BAB 3

1322 Words
**** Acting like nothing happen while you are in a huge situation adalah sebuah usaha yang berat karena harus menahan segala emosi yang membara. Entah ini hukum alam atau apa ya aku kurang mengerti juga. Entah kenapa semenjak aku mengetahui rahasia besar suamiku, satu per satu kejanggalan bermunculan dan mungkin itu sudah terjadi selama ini tapi semuanya luput dari mataku. Aku menganggap semua itu hal normal yang biasa terjadi. Namun setelah ini, cara bicara bahkan cara mas Roy mengelus kepalaku juga jadi bahan perhatianku. "Hey, gimana buku kamu yang baru? Udah mulai tulis?" Dia menghampiri aku yang sedang memasak makan malam kami. Satu tangannya dia letakkan di pundakku dan tangan satunya mencomot sepotong sosis yang baru selesai aku goreng. "Belum mulai, baru juga merancang plotnya. Masih survey juga, kira-kira temanya sedang booming di pasaran atau nggak. Kalau nggak, kan sia-sia langsung up sekarang." Aku penulis di berbagai platform dan beberapa ceritaku sudah di cetak. Jadi sebelum aku mengupload cerita baru, aku harus survey platform mana yang cocok untuk ceritaku dan ceritaku booming di platform yang mana. Harus penuh pertimbangan. "Sekarang tema apa yang lagi booming emang?" tanyanya sambil mengunyah. Aku mengendikkan bahu sambil mencebik sedikit bibirku. "I don't know exactly but tema perselingkuhan dan istri tersakiti masih berada di peringkat atas." Dia melepaskan tangannya dari bahuku lalu mencomot satu lagi sosis gorengku lalu menjauh dariku. Kenapa? Apa dia risih dengan topik yang barusan aku bilang? Hahaha, apa dia merasa? "I am curious to know kenapa kalian para wanita is so interesting dengan beberapa cerita yang berbeda dan penulis yang beda juga tapi tema yang sama. Bukankah itu termasuk buang buang waktu? I mean, kalian kan udah tahu ceritanya and most of them should be happy ending with first wife, so kenapa harus di baca beberapa judul?" Aku menoleh ke arahnya dan ternyata dia sedang bersiap duduk di meja makan yang berjarak tiga meter dariku dan sambil mengunyah. "Ho oh, kamu benar. Tapi itu menarik loh. Kami yang membaca ini bisa jadi merasa pemeran di cerita itu atau kadang berubah jadi sutradara yang mengatur atur pemain agar begini begitu. It' s so emosional tapi itu menyenangkan." Aku sebagai penulis sekaligus pembaca memaparkan apa yang aku rasakan saat aku sudah klop dengan satu cerita. Ini tidak bohong, aku sering ikut menangis ketika aku mendalami peran seorang wanita yang di sakiti oleh prianya. Aku juga ikut tertawa ketika dia bisa merasakan kebahagiaan. Aku bahkan menyumpahi si pria di dalam n****+ kalau dia terlalu jahat menjadi seorang suami. "You must try it. Coba deh sesekali baca n****+ atau cerita online. Dan jangan lupa, bacalah juga komentar yang di tinggalkan sesama pembaca, ihhh sedaaap!" ujarku lagi padanya sambil memunggunginya. "No no no, it's not my passion," tolaknya dengan segera dan aku hanya mengendikkan bahu untuk meresponnya. Makan malam ready to eat. Aku menyusunnya di atas meja dengan rapi. Aku menatap makanan itu lalu aku berpikir bahwa ternyata aku hebat. Aku bisa menyajikan makanan yang berbeda-beda setiap harinya karena aku pikir suamiku akan bosan dengan makanan yang itu itu aja. Aku bukan orang yang pandai mengolah bahan bahan di dapur tapi setelah menikah, aku belajar untuk bisa demi bisa menyenangkan anak mertuaku itu. Tapi sepertinya dia tidak mensyukurinya. Aku pikir, menjadi wanita yang bisa melayani suami di berbagai aspek akan sangat baik dan tidak akan di duakan. Namun, apa yang aku pikirkan itu ternyata salah, pandai memasak, pandai mengurus rumah, pandai mengurus diri sendiri dan mengurus suami bukan menjadi jaminan suami tidak mendua. "Hey!" Aku terkejut. "What's wrong?" Aku memijit keningku lalu menggeleng. "Are you oke, Sayang?" "Hmm. Hanya pusing sedikit. Mungkin karena kurang istirahat saja akhir akhir ini," jawabku seraya kretek kretek sleherku. Aku dengar dia berdecak di ikuti dengan suara kursi berderit. "Jangan terlalu di paksakan. Work slowly on your n****+. Aku sudah pernah bilang, jadikan itu sebagai saluran hobi kamu saja. Not a job to earn some money. Ingat, aku masih mampu membiayai hidup kita lebih dari cukup." Dia menuntunku untuk duduk lalu memijit kepalaku dan pundakku sebentar. Enak! Jika aku belum mengetahui perselingkuhannya, sudah pasti aku akan jatuh cinta lagi padanya setelah mendengar ucapannya barusan yang kelewat perhatian walaupun sebenarnya uang yang dia berikan itu lebih kecil dari penghasilanku setiap bulan. Oh wait, benar kah itu? Oh my god. Apa setelah dia ketahuan maka aku sadar akan apa yang aku dapat selama ini darinya? Aku menutup mataku erat. Mencoba menikmati pijatannya di bahuku. "Cukup. I feel better." Aku menegakkan punggungku dan meneguk segelas air dengan cepat. Lalu aku menyendokkan satu centong nasi ke dalam piringnya lalu piringku. "Mari makan!" ucapku setelah kami selesai berdoa. Kami makan dalam hening. Kebiasaan kami yang aku bawa dari rumah orang tuaku. Diam di meja makan untuk menghormati dan mensyukuri makanan yang tersedia. *** Ini bukan kebiasaanku dan aku takut suamiku curiga dengan sikap anehku ini. Sudah dua minggu aku mengabaikannya di malam hari. Aku beralasan ini itu saat dia mulai meraba tubuhku. Takut dia curiga, akhirnya malam ini aku biarkan dia melakukan apa yang dia mau. Aku memaksakan ga!rahku seolah olah aku benar benar terangsang dan sangat menikmati proses penyatuan ini. Aku mendesah tapi rasa yang aku rasakan sangat hambar. Aku bergerak tapi itu bukan dari hatiku. Aku yang selama ini menginginkan permainan berlangsung lama demi kepuasan masing masing kini berharap agar dia segera berada di puncaknya dan selesai. Aku bahkan hendak bertanya 'sudah?' ketika aku mulai bosan tapi urung karena sadar dia akan marah karena seolah olah tidak di hargai dan tidak di inginkan. Dia berusaha sebaik mungkin untuk merangsangku agar aku bisa mengimbangi permainannya tapi hatiku yang sudah tidak tenang ini langsung kepikiran dengan si creamy p***y itu. Dasar perempuan gatal! Saat aku memaki perempuan itu di dalam hatiku, mas Roy sudah masuk ke dalamku dan dia mengeram keenakan. Dia mulai bergerak dan mulai meracau tak karuan seperti biasa. "Uli, you always be the best one sampai kapan pun. Always and always be!" Apa maksudnya? Apa dia sedang membandingkan permainanku dengan si creamy pvssy itu? Laki-laki badjingan! Apa jangan jangan dia sedang membayangkan bermain dengan perempuan itu? Awas saja kalau kau sampai salah sebut nama yah. Akan aku potong juniormu malam ini juga dengan pisau dapurku yang tumpul. Loh, kok yang tumpul? Ya, biar lebih lama putusnya dan sakitnya lebih terasa, Syukur syukur pisaunya karatan biar dia tetanus. Dia mengeram lagi seraya mempercepat ritmenya karena sudah hampir tiba. "I love you Uli, don't you dare to leave me." Aku menangis. Ya, aku benar benar menangis mendengar dia bicara seperti itu. Kekesalanku makin bertambah sekarang. Jika dia sebegitu besar mencintaiku dan menginginkan aku, kenapa dia tega bermain di belakangku? Kenapa dia tega menyakiti hatiku. Bukankah seharusnya dia setia padaku jika dia tidak ingin aku meninggalkannya? Bukankah bukti cinta yang besar itu adalah memuliakan istri dan setia sampai ajal menjemput? Aku memeluknya erat bahkan kukuku sampai menusuk punggungnya yang terbuka. Baiklah, sebelum sesuatu hal yang lebih buruk terjadi, mari kita bermain panas. Aku membuka mulut dan mulai menginvasi mulutnya. Membalas cumbuannya dengan agresif. Mendorongnya dari atas tubuhku lalu aku yang sekarang berada di atasnya. Aku yang ambil kendali. Sama seperti rumah tanggaku. Mulai sekarang aku yang akan mengendalikannya. "I love you too. Love you to the moon and back, Roy David," ucapku penuh perasaan di sela ciuman panas kami. Aku mengatur posisi kami agar lebih pas dan dia sudah terlena di bawahku ketika aku mulai bergerak. Aku menatapnya dengan perasaan benci dan cinta yang menyatu. Dalam hati aku berkata, "Kau tidak akan pernah bisa berada di atasku. Kau selingkuh, maka aku juga bisa. Tunggu sampai aku tahu siapa wanita idamanmu itu, maka pembalasan dariku pun akan dimulai." Gigiku saling menyatu karena amarah apalagi ketika mengingat suara perempuan itu yang memamerkan creamy puvssynya. Roy kurang ajar, apa kau belum puas denganku, bangsaat? Aku juga punya pvssy seperti perempuan itu, dan bisa saja lebih creamy. Kau hanya tidak tahu bersyukur dan menikmati yang ada saja. Baiklah, akan aku tunjukkan seberapa creamynya aku. "Let's fvck in love till the sun rise."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD