48. Badmood (2)

1153 Words
Malika secara diam-diam melirik teman sebangkunya yang tak kunjung juga membuka mulut. Di tengah kegiatan menulisnya, Malika tengah memikirkan segala kemungkinan penyebab Sandra marah. Namun tetap saja, ia sama sekali tidak menemukan jawabannya. Mood Sandra benar-benar lebih buruk dari kemarin. “San,” panggil Malika pada akhirnya. Namun jangankan menoleh, Sandra hanya menjawab dengan gumaman pelan yang hampir tidak terdengar. “Kevin hari ini masuk.” Tidak ada jawaban. Hal itu membuat Malika menggembungkan kedua pipinya. Bel istirahat berbunyi beberapa menit kemudian. Malika yang handak mengajak Sandra ke kantin mendadak diam saat rekan sebangkunya itu tampak pergi terlebih dulu keluar dari kelas. “Sandra kenapa sih?” lirihnya dengan bibir mencebik. Dengan cepat ia memasukkan bukunya ke dalam tas dan langsung melesat keluar untuk mengejar Sandra. “Sandra!” panggilnya namun sama sekali tak ada balasan. Sandra seakan menulikan pendengarannya dan tetap melanjutkan langkahnya tanpa ada niat menunggu Malika. Wajahnya tampak masam, tak seperti biasanya. Semula Malika mengira kalau Sandra akan pergi ke kantin, namun ternyata dugaannya salah karena Sandra berbelok menuju koridor lain. Kedua alis Malika bertaut saat menyadari kalau kini ia melewati koridor kelas sebelas IPS. “Ngapain Sandra ke sini?” batin Malika. Tunggu! “Apa jangan-jangan … “ Malika tersenyum tipis. “Gue rasa dia mau ke kelasnya Kevin,” gumamnya. Lalu senyumannya kian lebar saat Sandra benar-benar berbelok ke kelas XI IPS 2, yang merupakan kelas Kevin. Dengan masih mengekori, cewek itu masuk mengikuti Sandra. Kevin dan Adnan yang menyadari kedatangan Sandra pun menoleh. Salah satu sudut bibir Kevin naik dan siap melayangkan kalimat menyebalkan andalannya namun tidak jadi begitu melihat raut wajah tak bersahabat Sandra. “Ada apa Gi-“ Semua orang yang ada di sana sontak menoleh saat Sandra secara tiba-tiba menarik kerah baju Kevin dan menatap cowok itu tajam. Malika dan Adnan membulatkan kedua mata mereka tak percaya, bahkan Malika sampai berteriak pelan melihat apa yang dilakukan oleh Sandra. “Kenapa lo lakuin ini ke gue, Vin?!” bentak Sandra semakin menguatkan cengkeraman tangannya. Kening Kevin mengerut, mencoba mencerna kalimat Sandra. “Maksud lo apa, Gi? Bentar, gue sama sekali gak ngerti.” Ia berusaha melepaskan tangan Sandra namun sulit karena tenaga cewek itu kali ini cukup kuat ditambah lagi Kevin yang belum sepenuhnya pulih. Napas Sandra memburu, perlahan kedua matanya berair. “Kenapa lo gak bilang kalo Daffa kembali?” tanyanya dengan nada bergetar. Salah satu sudut matanya semakin basah, bahkan air matanya tampak luruh. Adnan dan Malika terkejut, mereka tidak menyangka kalau Sandra akan mengetahui hal itu padahal mereka sudah berusaha menyembunyikannya. Kevin menatap kedua mata Sandra dan melihat raut kekecewaan di sana. “Gi, dengerin dulu. Kita bisa bicarain ini baik-baik.” “Kenapa lo gak pernah bilang?! Lo, Adnan, Malika, bahkan Daffa pun gak ada satu pun yang terus terang sama gue!” Kevin memejamkan kedua matanya sesaat begitu cengkeraman di lehernya semakin kuat hingga tubuhnya sedikit bergeser. Adnan yang duduk di sebelah Kevin segera bertindak sebelum Sandra berbuat lebih. Pasalnya Kevin baru masuk lagi dan kini semua orang di kelasnya tengah menatap ke mejanya. “San, kita gak bermaksud bohongin lo. Kita tahu kita salah, tapi kita lakuin ini demi kebaikan-“ “Kebaikan gue, gitu?” potong Sandra cepat hingga Adnan bungkam. Ia tertawa pelan, masih dengan kedua mata yang basah. “Kalian gak mau gue sedih karena lihat Daffa, tapi apa kalian sadar kalo apa yang kalian lakuin itu lebih nyakitin gue?! Gue khawatir sama Daffa apa kalian semua tahu? Apa kalian ngerti? Enggak, ‘kan?!” Sandra melepaskan tangannya kasar dan menatap Kevin. “Gue kecewa sama lo, Vin,” lirihnya. “Gue kecewa sama kalian!” Sandra berbalik dan ia menatap Malika. Ia membuang pandangannya dan menghapus sesuatu yang kembali jatuh dari sudut matanya. “Sori, Mal.” Setelah mengatakan itu, Sandra pergi dari sana. Orang-orang yang semula berkerumun di sekitar pintu langsung menyingkir untuk memberikan Sandra jalan. “Sandra!” Malika segera mengejar Sandra keluar. Kevin menatap kepergian Sandra. Untuk pertama kalinya, Sandra menunjukkan tatapan yang teramat kecewa padanya, benar-benar padanya. *** “Sandra!” Malika menahan tangan Sandra hingga langkah sahabatnya itu terhenti. “Gue minta maaf, San. Kita ngelakuin ini karena gak mau ngelihat lo sedih. Kita khawatir kalo lo belom siap ketemu sama Daffa. Gu-gue takut lo sedih lagi. Please, San,” pinta Malika seraya memegang lengan Sandra. Sandra yang mendengar itu hanya membuang napasnya berat dan mati-matian menahan sesuatu yang hendak keluar lagi dari kedua matanya. “Lo tahu, Mal. Selama ini gue khawatir sama Daffa. Meskipun gue udah gak ada hubungan apa-apa lagi sama dia, tapi seperti yang lo bilang. Kalo dia masih jadi sosok yang cukup berpengaruh di hidup gue. Dan gue-“ Sandra kembali membuang napasnya. “Gue bahkan gak tahu kalo dia kembali. Daffa ternyata selama ini hubungin gue tapi dia selalu sembunyi. Gue gak ngerti apa yang salah. Gue gak tahu dia ngira gue benci sama dia atau apa, yang jelas, sekarang ini gue semakin kecewa sama dia. Sori karena gue ngomong ini, Mal. Tapi gue juga bener-bener kecewa sama lo.” Sandra melepaskan tangan Malika dan pergi dari sana, meninggalkan cewek itu sendirian. Kedua netra Malika menatap tangannya yang baru saja ditepis, lalu menatap punggung Sandra yang kian menjauh. Melihat Sandra yang bahkan tidak membalikkan badannya selama bicara membuat Malika bisa melihat seberapa kecewanya Sandra padanya. “Maafin gue, San," lirihnya dengan pandangan yang kian mengabur karena air mata. *** Selama jam terakhir berlangsung, Malika tidak bisa fokus dengan materi yang tengah dijelaskan di papan tulis. Ia menatap Sandra yang masih belum juga mengajaknya bicara. Sejak istirahat pertama ia selalu ingin berjauhan, bahkan saat makan di kantin pun ia memilih bergabung dengan orang lain, tidak seperti biasanya yang selalu bersama Malika, Kevin, dan Adnan. Bi Sri saja sampai menyadari perubahannya. Wanita beranak satu itu sempat mengira kalau Sandra sedang tidak akur lagi dengan Kevin namun teman-temannya hanya diam menanggapinya. Namun meskipun begitu, Malika masih teramat bersyukur karena Sandra masih mau satu bangku dengannya, tidak seperti orang lain yang memilih bertukar tempat duduk saat ada masalah dengan rekan satu bangku. “Selanjutnya bagian D dan E silakan kalian kerjakan di rumah,” ujar sang guru tidak lama setelah bel berbunyi. Semua murid menjawab serentak dengan lesu. Lesu karena tugas yang diberikan sekaligus ingin cepat-cepat pulang. Setelah memberi salam, semua murid merapikan peralatan tulis mereka dan satu per satu bergegas pulang. Malika kembali melirik Sandra di tengah kegiatannya, ia menunggu ajakan Sandra untuk mengerjakan tugas bersama namun nihil. Cewek itu bahkan selesai terlebih dulu dan langsung keluar kelas. Melihat itu, Malika memasukkan bukunya dengan cepat dan segera menyusul Sandra. Begitu ia sampai di koridor lantai dasar, ia bertemu dengan Adnan. Cowok itu menatap Malika, seakan bertanya pada cewek itu soal Sandra. Dengan lemas, Malika menggelengkan kepala. Ia semakin menunduk. “Mana Kevin?” tanya Malika. “Udah duluan. Gue rasa dia nunggu Sandra di gerbang.” Adnan menatap Sandra yang berjalan jauh di depan sana. —Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD