Malaikat Putih terus bersandiwara terhadap Malaikat Hitam. Agar Pimpinan dari 7 Malaikat Kematian mempercayai dirinya.
"s**l! kenapa kepalaku menjadi sakit seperti ini? Jika aku mengingat akan hal itu?" ucapnya lirih dibalik topeng tengkorak putihnya, yang sedang tak memakai tudung kepala jubah putihnya.
Padahal Malaikat Putih hanya bersandiwara saja. Dan hal itu dipercayai oleh pimpinan dari 7 Malaikat Kematian. Tanpa mencurigai sama sekali, jika apa yang dilakukan oleh anak buahnya, hanya pura-pura saja.
Melihat akan hal itu, Malaikat Hitam lalu memasukan tangan kirinya. Pada saku jubah hitamnya, yang ada pada bagian depan perutnya.
Dari tangan kirinya, yang kembali keluar dari dalam saku jubahnya. Tampak tangan kirinya telah menggenggam sebuah botol bergambar tengkorak. Yang berisi kapsul berwarna hitam pekat.
Malaikat Hitam lalu mengulurkannya kepada Malaikat Putih. Seperti seorang ayah, yang sedang memberikan permen kepada anaknya.
"Sepertinya, kau memerlukan kapsul ini," katanya, sambil menyerahkan botol itu kepada Malaikat Putih yang segera menerima botol itu dengan tangan kirinya.
"Untuk apa kapsul ini, Pimpinan?" tanyanya, dengan masih memegang botol bergambar tengkorak itu dengan tangan kirinya.
"Telan lah kapsul itu, aku jamin dirimu akan merasa tenang," timpalnya, dengan nada ringan. Lalu menyeringai kecil.
Malaikat Putih lalu membuka tutup botol bergambar tengkorak itu, dengan tangan kanannya. Lalu mengeluarkan sebutir kapsul hitam dari dalam botol itu. Yang ia tadahkan dengan tangan kanannya. Lalu ia pun menarik sebagian topengnya itu dari atas, dengan tangan kirinya. Hingga setinggi caping hidung mancungnya.
Setelah ia melakukan hal itu, ia pun lalu menelan kapsul hitam itu, tanpa memerlukan bantuan air sedikit pun, ke dalam mulutnya. Saat kapsul itu sudah tertelan ke dalam tubuhnya. Malaikat Putih pun tak merasakan apa-apa sama sekali. Karena rasa pening yang ia rasakan, hanyalah palsu belaka.
Sesudah keadaannya menjadi normal kembali. Ia lalu menutup kembali botol bergambar tengkorak itu, dengan penutup yang ada di tangan kanannya, dengan terlebih dahulu menarik topeng tengkorak putihnya ke bawah, hingga ia pun kini mengenakan topengnya kembali.
Malaikat Putih lalu memberikan botol itu kembali kepada pemiliknya, si Malaikat Hitam.
"Kapsul ini sangat luar biasa sekali, Pimpinan ...," ujarnya sambil memberikan botol itu kepada Malaikat Hitam, yang ditolak olehnya.
"Itu untukmu, telan kapsul itu tiap hari. Agar semua masalahmu itu hilang dalam pikiranmu," tutur Malaikat Hitam, dengan suara yang seakan menekan Malaikat Putih.
"Terima kasih Pimpinan, kau sangat memperhatikan keadaanku," Malaikat Putih lalu menaruh botol bergambar tengkorak itu, ke dalam saku jubah putihnya. Tanpa mengetahui, sebenarnya kapsul hitam itu untuk apa. Karena untuk pertama kalinya, dirinya diberi pil hitam oleh Pimpinannya.
"Itu, sudah kewajiban ku, sebagai seorang Pimpinan. Sekarang sebaiknya kau kembali ke pondok. Lanjutkan tugasmu sebagai seorang penyusup di antara mereka," beber Malaikat Hitam. Mengungkapkan jika Malaikat Putih adalah penyusup di antara para pemenang kuis itu.
"Baiklah Pimpinan ...," Malaikat Putih lalu meninggalkan tempat itu. Untuk kembali ke dalam pondok kayu itu. Dan melanjutkan perannya sebagai seorang penyusup di antara para pemenang kuis itu.
Sepeninggalan Malaikat Putih. Malaikat Hitam lalu membalikan tubuhnya, mengarah ke arah Pulau Hitam. Pulau miliknya yang merupakan pusat dari gugusan Pulau Kematian.
"Dasar bodoh! kapsul hitam itu adalah ektra n*****a buatan ku. Setelah kau menelan kapsul hitam itu, maka kau pun akan ketagihan. Dan jika kau tidak menelan kapsul hitam itu. Maka depresi mu akan semakin parah. Mau tak mau, kau itu harus menjadi seorang pembunuh seperti kami ...," ujarnya di dalam hatinya, dengan penuh kebahagiannya.
Setelah itu Malaikat Hitam melangkahkan kakinya meninggalkan puncak Bukit Putih. Dengan langkah yang mantap. Yang seakan sangat menyakini, semua rencananya akan berjalan sesuai dengan lancar tanpa halangan sama sekalu. Yang dianggapnya telah sempurna, dan tanpa celah sedikit pun. Hingga Malaikat Hitam beranggapan jika semua rencanannya tak mungkin gagal.
***
Sementara itu Malaikat Putih terus melangkahkan kakinya, untuk menuju ke pondok tempat ia menyamar sebagai salah satu dari pemenang kuis itu. Tanpa disadari sama sekali oleh para pemenang kuis lainnya.
Di dalam perjalanannya. Ia bertemu dengan ketiga rekannya. Yang tengah membopong, masing-masing para korbannya. Mereka berempat lalu menghentikan langkah kakinya masing-masing. Untuk berbincang satu dengan yang lainnya.
"Junior ..., kau itu kerjaannya. Hanya berkeliaran saja ...," ujar Malaikat Merah dengan sinis nya terhadap Malaikat Putih.
"Itu ..., bukan urusanmu!" timpal Malaikat Putih. Yang kini berani membantah kepada seniornya. Padahal sebelumnya ia hanya diam saja. Walaupun sering dipojokan oleh Malaikat Merah di dalam kelompok mereka, di depan umum.
"Itu menjadi urusanku juga. Karena saat mereka tersadar nanti. Mereka tidak menemukanmu, maka bisa saja. Mereka langsung curiga kepada dirimu. Saat dirimu masih berpakaian seperti ini," ujar Malaikat Merah kembali, sambil menatap tajam ke arah Malaikat Putih di hadapannya itu. Seakan dirinya ingin mendikte Malaikat Putih, melalui ucapan dan tatapan matanya itu.
"Semua hal itu sudah aku perhitungkan," timpal Malaikat Putih, dengan datarnya.
Melihat perseteruan itu. Akhirnya Malaikat Kuning pun angkat bicara, untuk melerai perseteruan di antara mereke berdua.
"Sudahlah, kalian jangan hanya bertengkar saja. Putih lebih baik kau kembali ke pondok dan lanjutkan penyamaran mu itu," kata Malaikat Kuning.
Mendengar ucapan itu. Malaikat Putih lalu meninggalkan mereka bertiga untuk menuju ke arah pondok itu. Tanpa berbicara sedikit pun kepada ketiga rekannya lagi sama sekali.
"Merah, sebaiknya kita lanjutkan perjalanan kita," kata Malaikat Kuning, lalu melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu. Yang diikuti oleh 2 rekannya. Dengan masih membawa tubuh para korbannya.
Terlihat di keremangan malam. Malaikat Putih terus berjalan, hingga ia pun tiba di pondok kayu, yang masih terbuka lebar pintunya. Ia lalu masuk begitu saja, tanpa menutup pintu pondok kayu itu. Agar tak ada yang berubah, dengan apa yang sudah dilakukan oleh ketiga rekannya.
Setelah itu ia pun mengambil kunci gudang, yang ia taruh di bawah karpet di depan pintu gudang itu, tanpa diketahui oleh siapapun. Ia gunakan kunci itu, untuk membuka pintu gudang itu. Selanjut ia lalu masuk ke dalam gudang itu. Ia lalu membuka jubah, sepatu dan topengnya itu dengan tangan kirinya. Lantas menaruhnya ke dalam sebuah lemari yang terbuat dari kayu, lalu menguncinya kembali.
"Penyusupan dimulai kembali ...," ucapnya lirih berkata sendiri.
Tampak ia pun lalu mengenakan pakaian biasanya. Dan mengambil kaos yang sudah terpakai. Untuk menghapus jejak langkahnya itu. Hingga tak ada jejak sepatu lagi yang menuju ke arah gudang itu, yang segera ia kunci kembali dan menaruh kuncinya di bawah karpet seperti semula. Setelah itu, ia lalu masuk ke dalam salah satu kamar yang ada di pondok kayu itu. Dan menaruh kaos yang ia pakai sebagai lap tadi, di tumpukan baju kotor miliknya, yang ada di dalam kamar mandi.
Sepertinya ia begitu rapih di dalam penyusupan nya itu. Hingga tak ada yang mengetahui jati dirinya itu, jika dirinya adalah Malaikat Putih. Hingga mungkin suatu saat nanti, akan terungkap oleh waktu. Atau dirinya sendiri, yang akan mengungkap jati dirinya kepada para pemenang kuis yang masih tersisa. Entah untuk dan dengan alasan apa?.