16. Amy & Dash

2277 Words
Kini Amy dan Dash sedang menikmati ebutir uah kelapa yang sebelumnya mereka beli di perjalanan menuju pantai. Air kelapaya begitu menyegarkan dan keduanya otomatis berseru merasakan kesegaran yang tak terduga. “segar sekali air kelaapa ini”, saut DAsh. “Ya, harus aku akui bahwa kualitas buah kelapa di kota ini tidak ada yang gagal sama sekali”, balas Amy. Keduanya terkekeh pelan sambil tetap menyeruput air dari buah yang iedenti dengan iklim tropis. “Ngomong – ngomong, kau pandai berselancar rupanya. Apa kau pernah berlatih khusus?”, tanya DAsh. Amy menggeleng. “Aku tidak punya waktu untuk berlatih khusus dengan seorang pelatih. Aku hanya suka melihat papan selancar sejak aku kecil. Melihat orang lain melakukan penyeimbangan tubuh dan berseluncur di balik gulungan ombak benar- benar membuat aku tertarik. Sejak saat itu, aku dan temanku, Rose bermain papan selancar milik saudara Rose yang tinggalnya sangat dekat dengan pantai. Kami sangat menikmati bermain papan selancar sejak kecil, hingga ketika usiaku tujuh – belas tahun, ayah memberikan sebuah papan selancar dan voila! Ini dia papan selancarnya”, jelas Amy. Dash benar – benar menyimak setiap kata yang keluar dari mulut Amy. Menyadari hal tersebut Amy tersipu malu. “Kenapa menatapku seperti itu?”, tanya Amyyy. Dash tersenyum lembut, dala hati Amy sangat ingin menjerit melihat wajah DAsh dengan tatapan lembut dan sedikit cahaya matahari senja yang menyinari separuh wajah pria tersebut. Jika Amy tidak menjaga sikapnya, ia pasti sudah menjerit dan pingsan sekarang. Dash terlalu sempurna, tak ada celah. “Kau hebat, semakin membuatku kagum terhadapmu, Am. Amy tertawa dan menggeleng. “Tidak, anak – anak yang tumbuh di kota ini mengetahui dasar dari berselancar. Ada yang dijadikan hobi, ada juga yang dijadikan kemampuan yang akan digunakan ketika memang dibutuhkan, DAsh. Justru yang hebat itu kau”, jawab Amy. “aku kenapa?”, tanya Dash “Kamu melakukan segala sesautunya dengan sempurna. Kamu pandai berselancar, kamu juga pandai menyelam, dan setiap hal yang kamu lakukan adalah keren menurutku”. Jawab my. Dash tersipu mendengarnya.. “Aku hnya suka mengisi waktu luangku dengn aktifirta yang mengjabiskan waktu cukup banyak. Karena aku sedikit mengalami kesulitan dala hubungan pertemanan. Sehingga aku mencoba untuk berlatih berbagai macam kegiatan, salah satunya adalah berselacar. Tidak semurni kemampuanmu yang mendapatkannya dari hasil berlatih sendiri, Am”, elak Dash. “Kalau kamu butuh teman berelancar, aku siap selama aku tidak bekerja seperti ini”, ucap Amy. Dash tersenyum senang. “Terima kasih, Am. Kau benar – benar baik”, ungkap Dash. Amy tersenyum. Dash mregangkan tubuhnya lalu bersandar pada pasir dengan tumpuan kedua sikunya di atas pasir. Tapi, posisi ini justru membuat lengan mereka bersentuhan. Dan sekarang, Amy merasa sangat gugup dibuatnya. “Aku sangat suka kota ini, entah kenapa kota ini adalah kota ternyaman untuk aku tinggal”, saut DAsh. Amy tersenyum. Tentu saja, Dash, karena takdirmu ada di kota ini, ujar Amy dalam hati. “Ya, tampak sekali kamu sangat nyaman berada di kota ini. Tampak seperti bukan seseorang yang berlibur mengunjungi keluarga”, imbuh Amy. Dash tersenyum. Ia bangkit dari duduknya dan semakin merapatkan diri dengan Amy. Tungkainya menempel dengan milik Amy sehinga membat Amy tidak fokus karena sentuhan kedua kaki mereka di atas pasir yang lebut. “Hmm.. apakah tidak terlalu menempel?”, tanya Amy canggung. “Aku semakin menyukai kota ini juga karena aku bertemu dengan mu, Am. Kau benar – benar membuatku nyaman berada di kota ini”, ungkap Dash. Amy tersenyum. “Senang rasanya bisa membuat kamu nyaman”, balas Amy. “Dan.. apakah kamu tau bahwa aku tertarik denganmu. Tidak sebagai teman, melainkan pasangan”, ungkap DAsh. Amy terdiam sejenak. “Bukankah kau dan Priscila dekat?”, tanya Amy. Das mengerang. “Ayolah, kami dekat hanya karena kedua orang tua kami bersahabat. Dan ibuku dan ibunya adalah partner kerja. Lalu mereka memulai rencana tak masuk akal dengan memulai dengan kalimat perjodohan di mulai. Aku menentang habis – habisan dan akhinrnya mereka sepakat untuk tidakmembahasnya lagi. Tapi Pril selalu menganggapku dan dirinya adalah sepasang manusia yang dijodohkan, aku sudah menjelakan berkali – kali tetapi ia tidak mengerti dan bersikap seolah aku miliknya”, ungkap Das. “Jadi kau dan Priscilla tidak ada hubungan istimewa apa pun?”, tanya Amy. Dash menggeleg tegas. “Tidak ada. Sudah kupastikan itu”, jawab Dash. Amy tersenyum senang. “Senang mendengarnya”, saut Amy. Dash tersenyum, tangannya merangkul pinggang Amy yang terekspos di balik baju renangnya. “Apa kau menyadari bahwa omonganmu barusan telah membuka sebuuah permulaan untuk kita?”, tanya Dash. Amy menggeleng. “Benarkah?”, tanya Amy. Dash mengangguk yak1in. “Ketika kau sudah berbicara seperti itu, itu artinya kau baru saja mengklaim bahwa kita ak berlanjut ke sebuah hubungan baru”, jawab Dash. Amy tertawa “Bukan begitu, Dash”, sergah Amy. Dash menatap Amy dengan lekat. “Lalu?”, tanya Dash. Amy tersenyum. “Aku hanya senang, itu saja”, jawab Amy. “Benarkah? Kau tampak bohong sekarang”, kejar Dash. Amy tertawa. “Hei, bagaimana bisa kamu membuat seorang wanita mengataan hal untuk menegaskan hubungannya dengan seorang pria”, ujar Amy. Dash merapikan rambut Amy yang tertiup angin. Rambutnya yang basah kuyup sudah mulai kering akibat tertiup angin laut yang kencang. Jantung Amy berdegup kencang ketika Dash merapikan anakan rambutnya. “Kalau begitu..”, saut Dash. Amy berusaha menyimak ucapan Dash. “Kalau begitu apa, Dash?”, tanya Amy. “Kalau begitu, mari kita perjelas”, jawab DAsh. “Perjelas apa?”, tanya Amy. “Aku tertarik denganmu sebagai pria dewasa”, jawa Dash. Amy terdiam, tubuhnya kaku dan terkejut. Ia memastikan pendengarannya barusan. Ya, ia tak salah, Dash memang baru saja mengatakan bahwa ia tertarik dengan Amy sebagai pria dewasa. Amy benar – benar tak menyangka mendengar pernyataan ini keuar dari mulut Dash. Bahkan sebelum Dash tau bahwa dialah teman yang Dash dapatkan dengan surat dalam botol itu. Amy merinding seketika. Ia berpikir, apakah ia dan Dash memang ditakdirkan untuk saling terikat satu sama lain sehingga tanpa menerima surat dalam botol itu pun, mereka sudah tertarik takdir yang mengikat mereka sejak dulu. “Apakah kau tidak nyaman dengan pernyataanku barusan?”, tanya Dash. Amy tersenyum. “Aku yakin, segala sesuatunya akan berjalan dengan baik setelah ini. Dan, sebagai informasi, aku juga tertarik padamu sebagai wanita dewasa, Dash”, balas Amy. Keduanya saling melempar senyum manis. Senja sudah turun, dan kini hanya tersisa sedikit cahaya di pantai tersebut. Entah kenapa, alam pun mendukung suasana mereka kali ini. Pantai yang sepi itu menjadi saksi ketertarika dua insan manusia yang sedang berusaha menggapai takdir mereka masing – masing. Amy dan Dash, keduanya seperti terikat dalam sebuah benang takdir yang membuat mereka saling tertarik satu sama lain. Amy dan Dash sedang menikmati ebutir uah kelapa yang sebelumnya mereka beli di perjalanan menuju pantai. Air kelapaya begitu menyegarkan dan keduanya otomatis berseru merasakan kesegaran yang tak terduga. “segar sekali air kelaapa ini”, saut DAsh. “Ya, harus aku akui bahwa kualitas buah kelapa di kota ini tidak ada yang gagal sama sekali”, balas Amy. Keduanya terkekeh pelan sambil tetap menyeruput air dari buah yang iedenti dengan iklim tropis. “Ngomong – ngomong, kau pandai berselancar rupanya. Apa kau pernah berlatih khusus?”, tanya DAsh. Amy menggeleng. “Aku tidak punya waktu untuk berlatih khusus dengan seorang pelatih. Aku hanya suka melihat papan selancar sejak aku kecil. Melihat orang lain melakukan penyeimbangan tubuh dan berseluncur di balik gulungan ombak benar- benar membuat aku tertarik. Sejak saat itu, aku dan temanku, Rose bermain papan selancar milik saudara Rose yang tinggalnya sangat dekat dengan pantai. Kami sangat menikmati bermain papan selancar sejak kecil, hingga ketika usiaku tujuh – belas tahun, ayah memberikan sebuah papan selancar dan voila! Ini dia papan selancarnya”, jelas Amy. Dash benar – benar menyimak setiap kata yang keluar dari mulut Amy. Menyadari hal tersebut Amy tersipu malu. “Kenapa menatapku seperti itu?”, tanya Amyyy. Dash tersenyum lembut, dala hati Amy sangat ingin menjerit melihat wajah DAsh dengan tatapan lembut dan sedikit cahaya matahari senja yang menyinari separuh wajah pria tersebut. Jika Amy tidak menjaga sikapnya, ia pasti sudah menjerit dan pingsan sekarang. Dash terlalu sempurna, tak ada celah. “Kau hebat, semakin membuatku kagum terhadapmu, Am. Amy tertawa dan menggeleng. “Tidak, anak – anak yang tumbuh di kota ini mengetahui dasar dari berselancar. Ada yang dijadikan hobi, ada juga yang dijadikan kemampuan yang akan digunakan ketika memang dibutuhkan, DAsh. Justru yang hebat itu kau”, jawab Amy. “aku kenapa?”, tanya Dash “Kamu melakukan segala sesautunya dengan sempurna. Kamu pandai berselancar, kamu juga pandai menyelam, dan setiap hal yang kamu lakukan adalah keren menurutku”. Jawab my. Dash tersipu mendengarnya.. “Aku hnya suka mengisi waktu luangku dengn aktifirta yang mengjabiskan waktu cukup banyak. Karena aku sedikit mengalami kesulitan dala hubungan pertemanan. Sehingga aku mencoba untuk berlatih berbagai macam kegiatan, salah satunya adalah berselacar. Tidak semurni kemampuanmu yang mendapatkannya dari hasil berlatih sendiri, Am”, elak Dash. “Kalau kamu butuh teman berelancar, aku siap selama aku tidak bekerja seperti ini”, ucap Amy. Dash tersenyum senang. “Terima kasih, Am. Kau benar – benar baik”, ungkap Dash. Amy tersenyum. Dash mregangkan tubuhnya lalu bersandar pada pasir dengan tumpuan kedua sikunya di atas pasir. Tapi, posisi ini justru membuat lengan mereka bersentuhan. Dan sekarang, Amy merasa sangat gugup dibuatnya. “Aku sangat suka kota ini, entah kenapa kota ini adalah kota ternyaman untuk aku tinggal”, saut DAsh. Amy tersenyum. Tentu saja, Dash, karena takdirmu ada di kota ini, ujar Amy dalam hati. “Ya, tampak sekali kamu sangat nyaman berada di kota ini. Tampak seperti bukan seseorang yang berlibur mengunjungi keluarga”, imbuh Amy. Dash tersenyum. Ia bangkit dari duduknya dan semakin merapatkan diri dengan Amy. Tungkainya menempel dengan milik Amy sehinga membat Amy tidak fokus karena sentuhan kedua kaki mereka di atas pasir yang lebut. “Hmm.. apakah tidak terlalu menempel?”, tanya Amy canggung. “Aku semakin menyukai kota ini juga karena aku bertemu dengan mu, Am. Kau benar – benar membuatku nyaman berada di kota ini”, ungkap Dash. Amy tersenyum. “Senang rasanya bisa membuat kamu nyaman”, balas Amy. “Dan.. apakah kamu tau bahwa aku tertarik denganmu. Tidak sebagai teman, melainkan pasangan”, ungkap DAsh. Amy terdiam sejenak. “Bukankah kau dan Priscila dekat?”, tanya Amy. Das mengerang. “Ayolah, kami dekat hanya karena kedua orang tua kami bersahabat. Dan ibuku dan ibunya adalah partner kerja. Lalu mereka memulai rencana tak masuk akal dengan memulai dengan kalimat perjodohan di mulai. Aku menentang habis – habisan dan akhinrnya mereka sepakat untuk tidakmembahasnya lagi. Tapi Pril selalu menganggapku dan dirinya adalah sepasang manusia yang dijodohkan, aku sudah menjelakan berkali – kali tetapi ia tidak mengerti dan bersikap seolah aku miliknya”, ungkap Das. “Jadi kau dan Priscilla tidak ada hubungan istimewa apa pun?”, tanya Amy. Dash menggeleg tegas. “Tidak ada. Sudah kupastikan itu”, jawab Dash. Amy tersenyum senang. “Senang mendengarnya”, saut Amy. Dash tersenyum, tangannya merangkul pinggang Amy yang terekspos di balik baju renangnya. “Apa kau menyadari bahwa omonganmu barusan telah membuka sebuuah permulaan untuk kita?”, tanya Dash. Amy menggeleng. “Benarkah?”, tanya Amy. Dash mengangguk yak1in. “Ketika kau sudah berbicara seperti itu, itu artinya kau baru saja mengklaim bahwa kita ak berlanjut ke sebuah hubungan baru”, jawab Dash. Amy tertawa “Bukan begitu, Dash”, sergah Amy. Dash menatap Amy dengan lekat. “Lalu?”, tanya Dash. Amy tersenyum. “Aku hanya senang, itu saja”, jawab Amy. “Benarkah? Kau tampak bohong sekarang”, kejar Dash. Amy tertawa. “Hei, bagaimana bisa kamu membuat seorang wanita mengataan hal untuk menegaskan hubungannya dengan seorang pria”, ujar Amy. Dash merapikan rambut Amy yang tertiup angin. Rambutnya yang basah kuyup sudah mulai kering akibat tertiup angin laut yang kencang. Jantung Amy berdegup kencang ketika Dash merapikan anakan rambutnya. “Kalau begitu..”, saut Dash. Amy berusaha menyimak ucapan Dash. “Kalau begitu apa, Dash?”, tanya Amy. “Kalau begitu, mari kita perjelas”, jawab DAsh. “Perjelas apa?”, tanya Amy. “Aku tertarik denganmu sebagai pria dewasa”, jawa Dash. Amy terdiam, tubuhnya kaku dan terkejut. Ia memastikan pendengarannya barusan. Ya, ia tak salah, Dash memang baru saja mengatakan bahwa ia tertarik dengan Amy sebagai pria dewasa. Amy benar – benar tak menyangka mendengar pernyataan ini keuar dari mulut Dash. Bahkan sebelum Dash tau bahwa dialah teman yang Dash dapatkan dengan surat dalam botol itu. Amy merinding seketika. Ia berpikir, apakah ia dan Dash memang ditakdirkan untuk saling terikat satu sama lain sehingga tanpa menerima surat dalam botol itu pun, mereka sudah tertarik takdir yang mengikat mereka sejak dulu. “Apakah kau tidak nyaman dengan pernyataanku barusan?”, tanya Dash. Amy tersenyum. “Aku yakin, segala sesuatunya akan berjalan dengan baik setelah ini. Dan, sebagai informasi, aku juga tertarik padamu sebagai wanita dewasa, Dash”, balas Amy. Keduanya saling melempar senyum manis. Senja sudah turun, dan kini hanya tersisa sedikit cahaya di pantai tersebut. Entah kenapa, alam pun mendukung suasana mereka kali ini. Pantai yang sepi itu menjadi saksi ketertarika dua insan manusia yang sedang berusaha menggapai takdir mereka masing – masing. Amy dan Dash, keduanya seperti terikat dalam sebuah benang takdir yang membuat mereka saling tertarik satu sama lain.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD