Aku bisa lari dari penjara om dan tanteku selama ini. Makannya aku setuju menikah denganmu! Tapi ternyata, menikah denganmu jauh lebih sengsara dari pada hidup dengan om dan tanteku!" Air mata Mutiara semakin deras saja. "Baiklah! Karena kamu sudah bilang seperti itu, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini!" Mutiara menyeka air matanya dengan kasar. "Aku akan merampas semua hartamu dan membawanya kabur dari sini! Jadi, kelak berhati-hatilah dariku! Simpanlah semua uang dan asetmu biar aku tidak mencurinya darimu, dasar b******k!" teriak Mutiara mengeluarkan semua amarahnya. Nafas Mutiara berubah tidak teratur karena emosinya memuncak. Ia lalu berjalan menuju keluar kamar. Melewati Elfan begitu saja. Elfan hanya bisa diam memandang Mutiara yang berjalan keluar kamar. Melihat Mutiara yang marah seperti itu, jujur saja ada sedikit rasa bersalah dari Elfan. Apa tadi dia sedikit kelewatan? Pikir Elfan. Ah! Siapa yang peduli! Toh! Elfan memang melihat sendiri kalau tadi Mutiara sedang memberikan kartu kredit pemberian kakeknya itu, kan?! Elfan pun akan berjalan ke arah ranjangnya. Namun, tiba-tiba saja Elfan terhenti mendadak. Ia melihat di meja kecil dekat sofa tempat Mutiara tidur, ada kartu kredit pemberian dari kakeknya. Elfan tentu saja terkejut melihatnya. Jadi, kartu kredit dari sang kakek masih di sini?! Mutiara tidak memberikannya pada tantenya tadi?! Elfan menutup kedua matanya rapat-rapat sambil menghela nafas beratnya. Ia benar-benar salah paham. Melihat kemarahan Mutiara tadi, membuat Elfan amat menyesal. Jadi, apa yang akan ia lakukan sekarang?!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD