Pretty Girl

1025 Words
Vanessa berdiri di depan sebuah kafe, memastikan bahwa alamat yang ia tuju benar. Ia melangkah masuk, aroma khas kopi yang sangat ia sukai terhirup oleh indera penciumannya. Sebagai seorang penikmat kopi, tentu saja Vanessa menyukai aroma tersebut. Ia melihat sekeliling, suasana terlihat sangat ramai oleh pengunjung dan Vanessa tidak dapat menemukan seseorang yang ia cari. Hingga kedua netra indahnya tertuju kepada seorang gadis cantik yang ia duga adalah salah satu pramusaji disana, terbukti dari seragam yang gadis itu kenakan. Karena yang lain terlihat sangat sibuk akhirnya Vanessa memutuskan untuk menghampiri gadis berambut hitam legam tersebut. "Permisi Miss..." sapa Vanessa dengan ramah kepada gadis cantik yang mulai menyadari kehadiran Vanessa. "Ya, ada yang bisa di bantu? Maaf semua meja sedang penuh-" "Tidak. Uhm, aku hanya ingin bertemu dengan Mr. Clark." potong Vanessa, gadis berambut hitam itu sedikit terkejut mendengar mama Bosnya disebutkan. "Tunggu sebentar, aku akan memanggilkan Mr. Clark. Kau bisa menunggu disini Miss, silakan duduk!" ujar gadis tersebut dan akhirnya menuju ke dalam guna memanggil Bosnya, karena mungkin ada sesuatu hal yang penting. "Terimakasih." Balas Vanessa. "Maaf, siapa namamu?" Tanya gadis itu kembali lagi menghampiri Vanessa. "Vanessa, Vanessa Smith." jawabnya. "Baiklah, akan ku panggilkan Mr. Clark." katanya ramah, Vanessa lalu duduk bersebelahan dengan beberapa pengunjung karena tidak ada tempat lagi, ia harus duduk berdesakan dengan beberapa orang yang ada disana. Kedai kopi milik Uncle Clark ternyata sangat ramai dikunjungi dari beberapa kalangan, mulai dari remaja hingga orang dewasa terutama pekerja kantoran. Tidak salah, karena Uncle Clark adalah salah satu pemilik kebun kopi terbaik seperti mendiang Ayahnya. Namun sayang, nasib Ayahnya tidak seberuntung Uncle Clark. "Nessa?" Panggil seseorang di sampingnya yang ternyata adalah Uncle Clark, sedikit terkejut melihat sahabat Ayahnya itu masih terlihat sama seperti terakhir kali ia bertemu. "Uncle..." sapa Vanessa dengan wajah sumringah, ia berdiri dan memeluk pria paruh baya yang sudah ia anggap seperti Ayah. "Well, Vanessa kau terlihat lebih besar sekarang." ujar Clark. "Bagaimana kabarmu Uncle?" Kata Vanessa dengan senyum mengembang, perasaannya sedikit bahagia bertemu dengan orang-orang terdekat mendiang Ayahnya. "Seperti yang kau lihat..." balas Clark yang juga turut senang dengan kehadiran Vanessa. Pria bertubuh gemuk tersebut sangat baik dan ramah kepada siapa pun jika Vanessa bisa menilai, Uncle Clark tidak memiliki anak dan sekarang ia hidup sendiri semenjak kepergian sang istri beberapa tahun yang lalu. Hidup Uncle Clark terbilang sangat santai, membuka sebuah usaha semenjak bisnis dengan Ayahnya tidak berjalan dengan lancar. Dan sepertinya hanya pria itulah satu-satunya yang dapat dimintai pertolongan oleh Vanessa. "Bagaimana kabar Ayah dan Ibu?" Tanya Clark, seketika senyum Vanessa meredup. Wajahnya kembali sayu dan kedua matanya mulai berkaca. "M-mereka sudah tiada Uncle..." jawab Vanessa terbata. Dari raut wajah Vanessa, Clark sepertinya mengerti. Ia lalu mendudukan Vanessa perlahan dan buru-buru membawakan gadis itu secangkir kopi lalu duduk berhadapan dengannya. "Maaf, Uncle tidak tahu. Ayahmu memutus hubungan dengan Uncle semenjak waktu itu, Uncle turut berduka cita..." kata Clark dengan mimik wajah sedih, sungguh Adam bukanlah pria yang baik terutama dalam berbisnis, namun ia sangat peduli dengan keluarga sahabatnya itu terutama Vanessa. Gadis cantik itu adalah gadis baik-baik dan terlihat sangat polos. "Sekarang ceritakanlah apa yang terjadi, Vanessa. Tidak perlu terburu-buru, pelan-pelan saja. Uncle mengerti kau masih dalam keadaan berduka..." ujar Clark, Vanessa terlihat menggenggam cangkir kopi tersebut dengan perasaan getir. Melihat kopi berwarna hitam pekat tersebut seperti melihat kehidupannya sendiri, hitam dan gelap. Meski ia berusaha untuk tegar, untuk Lisa yang selalu menunggunya untuk pulang. Untuk kesembuhan Lisa... Hingga pada akhirnya, bibirnya bergetar menceritakan bagaimana kedua orang tuanya akhirnya pergi meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya. Menahan rasa sesak di dadanya menerima kenyataan pahit tersebut. Mereka berdua bercerita panjang lebar, sedikit demi sedikit Clark mencoba untuk menghibur Vanessa yang terlihat muram. Tanpa mereka sadar ada sepasang mata elang yang sedari tadi mengawasi punggung mungil milik Vanessa, menyeruput kopinya tanpa mengalihkan padangannya dari gadis cantik berambut pirang tersebut. "Kau akan selalu diterima disini Vanessa, dan aku akan sangat senang bisa mempekerjakanmu disini." ujar Clark, Vanessa bisa sedikit menyunggingkan senyum. Di balik kesendiriannya, masih ada orang-orang baik di sekitarnya yang menolongnya. "Terimakasih Uncle..." kata Vanessa seraya menggenggam tangan Clark. "Clark..." sapa seorang pria dengan suara berat kepada Clark. "Mr. Watson..." balas Clark dengan ramah melihat pria itu meninggalkan tempat duduknya dan menuju pintu keluar. Berjalan melewati punggung Vanessa dengan kedua matanya tak pernah lepas dari gadis berambut pirang tersebut, Vanessa sendiri sempat merasa seseorang baru saja melewati belakangnya dan memberikan aura aneh terhadap tubuhnya. Vanessa bergidik ngeri lalu mengelus belakang lehernya. Namun indera penciumannya kembali terganggu oleh wangi parfum dan aroma maskulin yang menguar dari pria tersebut, Vanessa menoleh kebelakang. Melihat pria itu hanya dari belakang, membuka kenop pintu dan akhirnya keluar dari kafe tersebut. Ada gelenyar aneh yang baru saja Vanessa rasakan, tapi ia berusaha membuang jauh-jauh perasaan aneh itu. Meskipun ia masih mengingat dengan jelas bahu lebar yang tertutupi oleh setelan jas rapih tersebut. Vanessa mengernyitkan kening... "Vanessa?" Panggil Clark. "Hm, yes Uncle?" Lamunanya buyar seketika mendengar suara Clark memanggilnya. "Aku bilang, kau bisa tinggal disini jika kau mau." kata Clark. Vanessa terdiam sesaat, tidak dapat menggambarkan betapa bahagianya ia mendengar hal tersebut. Sungguh ia sangat berterimakasih kepada pria paruh baya tersebut, Vanessa mungkin tidak dapat membalas semua kebaikan Clark. Tapi setidaknya ia akan menjadi gadis yang baik sekaligus pekerja yang rajin selama ia berada disini. Ia berjanji, tidak akan merepotkan pria yang sudah ia anggap seperti Ayah baginya itu. "Audrey!" Panggil Clark kepada gadis berambut hitam tadi dan baru Vanessa ketahui namanya. "Yes Mr?" "Audrey, kenalkan ini Vanessa. Dia akan bekerja disini mulai besok dan akan menemanimu tinggal disini menjaga kafe." jelas Clark sebelum akhirnya mereka berdua berkenalan. "Benarkah Mr? Akhirnya aku memiliki teman disini." ujar Audrey. "Audrey, bisa kau tunjukan kamar Vanessa? Vanessa, maaf aku belum sempat membersihkan kamar kosong yang ada di lantai dua." kata Clark. "Tidak apa Uncle, maaf sudah merepotkan. Sekali lagi, terimakasih." balas Vanessa. "Baiklah, sekarang kau beristirahatlah. Kau pasti lelah karena perjalanan jauh." Vanessa mengangguk sebelum berpamitan kepada Clark, lalu Audrey menuntunnya ke lantai atas menuju kamarnya. Setidaknya ia bisa tersenyum lega hari ini, besok ia mendapatkan pekerjaan baru demi Lisa. Dan hari ini ia bertemu dengan orang-orang yang sangat baik kepadanya, meski ia masih penasaran dengan seorang pria dengan aroma memabukan tadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD