THOTC - LIMA

802 Words
Dave keluar dari kamar rawat Neo dan langsung dicegat oleh Helena, membuat pria muda itu terlonjak kaget. "Astaga, Elen! Jangan nongol tiba-tiba, dong. Ini, tuh, rumah sakit. 'Kan gue jadi ngira yang lain!" tegurnya gemas dengan nada dihalus-haluskan agar tak menyinggung perasaan Helena. "Ngobrol apa di dalam sama Neo?" tanya gadis itu dengan wajah ingin tahu yang tak disembunyikan. Semua orang tahu bagaimana gadis ini mengejar Neo, dan entah kenapa semua ingin membantu mewujudkannya, padahal kalau dilihat, Neo sendiri tak begitu antusias untuk bersama gadis ini. "'Kan Neo harus di sini, jadi harus kabarin orang tuanya, dong biar nggak khawatir. Bener, nggak? Bisa riweh kan kalo kita digerebek polisi dikira nyulik Neo." Dave mencari alasan yang agak di dramatisir. "'Kan hp Neo basah. Rusak. Tadi dibawa sama ..." Dave meringis. Meskipun cantik dan mengerikan kalau marah, Helena sebenarnya juga agak ... Lemot? Dalam memahami sesuatu. Namun seperti kebanyakan gadis, mereka marah saat dikoreksi dan ngambek saat tidak dikoreksi. Itulah mslanya kenapa Dave hanya berdiri diam sambil meringis saja, menunggu Helena sadar sendiri maksudnya. "Ah! Ke rumah Neo, ya! Gue ikut, ya!" Dave melepaskan diri dari pelukan Helena yang tiba-tiba menjepit lengannya sampai membuatnya tak nyaman. "Eh, ini ...." "Ya?! Ya! Gue ikut, ya, Dave!" Dave memutar otak dengan cepat, mencari alasan agar tak harus membawa gadis ini bersamanya. Neo tak akan suka jika Helena tahu di mana rumahnya. Temannya itu pernah bilang kalau jangan sampai Helena tahu rumahnya. Dia ingin tetap punya tempat bersembunyi setelah Helena selalu menempel padanya di kampus dan di luar kampus. Selain itu, alasan lain adalah karena Neo kadang memang suka secretive dan penyendiri, dia memang tak memberitahu teman-temannya di mana rumahnya. Selama ini dia Tinggal di kos. Dan di sanalah mereka menyambanginya. Dave adalah orang pertama di antara circle mereka yang tahu di mana alamat rumah Neo berada. Baru beberapa saat lalu, sih. Tanpa sadar dia mengelus bagian belakang saku celana jeans pendek yang dikenakannya saat ini, tempat di mana dia menyimpan catatan berisi alamat rumah yang diberikan oleh Neo sebelumnya saat dia di dalam tadi. "Deal, ya, gue ikut. Bentar, gue ambil tas dulu ...." "Eeeh eh ... Len, tunggu bentar hehehe," Dalam hati dia mengutuk Neo karena memberinya tugas penting seperti ini. Namun dia juga mengutuk teman-teman lainnya yang pulang satu per satu setelah mendengar Neo siuman. Lega karena tak terjadi apa pun pada sahabat mereka itu. Dan dia sekarang hanya sendirian di sini. , "Kalo lo ikut, terus di sini Neo sendiri, dong. Nggak ada yang nemenin. Tega, nih?" Dalam hati Dave komat Kamit berdoa agar Helena melepaskannya. Bukan dia tak mau membawa Helena pergi. Siapa sih, yang tidak ingin pergi dengan gadis tercantik di kampus yang kebetulan selalu menempel pada mereka ini. Namun saat ini bukan waktunya. Ada hal mulia dengan misi kemanusiaan yang harus dia emban di sini. Yang pastinya tak akan berjalan mulus kalau Helena ikut. Jaminan. "Iya juga, ya." "Nah, karena kita cuma berdua aja di sini, kita bagi tugas, ya!" Dave kembali bersemangat. "Lo nemenin Neo di sini, gue ke rumah Neo. Gimana?" Helena akhirnya setuju. Dan Dave segera beranjak dari sana untuk ke rumah Neo sebelum Helena berubah pikiran. Dia langsung memacu motor full modifnya ke alamat yang dituliskan Neo di kertas beberapa saat lalu. Tak butuh waktu lama, Dave sampai di depan sebuah rumah sederhana. Ternyata rumah Neo tak jauh dari pantai tempat mereka biasa main. Pantai yang sama di mana Neo sore ini tenggelam. Ternyata rumah Neo tak begitu jauh. Kalau menurut Dave sih, dengan rumah sedekat ini, buat apa dia kos di luar segala. Namun dia di sini bukan untuk menghakimi Neo. Terserah Neo mau bagaimana mengatur hidupnya. Dave mengangkat tangannya untuk memencet tombol bel di samping pintu, kemudian menunggu. Tak berapa lama kemudian pintu terbuka dengan tiba-tiba, "Neo!" Dan seorang wanita matang pertengahan empat puluh tahun terlihat khawatir membuka pintu sambil menyerukan nama Neo. "Oh, bukan, ya. Cari siapa, ya?" "Ah, selamat malam, Tante. Saya Dave, teman Neo." Dave memperkenalkan diri dengan sopan. "Oh ...." Wanita itu mengangguk, lalu mempersilahkan masuk. Wajahnya masih tampak khawatir dan tak penuh tanya. Mungkin merasakan firasat anaknya tak baik-baik saja? Biasanya orang tua kan begitu. "Silakan duduk dulu. Dave mau minum apa?" Dave buru-buru menggeleng. Dia agak kurang nyaman juga karena diperhatikan oleh Mama Neo dari atas ke bawah karena penampilannya dan juga karena beberapa tato di kakinya yang tak tertutup celana pendek yang dipakainya. "Nggak perlu, Tan. Cuma sebentar aja, kok. Gini, Tante ... Jadi ... Saya ke sini untuk ...." Dave menyampaikan apa yang dibilang Neo padanya beberapa saat lalu di rumah sakit untuk disampaikan kepada orang rumah. Wajah wanita yang kemungkinan adalah Mama Neo ini menggelap dan jadi gelisah setelah mendengar apa yang dia sampaikan. "Keadannya gimana sekarang? Di mana dia sekarang? Oh, kamu anter Tante ke sana ya, tolong. Tante siap-siap dulu sebentar." Eh?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD