bc

Seleksi Jodoh Untuk Arana

book_age18+
402
FOLLOW
4.2K
READ
HE
bxg
lighthearted
brilliant
campus
office/work place
childhood crush
assistant
like
intro-logo
Blurb

Romantis manis.

Arana merasa terjebak dalam situasi yang rumit ketika adiknya akan segera menikah. Untuk menghindari tertinggal, ia terpaksa mencari pasangan dengan cepat. Namun, luka masa lalu membuatnya sulit untuk percaya pada orang lain. Ibunya pun berencana menjodohkan Arana dengan seorang pria yang merupakan anak temannya.

Namun, ketika mereka bertemu untuk pertama kalinya, hal-hal tak terduga terjadi. Arana salah mengenali pria tersebut, dan tanpa penjelasan, pria itu terus mengikutinya.

Dan ternyata, Pria tersebut adalah bos baru di tempat Arana bekerja.

Lalu siapakah yang akan dipilih oleh Arana untuk jadi pendamping hidupnya?

Bos baru di tempat Arana bekerja, atau laki-laki yang di jodohkan dengan Arana ataukah mantan terindah yang belum bisa Arana lupakan?

chap-preview
Free preview
Part 01. Pria Yang Membawa Bunga Mawar Merah.
Tangan berjari lentik itu sibuk memainkan mouse yang ada di atas meja, sorot matanya menatap lurus desain rumah yang ada di layar komputer. Gambar yang terlihat sangat sempurna itu belum selesai di beri sentuhan warna yang cocok. Berkali-kali Ia mencoba memberi warna dan berkali kali pula Ia menggantinya dengan warna yang lain. Detik demi detik berlalu kini terdengar suara getaran dari ponsel yang ada di samping komputer. Gadis bermata indah dan berbulu lentik itu melirik ke arah ponsel miliknya tersebut. Ia mengembuskan napas kasar, kemudian meraih ponsel itu. "Iya, halo Mama," ucapnya setelah menekan tombol hijau untuk menerima panggilan. "Halo, Arana. Mama cuma mau bilang sama kamu kalau nanti siang kamu harus bisa luangkan waktu untuk menjemput anak temannya Mama yang ada di bandara." "Hem, tapi Ma, hari ini Arana sibuk banyak kerjaan, kayaknya tidak bisa jemput deh," sahut Arana dengan santai sembari menatap layar komputer yang ada di depannya. "Bisa atau tidak, pokoknya kamu harus menjemput dia. Dia adalah anak teman Mama yang akan Mama jodohkan sama kamu!" ucap Mamanya Arana dengan nada yang mulai tinggi hingga membuat Arana seketika menutup telinga kirinya dengan telapak tangan. Itu yang biasa Ia lakukan ketika sang Mama mulai mengeluarkan jurus ceramahnya. "Dan kamu harus mau, Arana. Aliya sebentar lagi akan menikah dengan pacarnya, jadi sebelum itu terjadi Mama ingin anak perempuan pertama Mama yang menikah duluan!" Final Mamanya Arana. Membuat mata gadis berparas cantik dan berhidung bangir itu seketika melotot karena terkejut. "Arana bisa cari pacar sendiri, Ma. Nggak perlu di jodoh jodohin. Kalau Aliya mau, ya sudah biar dia saja yang menikah duluan." Protes Arana. Terdengar helaan napas panjang dari seberang sana. Arana tahu jika sang Mama sedang kesal padanya. "Pokoknya kamu harus mau menjemput dia nanti saat jam istirahat kantor. Mama akan hubungi kamu satu jam lagi!" Setelah Mamanya Arana mengatakan itu, Ia langsung mematikan sambungan teleponnya tanpa menunggu jawaban dari sang anak. "Huft..." Arana mengembuskan napas panjang seraya meletakkan kembali ponselnya ke atas meja. "Telepon dari siapa, neng? Kok mukanya jadi bete banget begitu?" tanya Danisa teman sekantor Arana yang menempati kubikel tepat di samping gadis itu. Arana menoleh ke arah sahabatnya. "Biasa, telepon dari Ibu Negara," jawabnya enteng. "Di jodohin lagi?" Kepala Arana mengangguk pelan. "Ya udah sih, lo juga kan jomlo, Rana. Sekali kali buka hatimu ... Bukalah sedikit untukk..." belum sempat Danisa melanjutkan nyanyiannya, tiba tiba saja kepalanya di pukul seseorang dari belakang hingga membuat gadis berambut cokelat itu meringis kesakitan. "Sakit." "Makanya kerja, jangan ngobrol aja!" Kata seseorang yang tadi memukul Danisa. Danisa kini hanya bisa meringis sembari mengusap kepalanya yang sakit. Sedangkan Arana hanya bisa tersenyum kecil melihat tingkah konyol kedua sahabatnya itu. "Lo mau di jodohin lagi?" Tanya Shintia yang tadi memukul kepala Danisa dengan gulungan kertas. Arana menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. "Terus?" Arana kini mengedikkan kedua bahunya. "Gue nggak tahu, males kayak yang sudah-sudah." Arana kembali ingat, dulu dirinya pernah beberapa kali pergi menemui orang yang Mamanya kenalkan padanya. Dan semua orang yang Arana temui sama sekali bukan tipe Arana. Betapa tidak, pernah waktu itu Arana menemui pria umurnya sepuluh tahun lebih tua darinya, dia seorang pengusaha, katanya sih kaya raya. Itu yang pria tersebut katakan kepada Arana saat pertama kali mereka bertemu. Tapi waktu tiba saatnya membayar makanan yang mereka makan, tiba tiba saja pria tersebut mempunyai alasan dompetnya ketinggalan di mobil katanya jika Arana yang bayar tagihan makanan itu, nanti uang Arana akan di kembalikan lebih. Tapi nyatanya setelah mereka sampai di dalam mobil, dompet pria itu tidak juga ketemu. Dan lagi lagi Arana harus kecewa karena tanpa sengaja Ia menemukan sebuah benda keramat milik wanita, yaitu celana dalam berenda warna merah berada didalam laci mobil pria tersebut. Alana merasa sangat jijik sekali. Yang kedua tak kalah juga anehnya. Walaupun Arana menolak, tetapi Mamanya selalu memaksanya, itu yang membuat Arana mau tak mau harus pergi menemui laki-laki yang Mamanya kenalkan kepadanya. Laki-laki dengan umur sebaya dengan Arana itu datang menemui Arana dengan memakai sepeda motor butut. Arana sendiri tak mempermasalahkan hal itu karena dirinya sendiri juga belum punya mobil sendiri waktu itu, bahkan Ia masih harus naik bus umum untuk pergi bekerja. Motor butut warna merah itu melaju di tengah jalan raya dengan Arana membonceng di belakang. Selama perjalanan pergi ke restoran tempat mereka akan berkencan, semuanya baik baik saja. Arana bahkan ngobrol banyak dan terlihat nyaman dengan laki-laki itu. Tetapi setelah mereka dalam perjalanan pulang, tiba tiba saja motor tersebut mengalami ban bocor. Mau tak mau Arana harus ikut mendorong motor butut tersebut di tengah teriknya matahari. Sungguh bukan kencan seperti ini yang Arana harapkan. "Arana!" Panggilan itu mampu membuyarkan lamunan Arana. "Diajak ngomong malah ngelamun." Protes Shintia. Arana tersenyum sembari memperlihatkan sederetan giginya yang putih bagai iklan pasta gigi di TV. "Jadi bagaimana?" Tanya Shintia lagi. "Bagaimana apanya?" Tanya Arana balik. "Ya elah Arana! Penyakit lola lo belum juga ngilang?! Makanya kalau ada orang ngomong tuh di dengerin. Mantan pacar lo, si Rafael itu sudah bertunangan tadi malam dengan pacarnya, masa lo sebagai mantan terindahnya masih jomlo karatan kayak gini sih. Lagian lo juga kagak mau kan kalau adik lo yang nikah duluan?" Danisa terkikik mendengar ucapan Shintia. Arana langsung melotot kearah kedua sahabatnya tersebut. "Sialan, gue bukan jomlo karatan juga kali!" Gadis berambut pendek yang berteman dengan Arana sejak mereka masih duduk di bangku sekolah menengah atas itu tersenyum. "Ya makanya lo harus bisa buktiin ke mantan pacar lo itu kalau sekarang lo sudah bisa move on dari dia. Dengan cara, ya lo terima saja perjodohan dari nyokap lo itu." "Kali ini gue setuju sama Shintia!" Danisa tak mau kalah. "Ayo Arana, semangat cari pacar!" *** Jam di dinding menunjukkan pukul dua belas siang. Saatnya Arana pergi ke tempat yang Mamanya katakan yaitu menjemput anak teman Mamanya di bandara. Baru saja Arana masuk ke dalam mobil, tiba tiba saja ponsel miliknya berdering. Arana menarik napas panjang saat melihat nama yang tertera di layar ponsel miliknya. Kali ini Arana benar benar tidak bisa lolos dari pengawasan sang ibu. "Iya halo, Ma. Ini Rana sudah di jalan, Mama teleponnya nanti lagi ya." sapa Arana dengan nada malas. Dia memang berniat untuk menjemput anak teman ibunya di bandara tapi hanya sekedar menjemput agar ibunya tidak mengeluarkan jurus ceramahnya. "Rana, Mama mau bilang sama kamu, kalau anaknya tante Miranti sebentar lagi tiba di bandara, namanya Dewa, dia memakai baju warna biru dan membawa bunga mawar merah." Tutur sang ibu dari seberang sana. "Hem..." Respon Arana malas-malasan. "Dan satu lagi. Mama mau kamu bersikap baik sama Dewa, siapa tahu Mama dan tante Miranti bisa jadi besan." Ingin sekali Arana memuntahkan isi perutnya saat ini juga ketika mendengar Mamanya berkata seperti itu apalagi Mamanya tadi dengan sengaja menekankan kata besan. Ah tidak, Arana tidak mau terjebak lagi dalam perjodohan sang Mama dan temannya seperti yang sudah-sudah. "Rana hanya menjemput saja, Ma. Setelah itu Rana harus balik lagi ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaan. Karena besok pagi bos pemilik perusahaan tempat Rana bekerja akan datang, jadi sekarang pekerjaan itu harus selesai secepatnya." Yang Arana katakan memang benar, dia tidak sepenuhnya berbohong. "Mama tidak mau tahu soal itu, pokoknya kamu harus jemput Dewa dan kamu harus setuju kalau Mama akan menjodohkan kalian!" "Tapi Ma, Rana belum pernah melihat dia sebelumnya..." Belum sempat Arana selesai bicara tiba-tiba saja sambungan telepon tersebut terputus. "Ya ampun! Kenapa hidupku jadi sial begini sih?" Gumam Arana. Selama ini memang belum ada seseorang yang mampu menggantikan posisi Rafael di dalam hati Arana. Rafael cinta pertamanya, Rafael orang yang pertama kali menyentuh hatinya tetapi kesalahan yang sudah Rafael lakukan membuat hubungan yang sudah terjalin selama hampir enam tahun dan selalu putus nyambung itu kandas sebelum menuju ke jenjang pernikahan. Rafael yang selalu bersikap baik di depan Arana nyatanya ketahuan selingkuh juga dengan perempuan lain. Saat Arana bertanya, Rafael bilang dia tidak ada hubungan apa-apa dengan perempuan itu, tapi nyatanya sebuah video dan fakta lainnya menunjukkan kalau Rafael tak sebaik yang Arana lihat. Sejak saat itu Arana sulit untuk percaya kepada laki-laki lain. Rafael yang Arana kenal selama bertahun-tahun saja bisa mengkhianati dirinya apalagi laki-laki yang baru di kenalnya. Tring... Sebuah notifikasi masuk ke dalam ponsel milik Arana di barengi dengan kedipan layar. Tangan Arana terulur ke depan, meraih ponsel itu. "Mama?" Arana langsung membuka layar ponsel untuk melihat isi pesan tersebut. Mama: Jangan lupa ya Rana, anak tante Miranti namanya Dewa, dia memakai baju warna biru dan membawa bunga mawar. Dan satu lagi Rana, kalau nanti sore kamu pulang ke rumah jangan lupa belikan Mama bahan kue, Mama mau buat kue dan mau Mama kirim ke rumah tante Miranti. Jari Arana mengetik balasan. Arana: iya Mama. Ia kembali mengembuskan napas kasar. Sejak ayahnya meninggal sebagai anak tertua, Arana selalu membantu sang ibu. Sedangkan Aliya sejak lulus SMA dia memilih kuliah di luar kota dan tinggal jauh dari sang kakak dan ibunya. Sebab itulah Arana tidak bisa menolak keinginan ibunya, sekalipun hanya dengan setengah hati, pasti akan tetap Arana lakukan. Mobil Arana sudah sampai di depan bandara. Dia bergegas turun setelah selesai memarkirkan mobilnya dengan aman. Ia bergegas turun dari mobil tersebut, berjalan dengan anggun memasuki lobby bandara tersebut. Arana memperhatikan sekeliling mencari orang yang memakai baju warna biru dan membawa bunga mawar, namun sudah jauh ia mencari tak juga ia temui. Gadis cantik berambut panjang sepunggung itu menarik napas panjang. "Ck! Kenapa tidak ada orang dengan ciri ciri yang Mama sebutkan tadi?" Setelah capek berkeliling, Arana memilih berdiri sembari bersidekap di depan d**a. Masih dengan memperhatikan orang orang yang lalu lalang di depannya. Saat Ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, Ia mendesah kasar. "Lihat saja, dia sudah membuang waktuku lima belas menit. Awas saja kalau nanti ketemu." Detik berlalu, Arana melihat kembali jam yang ada di tangannya. "Sudah hampir dua puluh menit aku menunggunya, bukan salahku kalau dia nyasar, bukan?" Akhirnya Arana memilih keluar dari tempat tersebut. Ia berjalan keluar dan kembali melewati lobby. Tiba-tiba saja langkah kakinya berhenti saat matanya menatap sesuatu yang berdiri tak jauh darinya. Seorang pria tampan dengan ciri ciri yang ibunya sebutkan. "Memakai baju kemeja warna biru," ujar Arana sembari terus memperhatikan. "Dan membawa bunga mawar merah, benar! Pas banget, itu pasti dia orangnya." Arana bergegas mendatangi pria tampan tersebut. "Hai, kamu Dewa ya?" Tanya Arana. Pria tampan yang usianya sekitar dua puluh tujuh tahun itu menatap bingung ke arah Arana. "Iya, saya Dewa. Kamu siapa...?" Belum sempat pria yang bernama Dewa itu melanjutkan ucapannya, Arana kembali menyela. "Tidak usah formal begitu. Kenalin namaku Arana. Mama menyuruhku untuk menjemput kamu." "Ayok ikut aku sekarang." Tanpa memberi kesempatan kepada pria itu untuk bertanya, Arana langsung menarik tangannya dan mengajak berjalan meninggalkan tempat tersebut. "Ikut aku sekarang, kita cari restoran yang dekat dari sini saja. Aku benar-benar sudah kelaparan karena belum sempat makan siang di kantor tadi." Pria itu hanya bisa diam dan pasrah saja saat Arana mengajaknya pergi menuju ke restoran. "Naik mobilku, biar aku yang nyetir." Walaupun dengan keadaan bingung, akhirnya pria bernama Dewa itu mengikuti perintah Arana. "Aku tahu di sini juga ada restoran, tapi aku sedang berhemat jadi kita makan di warteg pinggir jalan sana saja ya, kamu tenang saja, tempatnya bersih dan steril kok. yang penting tidak jauh dari sini." Arana terus bicara sendiri. Dewa hanya bisa memperhatikan gadis cantik itu dengan heran. "Ayok turun, kita makan siang dulu di sini." Ajak Arana. Lagi lagi Dewa hanya diam dan menurut. Mereka memesan makanan untuk makan siang. Nasi rames dan ayam goreng juga es teh manis langsung ludes di makan oleh mereka berdua. Entah sejak kapan pula mereka berdua menjadi akrab. Bahkan Arana tak segan-segan bersendawa dengan keras di depan laki laki itu. Walau itu memang tidak sopan dan sangat memalukan tetapi Arana sudah terlanjur melakukannya. Ia masa bodoh dengan laki-laki yang ada di depannya itu, toh menurut Arana setelah ini mereka tidak akan pernah bertemu kembali. "Ups, maaf." Dewa hanya terkekeh melihat Arana yang menurutnya adalah gadis unik yang telah Tuhan kirim. "Oh iya Dewa, kamu akan tinggal di mana nanti selama berada di sini?" Tanya Arana. "Di rumah kakek untuk sementara waktu sampai apartemenku selesai di renovasi," jawab Dewa sambil terus memperhatikan Arana. "Ah iya, ini bunga untuk kamu, maaf ya kalau bunganya kecil. Lain kali kalau kita bertemu lagi, saya ... Ah aku akan bawakan bunga yang lebih indah lagi." Arana tertawa sembari menutup mulutnya. "Terima kasih, tapi nggak perlu repot-repot, lagi pula memangnya kamu masih ingin bertemu aku lagi?" Arana mengambil bunga tersebut dan menghirupnya. Persis seperti adegan film saat tokoh utamanya mendapatkan bunga dari kekasihnya. Ehh tapi kan Dewa bukan kekasihnya Arana! Senyuman malu- malu kini terbit di wajah Dewa. Baru kali ini Ia merasa nyaman dekat dengan seorang perempuan yang baru saja di kenalnya. Pembawaan Arana yang supel dan ramah entah kenapa bisa membuat Dewa nyaman. Padahal mereka baru bertemu beberapa menit yang lalu. Keduanya membicarakan banyak hal dan tak ada yang curiga satu sama lainnya. "Oh iya, Dewa. Sekarang sudah waktunya aku harus segera kembali ke kantor nih. Takut di marahin sama bos. Bos tempat aku bekerja orangnya galak, suka marah marah nggak jelas." Arana bangkit berdiri. "Setelah ini tujuan kamu kemana? Biar aku antar." Dewa menggeleng pelan. "Tidak perlu, aku bisa menunggu taksi di sini untuk pulang." Arana menyipitkan matanya. "Yang benar saja, kamu tidak takut nyasar? Kata Mama kamu tidak pernah datang ke Jakarta sebelumnya." Dewa terkekeh. "Aku kan laki laki, lagi pula aku bisa bertanya pada orang lain jika memang nyasar. Jadi kamu tidak perlu khawatir." Akhirnya Arana bisa juga bernapas lega. Setidaknya dia sudah menuruti ibunya untuk menjemput Dewa, walaupun cuma sebentar saja. Arana tidak mau sang ibu bersedih, karena sejak kematian sang ayah, ibunya bekerja sangat keras untuk menghidupi kedua anak perempuannya. "Baiklah kalau begitu, aku pamit dulu." Arana berdiri dari duduknya seraya mengulurkan tangannya di depan Dewa. Pria itupun membalas jabat tangan Arana. "Terima kasih sudah menemui aku, Arana." Bibir Arana tersenyum manis. "Sama-sama, yang penting sekarang aku sudah memenuhi janjiku pada Mama untuk jemput kamu." Setelah sedikit berbasa-basi akhirnya Arana melangkah keluar pergi dari tempat tersebut, tentu saja setelah Ia membayar makanan yang mereka makan. Karena Arana punya satu prinsip jika Ia tidak mau merepotkan orang lain. Apalagi orang yang baru Arana kenal tadi. Arana masuk ke dalam mobilnya, melajukan mobil itu dengan kecepatan sedang meninggalkan warteg tersebut. Dewa hanya bisa diam memperhatikan gadis yang bernama Arana. Gadis yang entah darimana datangnya, hingga dia bisa kenal dengan dirinya. Tapi entah kenapa dia merasa tidak ingat jika punya teman atau saudara yang bernama Arana. Tapi apakah Arana adalah bidadari yang Tuhan kirim untuknya? Dewa kembali mengingat kejadian beberapa menit lalu sebelum Arana datang menghampiri dirinya. Waktu itu ada anak perempuan cantik berambut panjang yang di ikat ekor kuda. Gadis itu tiba tiba saja berjalan menghampiri Dewa yang saat itu baru saja turun dari pesawat. "Om beli bunganya Om. Murah cuma dua puluh ribu saja harganya," kata gadis kecil itu menawarkan bunga mawar merah kepada Dewa. "Maaf dek, saya tidak minat untuk beli, jadi tolong jangan menghalangi jalan saya." Tegur Dewa. "Om harus beli bunga mawar cantik ini," kata gadis kecil itu tak mau menyerah. "Tidak, permisi." Dewa berjalan melewati anak kecil tersebut. "Ini bunga ajaib loh Om! Siapapun yang membelinya pasti akan langsung dapat pacar." Rayu bocah kecil itu dengan nada suara serius dan raut wajah yang di buat semanis mungkin. Seketika Dewa langsung menghentikan langkahnya, Ia tersenyum kemudian balik lagi mendekati gadis penjual bunga tersebut. "Ya sudah, saya beli satu yang warna merah. Ini uangnya." Dewa memberikan satu lembar uang kertas warna merah muda kepada gadis kecil penjual bunga itu. Dewa tahu jika apa yang di katakan oleh gadis kecil itu mengenai bunga ajaib adalah bohong tetapi Dewa tak mampu menolak usahanya untuk merayu agar dia membeli bunga itu. "Ini bunganya Om, terima kasih banyak, semoga Om dapat pacar." Kata gadis kecil seusia tujuh tahun tersebut. "Dan ini uang kembaliannya, Om." "Tidak usah, buat kamu saja." "Yeah ... Terimakasih Om!" Setelah mengatakan itu gadis kecil tersebut pergi jauh meninggalkan tempat itu bersama dengan beberapa temannya yang juga penjual bunga. "Ternyata apa yang anak kecil itu bilang benar juga kalau bunga itu adalah bunga ajaib, siapapun yang membelinya pasti akan mendapatkan pacar. Semoga aku bisa bertemu dengan dia lagi." Gumam Dewa bicara sendiri. Drett... Ponsel yang ada di dalam saku celana Dewa terasa bergetar tanda ada panggilan telepon masuk. Dengan cepat Ia mengambil ponsel tersebut dan melihat siapa yang menghubungi dirinya sekarang ini. "Iya halo?" Sapa Dewa membuka percakapan. "Pak Dewa ada di mana? Saya sekarang sedang berada di lobby bandara. Tapi saya tidak melihat anda?" Tanya seseorang dari seberang sana. "Sekarang saya berada di warteg yang tidak jauh dari bandara. Kamu jemput saya ke sini sekarang." "Baik pak Dewa." ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.5K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.0K
bc

My Secret Little Wife

read
98.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook