Hai Dash, apa kau percaya takdir?
Aku ba saja menemukan sesuatu yang sangat mengejutkan. Aku menerimasurat dalam botol di hari pertama aku bekerja di Le Paradis, ya, hari dimana kita juga bertemu pertama kali.
Dan tebak siapa pengirm surat dalam botol itu?
Jawabannya adalah kamu, Dash. Suratmu yang mengapung di lautan selama bertahun – tahun sampai ke tanganku bersamaan dengan pertamuan kamu dan aku. Takdir yang luar biasa bukan?
Tap aku membuat kesalahan kecil hari ini, sebetulnya bukanlah mahasiswi dari SODA, aku hanya mengikuti beberapa seminar yang diadakan oleh kampus tersebut. Aku berusaha menjelaskannya tapi waktunya tidak memberiku kesempatan. Oh, dan satu lagi, aku bekerja paruh waktu dengan membantu Ayahku menjalankan toko peralatan pantai.
Nah, sekian pengakuanku.
Jika kau masih membutuhkan teman, kamu tau harus mencariku kemana.
Sampai bertemu di Le Paradis!
Salam, Amy Lazuadi.
*
“Bagaimana menurutmu?”, tanya Amy pada Ronald.
Pria itu membaca surat yang ditulis adiknya dengan seksama. Akhirnya iaa emngangguk dan mengembalikan kertas tersebut pada Amy.
“Menurutku isinya sudah cukup jelas dan mudah dipahami”, nila Ronald.
Amy tersenyum puas dan menanggguk. Ia menggulung kembali surat tersebut dan mengikatnya dengan tambang kecil.
“Aku akan menukar surat dalam botol sebelumnya dengan surat yang ini. Rossy sudah menerima suratku dan kami akan bertemu sore nanti”, ujar Amy.
Ronald mengangguk dan menepuk bahu Amy.
“Semoga berhasil, sekarang, tolong tata dus berisi perkakas yang baru datang itu. Aku masih harus menata papan selancar yang tadi pagi diberantakkan oleh pengunjung. Amy mengangguk paham dan emlakukan perintah kakaknya setela meletakkan gulungan surat itu ke dalam tas.
*
Amy menghela nafas setelah menceritakan semua pada Rossy sepanjang perjalanan menuju Le Paradis sore itu.
"Tenang, masih bisa diperbaiki kok. Lagi pula itu bukan hal yang terlalu besar sebenarnya", ujar Rossy menenangkan.
"Tapi rasanya aku tidak punya muka lagi, Rose", jawab Amy.
"Awalnya memang begitu, tapi begitu kamu menjelaskan semuanya pada Dash, ia pasti memahaminya. Percayalah, Am. Bagaimanapun kalian terlalu ajaib untuk hanya didiamkan begitu saja", balas Rossy.
Amy tersenyum.
"Aku juga tak menyangka bocah penulis surat itu adalah Dash", ucap Amy.
"Itu namanya takdir, Am. Dan kamu harus menjemput takdirmu, tapi sebelum itu, kita harus berperang melawan ramainya reservasi malam ini. Ini malam yang sibuk!", seru Rossy seraya membelokan mobilnya ke Le Paradis.
Dan benar saja, sepanjang malam Amy dan Rossy sibuk melayani para tamu yang jumlahnya sangat banyak sampai-sampai Amy lupa kehadiran Dash di Le Paradis.
Tring!
Terdengar bel dari arah dapur.
"Table 31 ready!", seru koki dapur.
"Itu mejaku!", seru Amy.
Ia berjalan dengan cepat membawa baki lalu menempatkan piring-piring tersebut dan membawanya ke meja pesanan.
"Excuse me, one grilled chicken with mushroom sauce, one asparagus soup, and one portion of mashed potato. That's all?", ujar Amy mengulangi semua pesanan di meja tersebut.
"Yes, thank you", jawab salah satu tamu yang logatnya terdengar seperti aksen british.
"With my pleasure, sir. Have a nice dinner. You can call me if you need anything", jawab Amy senang.
Amy tau sejak awal Dash memperhatikannya, tapi ia tak bisa apa-apa karena pekerjaannya sungguh padat malam hari ini. Terdengar band mulai memainkan musik dan para tamu mulai turun ke lantai dansa untuk bersenang-senang, sesungguhnya Amy sangat menyukai pemandangan tersebut. Namun, dengan tubuhnya yang berisi dan pendek ia harus berusaha keras membawa banyak gelas di sela-sela tamu agar tidak terjatuh.
Sepanjang malam Amy sibuk belari melayani para pelanggan yang jumlahnya melebihi dari biasanya. Adanya pertunjukan hiburan musik secara langsung membuat Le Paradis semakin ramai dibuatnya.
Amy berlarian di tengah gempuran alunan musik dan pengunjung yang tak kunjung habis. Setiap detik selalu ada pengunjung baru dan Amy benar – benar lupa dengan surat dan botolnya, ia meletakkannya di dalam loker miliknya, pasti aman, jadi ia tidak terlalu mengkhawatirkan keamanan surat dalam botol tersebut.
Amy juga tau, sejak tadi sepasang mata memperhatikannya dari jauh, membuatnya merinding. Pemilik mata tersebut adalah Dash. Pria itu sudah datang bersama teman – temannya sejak satu jam yang lalu.
Amy melihat salah satu rekannya melayani meja Dash dan membisikan sesuatu ke arah Dash dan pris tersebut tertawa. Amy sangat penasaran. Tapi rasa penasarannya tertunda karena ia sibuk bekerja.
Terlihat salah satu meja yang dilayaninya mengangkat tangan tanda bahwa ia membutuhkan Amy saat ini. Ia mendatangi meja tersebut dan mencatat beberapa tambahan pesanan. Sesudahnya ia berjalan menuju dapur namun tubuhnya seketika berbalik saat sebuah tangan menarik lengannya.
"Dash?", tanya Amy bingung.
"Kenapa kau menjauhiku malam ini? Apa aku melakukan kesalahan?", tanya Dash dengan tatapan intens.
Tidak, aku yang punya kesalahan, bukan kau, pikir Amy.
"Bukan begitu, kamu lihat sendiri seperti apa suasana Le Paradis malam ini, aku harus bekerja. Kalau kamukan hanya tamu dan tinggal menunggu pesananmu tiba", jelas Amy.
"Kapan jam istirahatmu tiba?", tanya Dash.
Amy melihat jam di tangan kirinya.
"Harusnya 15 menit lagi, tapi melihat kondisi sekarang sepertinya aku tidak bisa istirahat dulu", jawab Amy.
"Mau berdansa denganku?", tanya Dash.
Mata Amy membelalak.
"Mau banget!", serunya.
"Tapi tidak mungkin, Dash", lanjutnya.
"Kenapa?", tanya Dash.
"Aku bekerja disini, dan berdansa saat jam kerja apalagi dengan tamu itu dilarang", jelas Amy.
Dash mengangguk-angguk tanda paham.
"Tunggu disini sebentar", ujarnya.
Amy menatap bingung Dash yang berjalan menghampiri Ms. Charlotte. Ia berbicara dengan atasannya dan wanita itu langsung menatap Amy dari kejauhan.
"Astaga, mati aku. Siap-siap cari pekerjaan baru, Am", gumamnya ngeri.
Ia melihat Dash dan Ms. Charlotte berjalan menghampirinya. Tapi wajah Dash menunjukan ekspesi kemenangan.
"Berapa lama lagi sampai waktu istirahatmu tiba?", tanya Ms. Charlotte.
"Li-lima belas menit, Miss", jawab Amy gugup.
"Kau boleh berdansa, dengan syarat tidak boleh berada di lantai Le Paradis. Mengerti?", ujar Ms. Charlotte.
Amy tersenyum senang.
"Mengerti, terima kasih, Miss", seru Amy senang.
"Sekarang selesaikan dulu pesananmu", ujar Ms. Charlotte.
"Baik Miss", balas Amy.
*
Amy berjalan bersama Dash menuju jembatan di belakang Le Paradise. Pemandangan lampu-lampu kapal terlihat seperti ratusan bintang di langit berada di depan mata.
Terdengar musik mengalun dari dalam Le Paradis samar-samar, Dash mulai melingkarkan tangannya di pinggang Amy. Begitupun Amy, kedua tangannya bertumpu pada kedua bahu Dash. Mereka mulai berdansa mengikuti iringan musik yang tengah mengalun romantis.
"Musiknya perfect", ujar Dash.
Amy tersenyum.
"Aku pikir kamu marah padaku", ujar Dash memperhatikan wajah Amy yang sedikit berpeluh.
"Tidak sama sekali, kamu lihat sendiri aku benar-benar sibuk sepanjang malam", balas Amy.
"Hmm", gumam Dash menarik pinggang Amy lebih mendekat dengan tubuhnya.
Amy berharap Dash tidak bisa mendengar bunyi degup jantungnya yang berdetak kencang saat ini, semua semakin parah ketika pria itu menatap Amy lekat.
"Apa yang membuatmu menyukai pekerjaan di Le Paradis?", tanya Dash.
"Sepertinya Le Paradis adalah tempat kerja paruh waktu impian semua remaja di kota ini, bayarannya besar dan tempatnya menakjubkan", jawab Amy.
"Ini pertama kalinya kamu paruh waktu disini?", tanya Dash.
Amy mengangguk.
"Dulu jika aku libur seperti ini, aku bekerja di mobil penjual es krim", ungkap Amy.
"Hei, dulu aku juga bekerja paruh waktu menyetir truk es krim", ujar Dash bersemangat.
Amy tersenyum mengernyit.
"Truk?", ulangnya.
Dash terkekeh. "Aku menyebut mobil penjual es krim sebaggai truk", jelasnya.
Lantas Amy tertawa pelan, tak disangka pria seperti Dash bisa bersikap konyol juga.
"Kupikir orang sepertimu tidak akan melakukan pekerjaan paruh waktu", balas Amy.
"Aku tidak suka hanya berdiam diri tanpa melakukan apapun", ucap Dash.
Amy mengangguk paham, ia menoleh ke arah Garden Hills yang tampak seperti lampu dari kejauhan. Karena penerangan yang bagus bentuk rumah di sana masih bisa dilihat dengan jelas.
"Dari dulu aku dan Rossy, temanku yang tadi pagi ngobrol dengan temanmu, suka memilih rumah di Garden Hills sebagai rumah impian", cetus Amy.
Dash menoleh mengikuti arah pandangan Amy.
"Oh ya?", tanyanya.
Amy mengangguk. "Hmm, Rosy selalu memilih rumah besar berwarna putih dengan banyak pilar itu", jawab Amy.
"Lalu yang mana rumah impianmu? Apakah sama dengan Rosy?", tanya Dash. Amy menatap Dash menunggu jawabannya. Ia menggeleng.
"Tidak, terlalu nyentrik dan 'wah'. Rumah impianku adalah yang itu..", ujar Amy menunjuk rumah favoritnya. Dash mengokuti arah telunjuknya.
"Rumah yang lebih sederhana dengan menara kecil itu, jika aku memiliki rumah tersebut maka menara itu akan menjadi galeri seniku", jawab Amy bangga.
Dash tersenyum, ada kilatan senang di matanya, Amy tidak tau apa arti kilatan itu. Entah sejak kapan mereka berhenti berdansa, mereka hanya berdiri sambil berpelukan.
"Seniman memang punya selera yang bagus", ungkap Dash.
"Darimana kamu tau aku seniman?", tanya Amy kaget.
"SODA, tidak ada mahasiswa SODA yang bukan seniman", jawabnya lantang.
Perlahan senyum Amy memudar dan Dash menyadarinya.
"Hei ada apa?", tanyanya.
"Tidak, hanya saja kurasa ada hal yang harus kuceritakan padamu. Hal yang tidak kamu ketahui tentangku", jawab Amy.
Ia berpikir saat ini tepat untuk mengatakan sejujurnya. Surat, sekolah dan dimana ia bekerja.
"Dan apa itu hal yang belum aku ketahui tentangmu? Rasanya aku seperti sudah mengenalmu sangat lama", balas Dash.
"Dash, aku ingin menceritakan sesuatu tentangku.."
"Ya, ceritakan semua tentangmu, pasti aku suka", sela Dash.
"Bukan itu, maksudku.. aku mengalami hal yang luar biasa di hari pertama bekerja di Le Paradis", ujar Amy mencoba menjelaskan.
"Ah, hari pertama kita bertemu jugakan?", saut Dash.
"Iya betul, begini.."
"Ya? Aku rasa itu salah satu hari menyenangkan dalam hidupku selama beberapa tahun tetakhur", potong Dash.
Amy semakin bingung akan menjelaskan bagaimana jika Dash selalu menyela.
"Tidak maksudku iya, aku juga. Tapi bukan itu yang ingin kukatakan, anu utu sebenarnya.. oh tidak!", seru Amy panik melepaskan tangan Dash dari pinggangnya.
"Ada apa?", tanya Dash bingung.
"Mr. Shannon datang, tamatlah riwayatku Dash", paniknya.
Dash berpikir dengan cepat. "Keluarkan kertas ordermu, cepar!", bisiknya.
Pintar! Amy langsung menuruti ucapan Dash.
"Apa anda sudah siap memesan Tuan?", tanya Amy.
"Selamat malam", saut Mr. Shannon dan diikuti Priscilla dibelakangnya.
"Selamat malam mr. Shannon", sapa Amy.
"Oh, hai Mr. Shannon, lama tak jumpa", sapa Dash riang.
"Selamat malam, Dash. Bagaimana kabar orang tuamu?", sapanya hangat.
"Mereka baik, tapi masih di London", jawab Dash.
"Saya mendengar ada pegawai berdansa disini", ucap Mr. Shannon menatap Amy tajam.
"Tidak ada, aku memanggil pelayan untuk mencatat pesanan, aku sedang ingin hawa luar. Iyakan, Pril?", saut Dash memancarkan ucapan 'bantu aku'.
Priscilla tersenyum licik, ia berjalan menuju Dash dan memeluk lengannya erat.
"Betul", sautnya.
"Saya pesan segelas diet cola dengan tambahan jeruk nipis. Kau apa pil?", tanya Dash.
"Apa? Oh aku tidak mau pesan apa-apa Dash", jawabnya.
"Baik, segelas diet cola dengan perasan jeruk nipis. Ada lagi?", tanya Amy.
"Tidak, terima kasih. Nanti tolong antarkan ke mejaku di dalam saja ya", jawab Dash.
"Baik, saya permisi", ucap Amy formal.
"Amy", panggil Mr. Shannon ketika mereka sudah menjauh.
"Ya, Sir?", tanya Amy.
"Tidak ada kata keluhan pelayan berdansa lagi. Mengerti?", tekannya.
"Malam ini malam yang indah ya Mr. Shannon?! Lihat langitnya penuh bintang!", seru Dash.
Pria itu menyelamatkan Amy lagi.
Pria paruh baya itu tersenyum hangat.
"Ya, Le Paradis adalah tempat dimana anda bisa melihat langit yang indah. Silahkan menikmati malam anda", sopannya.
"Baik Mr. Shannon, saya permisi", ujar Amy meninggalkan Mr. Shannon, setengah lari karena atmosfirnya begitu mencekam didekat pria tua tersebut.
"Apa yang terjadi?", bisik Rose ketika Amy sudah sampai di balik pintu kasir.
Ia bersandar dan menyeka keringatnya.
"Aku hampir mati malam ini, Ros", desisnya.
"Mr. Shannon memecatmu?", tanya Kevin.
"Hampir, tapi terselamatkan berkat Dash", jawab Amy lega.
Kevin mengangkat bahunya dan berlalu meninggalkan Amy dan Rose yang masih terdiam.
"Kamu bawa surat yang sudah ditulis ulang?", tanya Rose.
Amy langsung menatap Rose penuh semangat.
"Oh, Rose kamu memang yang paling pintar!", seru Amy berlari menuju loker, menyiapkan baki yang sudah dilapisi serbet putih dan meletakan botol wine tersebut di atasnya.
Tring!
"Amy, mejamu memanggil!", seru Kevin.
Amy menatap botolnya dengan berat.
"Baiklah", seru Amy.
Setelahnya ia akan memberikan botol itu pada Dash. Harus!