5. Menjemput Sandera

905 Words
Adrian dengan susah payah menyiapkan tujuh juta dolar yang diminta oleh komplotan penculik. Dia meminjam uang cash kepada beberapa koleganya karena uang cashnya sendiri tak akan cukup. Untunglah, uang sebanyak itu bisa terkumpul dalam waktu yang relatif cepat. Adrian masih bersyukur walaupun dia harus mempermalukan diri dengan meminjam uang dalam jumlah besar ke sana kemari. Sore hari, dia membawa sendiri uangnya ke lokasi yang dimaksud para penculik di Newfield. Bisa saja dia menunggu besok, akan tetapi pria itu takut akan kenyamanan anak-anak dan Susan. Lebih cepat, lebih baik. Dia tak akan mengorbankan kenyamanan Susan dan anak-anak. Lagi pula, siapa yang tahu bila para penculik berubah pikiran. Lebih baik berjaga-jaga daripada menyesal kemudian. Sampai di sebuah bangunan yang tak terlalu tua dengan cat berwarna abu-abu dan coklat tua, Adrian menghentikan mobilnya. Dia turun membawa dua tas besar yang penuh dengan uang ransom. Matanya meneliti sekitar untuk meyakinkan bahwa dia berada di tempat yang benar, mencocokkan ciri-ciri rumah yang dia datangi dengan foto yang dikirim oleh komplotan penculik, selain memastikan posisi lokasi dengan peta elektronik tentunya. Setelah merasa percaya diri bahwa tempat yang dia datangi adalah alamat yang dimaksud, Adrian pun masuk ke halaman rumah tersebut dengan langkah hati-hati. Sudah lama dia tidak bersentuhan dengan hal semacam ini hingga harus membuatnya merasa kaku dan ragu. Apakah langkahnya untuk tidak menghubungi polisi adalah benar? Apakah mereka akan menepati janji? Apakah mereka akan menuntut lebih dari yang mereka minta? Sampai di depan pintu, Adrian memencet bel. Tak perlu menunggu lama, pintu kemudian dibukakan oleh seseorang berbadan besar yang memakai tutup wajah berwarna hitam. Hanya menampakkan bagian mata dan mulut saja yang sedikit terlihat bagian kulit yang berwarna sangat kontras dengan kain penutup. Di dalam, Adrian mendapati beberapa sosok lain dengan kostum serupa. Identitas ternyata benar-benar dirahasiakan. Tak ingin mereka terjebak dan menyenggol risiko yang lebih tinggi dengan menampakkan wajah. Memang, saat melakukan kejahatan, para penjahat tentu akan lebih memilih untuk melakukan pengamanan berlapis yang memperkecil risiko mereka tertangkap. Apalagi di zaman sekarang, kamera tersembunyi dalam berbagai bentuk sangat mudah dimiliki. Tentu mereka tak ingin tiba-tiba menjadi bintang tamu di sebuah tayangan YouTube yang dibawakan oleh seorang influencer terkenal. Rasa ingin tahu masyarakat zaman sekarang yang begitu tinggi, tentu akan membuat orang-orang tersebut berani melakukan hal apa pun walaupun itu berisiko membahayakan nyawa mereka. "Serahkan tasnya! Kami harus memeriksanya lebih dulu." Dua orang yang membawa Adrian masuk ke sebuah ruangan tertutup mengulurkan tangan untuk meminta tas berisi uang yang dibawa Adrian. "Tidak. Aku harus melihat mereka dulu." Adrian berkeras, tak mau dibohongi. Dia khawatir mereka akan membawa uangnya lebih dulu tanpa menyerahkan sandera. Siapa yang tahu kalau mereka berbohong? Lagi pula, belum tentu Susan dan anak-anak ada di sini. Adrian memang harus meyakinkan dulu bahwa dia tidak sedang ditipu dan dipermainkan oleh komplotan yang mengaku sebagai penculik. Salah seorang dari mereka pun menelepon temannya dan memerintahkan untuk membawa Susan ke ruangan yang kini ditempati Adrian. Kemudian, dia menghubungi rekan yang lain lagi untuk membawa anak kembar Adrian untuk dibawa ke ruang yang dimaksud. 'Ternyata, mereka berdua berada di ruangan yang berbeda,' gumam Adrian dalam hati. Mengapa ruangan mereka dibedakan? Apakah mereka melakukan hal yang buruk kepada Susan? Walaupun cemas, Adrian berusaha untuk tetap tenang. Lagi pula, sebentar lagi dia akan melihat Susan dan anak-anak. Hal ini membuat Adrian merasa sedikit lega. Dia akan memastikan hal-hal yang dia khawatirkan nanti setelah mereka semua berkumpul kembali. Pintu ruangan pun terbuka. Menampakkan dua anak kecil dan seorang penjaga yang juga menutup wajahnya. Disusul dengan Susan yang dikawal dalam keadaan tangan terikat. "Ayah!" seru si kembar nyaris bersamaan. Mereka tampak sangat senang bahwa Adrian datang menyelamatkan mereka berdua seperti seorang superhero di dalam cerita fiksi. "Alan! Liana! Kalian baik-baik saja bukan?" Si kembar mengangguk bersemangat sebagai jawaban atas pertanyaan ayah mereka. Mereka pun tampak senang melihat ibunya yang walaupun pucat, tetapi terlihat baik-baik saja. "Ibu? Ibu baik-baik juga, 'kan? Kami berdua khawatir akan keadaan Ibu." Alan mewakili Liana menanyakan kondisi sang ibu. Air mata haru Susan meleleh sebagai respons alami. Hatinya merasa jauh lebih senang dari yang bisa dia tampakkan. Ingin rasanya dia memeluk si kembar saat ini juga. Namun, tentunya dia tak bisa karena tangannya terikat kuat. Bila memberontak, bisa dipastikan akan terluka. "Sekarang, serahkan tasnya!" seru salah seorang yang sepertinya adalah pemimpin komplotan penculik tersebut. Adrian kemudian melempar tasnya ke lantai hingga mengeluarkan bunyi gedebuk yang cukup keras. Kedua tas tersebut kemudian segera diambil langsung oleh dua orang anak buah penjahat yang memerintahkan Adrian untuk menyerahkan uang ransom. Mereka agak bertanya-tanya, ternyata tasnya cukup berat. Mereka bisa membayangkan bahwa Adrian adalah pria yang cukup terlatih karena membawa tas uang tersebut seperti bukan apa-apa dalam waktu yang cukup lama. "Lepaskan anak-anak dan istriku! Aku sudah menyerahkan uangnya bukan? Kalian juga sudah melihat bahwa isinya bukan tipuan!" seru Adrian merasa dicurangi. Karena dia tak mendapat respons yang baik, Adrian menyerukan hal yang sama untuk kedua kali. Hal ini membuat para pelaku merasa risih dan meminta Adrian untuk diam. "Tak bisakah kau menunggu? Kami sedang menghitung uangnya!" Setelah bundel terakhir dipindahkan ke dalam tas ransel mereka sendiri, salah seorang dari penghitung uang memberi kode kepada pimpinan. Kode yang tak dimengerti oleh Adrian tentu. Namun, dia tahu bahwa itu menunjukkan bahwa jumlah hitungannya benar. Sesuai dengan permintaan mereka. Namun, hal yang selanjutnya mereka lakukan sungguh mengejutkan. Seseorang dari mereka memukul tengkuk Adrian dengan sangat keras hingga ayah malang itu tak sadarkan diri. Hal terakhir yang Adrian dengar hanyalah jeritan Susan dan anak-anak. Dia benar-benar ditipu mentah-mentah!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD