Bab 58. (Berduel Lah Di Alam Kematian)

1168 Words
Mereka berenam terus melangkahkan kakinya secara beriringan. Hingga mereka tiba di belakang pondok kayu itu. Tanpa mencurigai apa pun sama sekali. Jika mereka sudah ditunggu oleh Malaikat Biru untuk masuk ke dalam jebakannya. Hanya ada lelah yang ada di dalam pikiran mereka. Tak ada yang lainnya. Hingga mereka berenam pun tak ingin memikirkan hal apa pun sama sekali. Mereka berenam langsung saja masuk ke dalam pondok kayu itu. Dan duduk di sofa yang ada di dalam ruang tamu itu. Tanpa menyadari sama sekali, jika bahaya tengah mengintai mereka. Yang akan dilakukan oleh Malaikat Biru. Tampak Tomy lalu berinisiatif untuk menyeduh mi dalam cup. Ia ambil 6 mi dalam cup dari kardusnya. Lalu menyeduhnya dengan air panas yang ada di dalam dispenser. Lalu memberikannya satu persatu kepada teman-temannya. Beserta bumbu dan garpu plastik yang ada di dalam wadah mi itu. "Secepat mungkin, kita harus bisa keluar dari gugusan Pulau Kematian ini, kalau tidak. Cepat atau lambat kita pasti akan mati di sini," ucap Tomy, sambil menuangkan bumbu mi itu. Dan mengaduknya dengan garpu plastik. Lalu memakan mi dalam cup itu secara cepat, seakan dirinya itu sedang diburu oleh waktu. "Ya, itu kalau kita menemukan kapal laut itu," sambung Andro, dengan nada datar. Seolah sudah kehilangan harapan saja. "Masalahnya, kita belum menemukan kapal laut itu. Lalu bagaimana kita bisa keluar dari pulau ini?" sambung Tino, sambil memakan mi dalam cup itu. "Kita bisa membuat rakit, untuk ke luar dari gugusan Pulau Kematian ini," ujar Tomy, lalu menyelesaikan makannya. Dan membuang wadah mi itu di lantai, secara sembarangan. Seakan dirinya benar-benar sedang malas untuk makan. "Mungkin benar di gugusan Pulau Kematian ini banyak tumbuh pohon besar. Tapi kita harus memotong pohon-pohon besar itu dengan apa?" tutur Aryo, berusaha berpikir realitas. Saat mereka tengah asyik berbincang-bincang. Tiba-tiba saja ponsel mereka pun berdering, kecuali ponsel milik Noval. Karena Noval bukan pemenang asli kuis itu. Mereka pun lalu membaca SMS yang masuk itu. Dengan wajah yang langsung berubah tegang. "Kami beritahu, jika di antara kalian ada penyusup dari 7 Malaikat Kematian ...!" isi dari SMS itu. Yang merupakan SMS dari Malaikat Hitam. Mereka berenam pun lalu saling pandang satu dengan yang lainnya. Seakan mereka saling mencurigai satu dengan yang lainnya. Untuk mencari siapa penyusup di antara mereka. "Penyusup? Kira-kira siapa penyusup itu?" tanya Noval di dalam hatinya, dengan penuh penasarannya. "Aryo! kaulah penyusup itu!?" tunjuk Tino ke arah Aryo, dengan jari telunjuk kanannya. Langsung main tuduh saja. "Atas dasar apa, kau menuduhku sebagai penyusup itu?" timpal Aryo datar, tanpa emosi sedikit pun yang terlihat di wajahnya. "Karena dalam berbagai hal dalam masalah ini, kau itu terlihat sangat profesional sekali," ungkap Tino, semakin menyudutkan Aryo. Yang terlihat begitu santai menghadapi tuduhan dari Tino. Karena dirinya tak merasa, apa yang dituduhkan oleh Tino, adalah sebuah kebenaran. "Apakah kau memiliki bukti?" tanya Aryo dengan nada datar kepada Tino. Baru saja Tino ingin merespon perkataan dari Aryo. Tomy pun langsung saja bicara. Untuk melerai mereka. "No, sudah. Kau jangan terpancing oleh SMS itu. Yang ingin memecah belah kita. Benar atau tidak isi SMS itu, kita pun tidak tahu. Dan jika di antara kita ada penyusup, aku rasa ia tidak menjalankan perintah mereka dengan benar. Alias penyusup itu telah membelot kepada mereka," ucap Tomy, dengan panjang lebarnya. Apa yang dikatakan oleh Tomy itu telah membuat Tino tersadar, dari tuduhannya kepada Aryo. Yang tak berdasar sama sekali. "Ya, kau benar. Jika dia tidak membelot, kita semua pasti sudah mati," ucap Tino, lalu berbicara kepada Aryo, dengan nada lembut. "Maafkan aku, Yo," Tino pun lalu memeluk Aryo dengan begitu eratnya. "Iya, tak apa-apa. Ada atau pun tak ada penyusup itu. Lebih baik kita solid untuk menghadapi mereka," tutur Aryo, lalu tersenyum. "Ya, kau benar," Tino lalu melepaskan pelukannya kepada Aryo. Mereka pun lalu saling terdiam satu dengan yang lainnya. Berusaha untuk saling menahan diri dalam hal itu. Agar tidak terjadi keributan di antara mereka, dalam masalah itu. *** Sementara itu Marco yang tertidur saat bermain game di ponsel fiturnya. Tiba-tiba saja terbangun. Dirinya pun merasa heran. Karena dirinya sedang berada di puncak Bukit Biru, tempatnya selama ini tinggal. Bukan di tempat, saat dirinya tertidur tadi. "Ini aneh, kenapa aku berada di sini?" tanya Marco dengan kebingungannya. Sembari menatap ke sekeliling tempat itu. Tiba-tiba saja dirinya melihat sosok yang serupa dengan dirinya. Ya Marco melihat sosok dirinya dengan kostum Malaikat Biru. "Apakah dia Mario?" tanya Marco, dengan penuh selidik kepada sosok Malaikat Biru lainnya. Marco langsung saja menghampiri sosok serupa dirinya. Yang sedang berdiri menghadap ke arah Laguna Kematian, dengan bersedekap disertai oleh keangkuhannya. "Hai, apakah kau Mario?" tanya Marco, saat dirinya berada di samping sosok serupa dengan dirinya. "Ya, aku Mario," jawabnya datar. "Kenapa kau bisa ke sini. Bila Pimpinan tahu, kau pasti akan dibunuhnya," tutur Marco dengan penuh kekhawatirannya terhadap keselamatan sepupunya itu. "Apa ia mampu membunuhku?" ujar Mario dengan nada mengejek. "Bukannya kau paling takut dengan dirinya?" tanya Marco dengan penuh selidik kepada sosok Malaikat Biru lainnya. Sebelum menjawab pertanyaan itu. Sosok Malaikat Biru itu pun menyeringai dengan begitu mengerikannya. "Itu dia, bukan aku ...," sahutnya. "Maksudmu bagaimana?" tanya Marco dengan penuh kebingungannya. Atas jawabannya. "Karena aku adalah Putih ...," mendadak saja sosok Malaikat Biru pun berubah menjadi sosok Malaikat Putih. Marco begitu saja terkejut, dengan apa yang ia lihatnya. Hingga tanpa sadar, tinju tangan kiri Malaikat Putih pun bersarang di perutnya. Yang membuat dirinya terhuyung sejauh 10 langkah. "Kau, kenapa bisa seenak hatimu, datang ke mimpiku!"" tanya Marco dengan suara keras, sambil memegang perutnya yang teramat sakit. "Bukannya kau yang ingin aku datang kembali. Untuk melanjutkan duel kita. Dan kau ingin memastikan jika kau adalah pemenangnya?" tutur Malaikat Putih sambil melangkahkan kakinya ke arah Malaikat Biru yang sudah berdiri tegak. "Kau benar juga!" tetiba saja, Marco langsung saja menyerang ke arah Malaikat Putih dengan penuh nafsunya. Akan tetapi saat ingin menghajar Malaikat Putih. Tubuhnya pun tembus. Hingga Marco pun terus meluncur ke arah bibir Bukit Biru yang menghadap ke arah Laguna Kematian. Tanpa dirinya dapat mengendalikan tubuhnya sama sekali. "Kenapa diriku tak, bisa mengendalikan tubuhku sendiri. Ini benar-benar mimpi yang menyebalkan sama sekali!" teriak Marco di dalam hatinya. Marco terus meluncur ke arah bibir jurang yang menghadap ke arah Laguna Kematian. Hingga tiba-tiba saja, tubuhnya pun berhenti sendiri. Satu langkah di ruang bebas, di mana di bawahnya adalah Laguna Kematian. Baru saja ingin berkata-kata. Malaikat Putih telah ada di belakangnya, dan langsung saja berkata-kata. "Jika kau ingin berduel dengan diriku. Berduel lah di alam kematian," ucap Malaikat Putih dengan nada s***s terhadap Marco. Malaikat Putih pun, lalu mendorong Malaikat Biru hingga benar-benar terjatuh ke dalam Laguna Kematian, tanpa ampun. Blur! Malaikat Biru pun membuka sepasang matanya. Penglihatannya lalu melihat suasana di sekitarnya. di mana dirinya masih berbaring di antara ilalang raksasa di sekelilingnya. "Baiklah, Putih. Kita akan duel di alam kematian nanti ...," kata Malaikat Biru di dalam hatinya. "Lebih baik aku bermain game lagi," Marco pun lalu melanjutkan bermain game sederhananya kembali di ponsel pintarnya, yang tergeletak di dadanya. Tanpa mengetahui jika para pemenang kuis yang sedang ia tunggu. Sudah masuk ke dalam pondok kayu itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD