Big Shoulder

1005 Words
Pria berumur 45 tahun itu sedang duduk di kursi kerjanya, memijit pangkal hidungnya sendiri berusaha fokus ke pekerjaannya. Namun pemilik rambut pirang dengan suara lembut tempo hari yang ia lihat di sebuah kafe mengganggu pikirannya, memikirkan bagaimana bahu mungil itu menggeliat di bawahnya, membayangkan bagaimana suara lembut itu mendesah meneriakan namanya. Shit Leonard... dia hanya gadis kecil... Batin Leonard memaki dalam hati, ia membuka kacamata dan menutup kembali laptopnya. Menghembuskan nafas kasar ia melirik ke arah arlojinya, hari sudah sore. Ada baiknya ia kembali mengunjungi kafe milik Clark tersebut berharap Dewi Fortuna berpihak kepadanya dan mempertemukan dirinya dengan gadis itu. Leonard kemudian buru-buru keluar dari ruangan kerjanya sebelum akhirnya berpesan kepada sekertarisnya untuk pulang lebih awal, ia butuh secangkir kopi untuk saat ini, dan juga membutuhkan gadis bertubuh mungil yang ada di pikirannya selama beberapa hari ini. Deru mesin beroda empat tersebut melaju membelah jalanan kota New York, Leonard adalah tipe pria yang memiliki ambisi besar. Jika ia menginginkan sesuatu maka hingga ke ujung dunia sekali pun akan ia raih. Mengabaikan kemungkinan yang kelak akan terjadi, penolakan yang mungkin akan berujung sedikit paksaan pun akan ia lakukan. Ia menyukai gadis polos yang masih terbilang sangat belia itu, katakanlah dirinya seorang p*****l, Leonard tidak perduli. Berhenti di sebuah kafe yang selalu ia kunjungi setiap harinya hanya untuk secangkir kopi yang nikmat, memasuki kafe seraya membenarkan jas kerjanya tanpa menghiraukan segala lirikan dari wanita yang berlalu lalang disana. Leonard adalah tipe pria yang sangat simple, menurutnya wanita adalah uang dan seks. Mereka semua akan membuka selangkangannya dengan senang hati demi uang dan seks hebat. Wanita yang seperti itu selalu menjadi incaran Leonard, termasuk gadis yang satu itu. Berdiri di belakang meja kasir dengan rambut pirangnya ia kuncir kuda, Leonard menaikan sebelah alisnya. Ternyata gadis itu adalah pegawai baru, what a nice day, Dewi Fortuna selalu berpihak kepadanya pasal wanita. Leonard mengambil kursi duduk tepat menghadap kasir, tidak terlalu dekat namun dapat memberikannya akses yang bagus guna memandang wajah cantik tersebut. Ia mengusap dagunya, tak dapat membendung sisi gelap dirinya ketika bertemu dengan buruannya. Leonard seperti serigala buas yang tak dapat menahan lapar ketika melihat kelinci yang cantik dengan tubuh elok seperti itu. Ditambah dengan b****g padat milik gadis itu. F*ck, i wanna destroy that ass... Leonard mengepalkan kedua tangannya, menarik nafas panjang saat tubuhnya mulai terbakar karena lekukan gadis yang terlihat gesit itu saat bekerja. Lamunannya mulai liar ketika membayangkan tubuh seksi itu bergerak di atasnya. "Mr. Watson?!" Panggil seorang gadis. Leonard kembali ke dunia nyata dan menyadari Audrey berdiri di sampingnya sedari tadi sambil memiringkan kepala memanggilnya. "Kau mendengarku?" Tanya Audrey. "Ahh ya, 1 cangkir Espresso." ujar Leonard seolah mendengar perkataan Audrey barusan, padahal Audrey hanya menanyakan kabar Leonard untuk sekedar berbasa-basi sebelum menanyakan pesanannya. Namun sepertinya pria itu terlalu fokus pada sesuatu. Audrey melirik Vanessa, gadis itu menyunggingkan senyum ketika menyadari bahwa Mr. Watson sedari tadi memandangi Vanessa. Terbesit pikiran jahil Audrey, namun ia mengurungkan niatnya begitu mengingat pengaruh Mr. Watson yang sangat besar di kota ini, dan tentu saja ia tidak ingin mencari masalah dengan pria kaya raya tersebut. Tapi, mungkin ia akan sedikit memberikan dorongan kepada Vanessa. Audrey lalu berjalan menuju dapur menyiapkan pesanan Mr. Watson, sementara pria itu masih duduk disana bagai singa yang akan menerkam mangsanya. Leonard adalah tipe pria yang sangat tenang, meski penuh dengan segala ambisi di kepalanya ia tetap seorang pemikir yang handal dalam mempersiapkan segala sesuatunya. Ia akan memikirkan sebuah rencana yang sangat matang terlebih dahulu sebelum bertindak, mengingat buruannya kali ini adalah seorang gadis belia yang tentunya tidak memiliki pengalaman apapun. Tidak seperti wanita yang sering ia kencani, dewasa dan sudah pasti sangat liar di atas ranjang. Tidak pernah terbesit di pikiran Leonard untuk mengencani seorang bocah, biasanya wanitalah yang akan datang kepadanya meminta untuk dipuaskan atau demi beberapa dolar. Tapi gadis itu seperti magnet baginya, hingga Leonard harus repot-repot mengunjungi kafe milik Clark hanya untuk melihat senyum manis itu. Jika saja Clark adalah p****************g seperti dirinya, maka dengan senang hati ia akan membeli gadis berambut pirang itu semalam saja untuk menyalurkan sisi gelapnya. Itu akan mudah, namun sepertinya ini akan sulit mengingat Clark bukan pria b******k sepertinya. Well, Leonard akan menjadikan hal tersebut sebuah tantangan baru untuknya. Leonard menyukai sebuah tantangan... Aroma kopi membuat Leonard sedikit rileks, secangkir kopi panas terhidang manis di depannya. "Terimakasih Audrey, ini untukmu." kata Leonard tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun dari Vanessa, membuat Audrey kian yakin dengan dugaannya. Meskipun begitu, ia tetap berterima kasih kepada Mr. Watson yang sangat baik hati selalu memberikan uang tips kepadanya. Bibir tipis itu membuat lengkungan tipis, menyunggingkan senyum melihat cara gadis itu tersenyum sangat ramah kepada para pengunjung. Tanpa sapuan make-up, Vanessa terlihat sangat cantik dengan wajah natural. Bibir seksi berwarna peach, hidung mancung dengan wajah merah merona khas gadis belia. Leonard meneliti setiap inci tubuh gadis itu, terutama di bagian leher jenjang yang terekspos sempurna. Leonard memikirkan bagaimana jika ia mencekik leher gadis itu dan memberikan banyak tanda disana, pasti akan terlihat lebih indah jika leher mulus tersebut berada di genggamannya. Belum lagi saat suara lembutnya mendesah meneriakan nama Leonard. "Hmm...." Leonard berdeham, selalu saja fantasi gila yang ada di dalam otaknya menari indah bagaikan kupu-kupu. Dan sialnya mengapa gadis belia yang menjadi fantasi barunya saat ini, gadis itu sangat polos. Melihat kepolosannya Leonard hampir saja mengurungkan niatnya itu menghancurkan gadis itu, tapi iblis di kepalanya terus berbisik untuk segera melakukan aksinya sehingga ia tidak mampu menolaknya. Apa yang diinginkan seorang gadis belia? Uang, harta? Apakah sama seperti wanita dewasa dengan barang-barang branded dan super mahal seperti yang pernah ia kencani? Leonard sedikit kebingungan, pasalnya tidak pernah ada di dalam kamusnya mengencani seorang gadis muda. Kasih sayang? Oh, tentu tidak. Ia bukan tipe pria dengan segala kelembutan dan kasih sayang. Wanita datang dan pergi bukan tanpa alasan, mungkin mereka dimanjakan dengan segala fasilitas mewah yang Leonard berikan, namun sifat keras pria itulah yang membuat semua wanita tidak bertahan lama dengannya. Dan lagi, Leonard hanya butuh seks yang hebat. Ia tidak perduli dengan drama romansa yang melibatkan hati dan perasaan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD