Tagihan Rentenir

1388 Words
Pagi ini Wulan menjalani hari seperti biasanya. Setelah semalaman menjaga ibunya di rumah sakit, pagi-pagi sekali Wulan harus bersiap menuju kantor yang jaraknya lumayan jauh dari rumah sakit tempat ibunya dirawat. Semenjak ibunya di rawat seminggu yang lalu, Wulan benar-benar memeras keringatnya pasalnya ia paham pasti tagihan rumah sakit selanjutnya tidak lah murah.   “Selamat pagi, bu Wulan,” sapa tiga orang pria berbadan besar saat melihat Wulan baru keluar dari rumah sakit yang merawat ibunya. Wulan termenung sesaat karena tidak mengenali siapa ketiga pria yang menghampirinya pagi-pagi. “Iya, ada yang bisa saya bantu?” jawab Wulan singkat. Perasaannya sudah mulai tidak enak karena melihat dari penampilannya jangan-jangan mereka adalah anak buah Juan. ‘Tunggu dulu, apakah ini sudah waktunya pembayaran cicilan?’ batin Wulan. Sesaat Wulan lupa jika hari ini adalah tepat satu bulan setelah ia menerima uang pinjaman dari Juan.   “Begini ibu Wulan, kami anak buah dari Bapak Juan, ini adalah tagihan pembayaran cicilan hutang ibu bulan ini,” ujar salah seorang dari anak buah Juan yang ia tak tahu namanya itu. Pria tersebut memberikan secarik kertas pada Wulan, yang disambut Wulan dengan senyum pahitnya. Betapa terkejut Wulan melihat nominal di kertas tersebut Rp. 30.000.000. “Baik Pak, nanti saya akan melunasinya,” jawab Wulan singkat kemudian meninggalkan pria tersebut. Sepanjang perjalanan kepala Wulan terasa ingin meledak memikirkan cara bagaimana mendapat uang sebesar itu dalam waktu singkat. Sepanjang jalan Wulan merutuki kebodohannya karena lupa tanggal jatuh tempo pembayaran cicilannya pada Juan.                 Agni yang mengetahui karyawannya satu ini membutuhkan pekerjaan tambahan, menawarkan untuk menggarap projek fashion show terbesar di Jakarta. “Wulan, akhir pekan ini ada acara fashion show, kamu ingin ambil projek ini? Kebetulan saya ada agenda di tanggal tersebut,” tutur Agni pada Wulan yang sedang sibuk menulis laporan mingguan. “Baik Bu, Wulan bisa. Konsepnya seperti apa ya Bu?” tanya Wulan pada Agni, yang langsung disambut dengan setumpuk dokumen berisi konsep untuk acara tersebut.   Malam ini Wulan terpaksa lembur. Ia masih harus mempelajari konsep yang diberikan oleh Agni tadi siang. Walaupun waktunya penyelenggaraannya hanya tersisa beberapa hari lagi, Wulan harus mengambil pekerjaan ini karena harus mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Ia paham bagaimana cara para rentenir menagih hutang, Wulan tidak mau menimbulkan keributan hingga membuat ibunya mengetahui soal pinjamannya ini.   Tak terasa jam dinding sudah menunjukkan pukul 10.00 malam. Satpam kantor yang bersiap untuk mengunci semua pintu kantor terkaget melihat masih ada karyawan yang masih bekerja hingga larut malam begini. “Neng, kenapa belum pulang? Ini sudah jam 10.00 malam loh, tidak baik perempuan pulang terlalu malam,” ujar pak Satpam mengingatkan Wulan. “Ya ampun, Pak. Maaf saya kerja sampai lupa waktu. Baik pak, saya bereskan meja saya dulu kemudian saya langsung pulang. Tunggu sebentar ya, Pak?” balas Wulan pada pak Satpam tersebut, kemudian membereskan semua barang-barangnya lalu bergegas pulang.   Bus transjakarta sudah tidak terlalu padat bahkan cenderung kosong, hanya ada Wulan dan dua orang penumpang lainnya. Tiba-tiba Wulan menyesali keteledorannya sendiri karena lupa waktu, mengingat ibunya pasti sendirian di rumah sakit hingga larut malam begini. Belum lagi Wulan harus mampir ke rumah dulu untuk mengambil baju kerja untuk esok hari.   Waktu menunjukkan pukul 11.50 malam saat Wulan sampai di rumah sakit. Tentu saja ibunya sudah tertidur lelap. Wulan duduk di pinggir tempat tidur ibunya, sesekali mengusap kepala ibunya dengan lembut. Air mata Wulan perlahan menetes di pipinya, membayangkan betapa sakit yang sedang ibunya rasakan hingga terkulai lemas seperti sekarang ini.   “Ibu, Ibu harus kuat ya? Wulan akan melakukan apa pun asal Ibu bisa sembuh, dan menemani Wulan seperti dulu lagi,” ujar Wulan lirih menatap ibunya. Wulan tidak mau membangunkan ibunya yang sedang istirahat, akhirnya beranjak merebahkan diri di sofa yang tidak jauh dari situ.  ‘Ayolah Wulan, kamu tak boleh cengeng. Kamu harus kuat!’ batin Wulan sambil mengusap air mata yang masih tersisa di pipinya.                  Sudah satu jam Wulan masih dalam posisi yang sama, tetapi masih belum bisa terlelap. Kepalanya masih sibuk berpikir ke mana lagi ia harus mencari uang. 30 juta tentu saja bukan jumlah yang sedikit. Terlebih ini adalah hutangnya pada Juan si rentenir sombong itu pasti akan runyam jika ia melakukan kesalahan sedikit pun. “Huh, aku pasti bisa!” ucap Wulan sambil menghela napas panjang.                 Pagi hari sudah tiba. Matahari mulai mengintip dari celah jendela rumah sakit. Wulan mulai mengerjap-ngerjapkan matanya dan bersiap untuk berangkat kerja. Saat Wulan bangun, ternyata ibunya sudah memperhatikan Wulan dari kasur rumah sakit tempatnya terbaring lemah. “Selamat pagi Bu, Ibu butuh apa?” tanya Wulan sembari menghampiri ibunya. “Tidak Nak, Ibu baik-baik saja,” jawab ibunya singkat dan tersenyum pada Wulan, membuat senyum Wulan merekah. Pagi yang indah dimulai dengan melihat senyum ibu membuat Wulan semakin bersemangat untuk memulai hari ini. “Kamu hari ini lembur lagi, Nak?” tanya ibu pada Wulan saat melihat Wulan sedang bersiap menuju kantor. “Wulan belum tahu Bu, karena akhir pekan ini Wulan ada pekerjaan yang harus dipersiapkan. Wulan akan usahakan tidak pulang terlalu malam ya Bu?” jawab Wulan pada ibunya. Padahal, Wulan belum tahu apakah bisa pulang tepat waktu atau tidak. Pasalnya hari ini ia harus mempersiapkan baju-baju hari ini. Belum lagi fitting dengan para model yang pasti akan repot setengah mati. “Ibu tidak apa-apa, Nak. Ibu hanya takut kalau kamu pulang terlalu malam naik kendaraan umum, apalagi kamu sendirian. Hati-hati ya Nak?” ujar Ibu memberi pesan pada Wulan yang kemudian dibalas dengan anggukan oleh Wulan tanda ia mengerti atas apa yang diucapkan ibunya.   Pagi ini Wulan disibukkan dengan pemilihan beberapa baju untuk fashion show nanti dan bertemu dengan model untuk fitting pakaian. Agni memperhatikan Wulan dari jauh hanya menggelengkan kepala kecil, ‘harusnya tidak ku biarkan Wulan menangani project ini sendirian’ batin Agni menyesal. “Lan, apakah kamu butuh bantuan?” Agni menghampiri Wulan yang sedang terlihat sibuk di mejanya. “Oh tidak Bu, saya bisa kok,”  jawab Wulan pada Agni. “Saya tahu kamu sedang mengerjakan pekerjaan lainnya selain keperluan acara fashion show ini. Kalau butuh bantuan, bilang ya Lan. Jangan kamu kerjakan sendirian,” balas Agni pada Wulan. Bosnya ini tahu kalau Wulan sedang mengerjakan beberapa project dalam satu waktu. Beberapa minggu belakangan ini, setiap ditawarkan pekerjaan Wulan tidak pernah menolak. Bahkan setiap harinya ia bekerja tanpa mengenal waktu dan Agni beberapa kali mendapati Wulan terlambat makan siang.                 Tibalah waktu pelaksanaan acara fashion show terbesar di Jakarta tersebut. Wulan harus berangkat subuh karena mempersiapkan semuanya. Saat pukul 05.30 pagi, Wulan sudah berada di kantor dan bersiap mengambil semua baju-baju dan aksesoris untuk hari ini. ‘Baik, semua sudah masuk semua ke dalam koper. Aku bisa berangkat’ batin Wulan saat mempersiapkan baju fashion show hari ini.   Acara berlangsung meriah, Wulan sama sekali tidak sempat duduk dari pagi tadi. Ia terus berlarian ke sana kemari, mengurus ini itu tanpa mengeluh. Ia hanya berharap kerja kerasnya ini membuahkan hasil sehingga ia dapat membayar cicilan tagihan rumah sakit ibunya. Walaupun jika dipikirkan kembali, uang yang dimiliki Wulan belum ada seberapa untuk memenuhi pembayaran tersebut.                 Sesaat setelah ia memikirkan cicilan, ia melihat Agni sedang berjalan mengecek para modelnya. Saat itu juga tanpa pikir panjang ia datang menghampiri Agni untuk meminta pekerjaan lainnya. ‘Ayo Wulan jangan menyerah. Kamu sedang butuh uang lebih, maka kamu harus kerja lebih keras daripada ini!’ batin Wulan seraya menghampiri Agni yang terlihat di ujung ruangan. “Siang, bu Agni,” sapa Wulan pada Agni. Agni menoleh saat mendengar suara yang ia kenali, “Siang Wulan. Ya ampun kamu kelihatan lelah sekali,” jawab Agni yang terkejut melihat penampilan Wulan yang sangat berantakan hari ini. “Kamu yakin tidak ingin dibantu orang lain?” sambung Agni.  “tidak Bu, saya baik-baik saja. Saya datang ingin menanyakan apakah ke depannya ada project yang dapat saya handle lagi Bu?” pertanyaan Wulan sontak membuat Agni terkejut. Agni yakin project ini sudah membuat Wulan kewalahan, tapi ia masih saja meminta pekerjaan lebih. “Wulan, apakah kamu yakin kamu sanggup? Saya sudah lihat kamu beberapa hari terakhir selalu lembur, dan lihat penampilan kamu sekarang! Kamu benar-benar terlihat tidak baik-baik saja. Kamu harus istirahat, Wulan. Saya tidak ingin kamu sakit,” tukas Agni pada Wulan. Perkataannya ada benarnya, Wulan pun menyadari semua perkataan Agni kali ini memang benar.  Tapi bagaimana ia bisa mendapatkan uang lebih saat ini jika ia malah harus istirahat? Saat ini yang ada dalam pikiran Wulan hanyalah kerja, kerja, dan kerja.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD