*Peringatan. 18+*
- berikut mengandung konten dewasa, seperti perkelahian, kata-kata kasar, s*x, alkohol dan sebagainya. Pembaca diharap bijak-
-------------
"Berani-beraninya Kau membuatku mencarimu kesemua tempat! Berani-beraninya Kau membuatku mencemaskanmu!"
Oliver memperkuat cengkramannya, kini Baekie benar-benar tercekik. Perlahan Baekie mengulurkan tangannya lalu menyentuh wajah Oliver.
"Tenanglah... Tenanglah Oliver..." Oliver terpana. Suara Baekie melemahkan syaraf-syarafnya. Oliver melepaskan cengkramannya lalu terduduk lemah.
"Apa yang sudah kau lakukan padaku? Apa yang sudah kau lakukan padaku, Hantu b******k!" Oliver mengobrak-abrik rangkaian bunga Anyelir di depannya. Wajahnya memerah, dengan kesal dia menyembunyikan wajah dikedua lutut. Oliver sedikit terisak.
Baekie mendekat lalu memeluk Oliver lembut. "Tenanglah..." Baekie mengelus punggung Oliver. Seketika perasaan Oliver terasa damai. Dia membiarkan dirinya melebur ke dalam pelukan Baekie. Pertahanannya runtuh. Dia menangis tersedu. Baekie membiarkan Oliver menumpahkan segalanya. Dia hanya memeluk Oliver erat hingga laki-laki itu berhenti menangis.
"A-Aku kedinginan..." Erang Oliver, setelah hampir setengah jam menangis dalam pelukan Baekie. Dengan lembut Baekie membawa Oliver ke tempat tidur lalu berdiri di depannya.
Baekie melepaskan piama luarnya. Menyisakan gaun putih tipis di dalamnya. Gaun yang selalu dia kenakan saat tidur. Oliver menatap Baekie tanpa berkedip. Saat Baekie hendak membuka gaunnya, Tiba-tiba Oliver menggenggam tangan Baekie. Oliver menggeleng, perlahan dia menarik Baekie ke tempat tidur, Memeluk Baekie, membenamkan dirinya ke d**a Baekie yang hangat.
"Aku hanya ingin tidur. Jangan lakukan itu lagi. Jangan berada di tempat yang tak bisa kulihat."
Oliver tertidur. Baekie memejamkan mata sambil mengelus kepala Oliver. Nafas hangat laki-laki itu menembus kulitnya. Menghangatkan hatinya. Baekie mengeratkan pelukannya.
"Tidurlah... Aku di sini. Aku akan menjagamu." Gumam Baekie setengah berbisik.
***
"Good Morning Madam Magie." Edward membungkuk bak bangsawan ketika melihat Nyonya Magie. Tak seperti Edward dengan senyum sumringahnya, Nyonya Magie memasang wajah kesal. Dia tidak menyukai Edward, sama sekali tidak suka. Menurutnya, Edward seperti benalu, dan membawa pengaruh buruk untuk Oliver.
"Mau apa Kau pagi-pagi begini?" Nyonya Magie menatap Edward tajam.
"Menemui Oliver, tentu saja. Oliver dimana? di kamarnya. Ah apa sedang sarapan?"
Edward melewati Nyonya Magie lalu memeriksa ruang makan.
"Anak itu! benar-benar tak tau sopan santun!" Nyonya Magie dengan geram mengikuti Edward.
"Oliver! Aku tahu kau sedang sarapan, boleh Aku ikut? ah, Aku lapar sekali."
Edward langsung duduk sebelum dipersilakan. Segera dia memenuhi mulutnya dengan kue, hingga pipinya menggembul, dan tak ada rongga lagi untuk memasukkan sesuatu.
"Bocah sialan! Kau pikir ini rumahmu? dasar tak punya tata krama!" Nyonya Magie mengepalkan tangannya, berang melihat tingkah laku Edward.
"Biarkan dia Bi, ini bukan pertama kalinya dia begini. Dia memang tak punya tata krama." Ucap Oliver cuek.
"Benar Nyonya, Aku juga tidak belajar sopan santun, hehehe." Edward tersenyum dengan mulutnya yang penuh. Nyonya Magie segera memanggil supir, untuk mengantarnya ke salon. Dia tak ingin melihat Edward di rumahnya, itu bisa membuatnya naik darah.
"Halo Joice, sudah lama tak melihatmu."
Edward melambaikan tangannya ke arah Joice.
"Selamat pagi Tuan Edward." Joice tersenyum lembut. Tangannya membawa nampan, berisi makanan lengkap.
"Itu untuk Baekie?"
"Iya Tuan Muda. Aku akan mengantarkannya ke kamar."
Oliver berpikir sejenak, "Taruh di meja. Panggilkan Baekie untuk sarapan di sini."
Joice terdiam, dia menatap Edward, selanjutnya menatap Oliver bergantian.
"Edward sudah pernah melihat Baekie. Tak masalah. Panggilkan saja dia." Ucap Oliver lalu memasukkan sepotong apel ke dalam mulutnya.
"Baik Tuan." Joice berlalu menuju kamar Baekie untuk membawanya sarapan, seperti yang diperintahkan Oliver.
"Siapa Baekie? Aku pernah melihatnya? kapan? dimana?" Edward berpikir keras, tapi Oliver tak mempedulikannya.
Beberapa menit kemudian, Joice datang dengan Baekie di sampingnya. Edward terlihat bersemangat.
"Jadi dia, Nona pelayan yang cantik itu kan?"
Edward tersenyum sumringah. Namun, Oliver menatapnya tajam, Edward tercekat, dia duduk kembali, dan memasukkan makanan ke mulutnya sampai penuh.
"Kau, duduk dan makan." Ucap Oliver ketus tanpa melihat ke arah Baekie.
Joice meletakkan makanan di depan Baekie. Baekie mengambil sendok dan perlahan memasukkan makanan tersebut ke mulutnya. Oliver mengintip Baekie sedikit, lalu melanjutkan kembali makannya.
"Kenapa Kau kemari pagi-pagi begini Edward? pasti ada hal yang tak penting yang ingin Kau sampaikan."
Oliver mengenal Edward dengan baik. Edward takkan pernah ke rumahnya jika tak ada sesuatu yang ingin dia sampaikan. Kebanyakan itu hanya persoalan tak penting. Edward selalu ingin segera menyampaikan apa yang ada di kepalanya. Dia bahkan tak bisa menunggu satu hari. Sudah berkali-kali Oliver menyuruhnya untuk memberitahu lewat telepon saja. Tapi Edward tak pernah mendengarkan.
"Kau diusir Ayahmu lagi? Kau dicampakkan wanita? atau Kau berkelahi dengan salah satu Mafia. Yang mana dari semua itu?"
Edward dengan susah payah menelan makanan di mulutnya. Dia meneguk segelas air lalu mulai bicara setelah mengelap bibirnya.
"Bukan tentang Aku. Ini masalah Nancy."
Oliver terlihat santai, sementara Baekie berhenti ketika hendak menyuap makanan ke mulutnya. Dia memegang sendok agak lama, sebelum akhirnya dia mulai makan lagi.
"Nancy kenapa?"
"Nancy menggangguku setiap hari, menanyakan keberadaanmu."
"Biarkan saja. Dia akan berhenti dengan sendirinya."
"Tapi yang dia bilang itu benar? Kau hampir tidur dengannya?"
Mendengar perkataan Edward, Baekie membatu, Oliver tak terlihat peduli, dia sibuk mengaduk-aduk makanan di piringnya.
"Wah, Kau diam berarti benar. Bagaimana dia, tubuhnya sebagus itu kan? dia hanya memakai bikini di depanku. Enaknya kau bisa melihat tubuh telanjangnya."
Baekie berdiri, membuat Edward terhenti. Oliver juga menghentikan makannya lalu menatap Baekie.
"Aku akan ke kamar." Ucap Baekie pelan, dia menggeser kursi kemudian beranjak.
"Tapi Kau belum menghabiskan makananmu." Oliver melempar sendoknya ke meja, menatap Baekie sambil bersandar di kursinya.
"Aku sudah kenyang." Ucap Baekie, dengan segera dia meninggalkan ruang makan tersebut.
"Waw... Apa yang kulihat barusan? Oliver, apa dia cemburu pada Nancy?"
"Diamlah Edward, kau membuatku pusing."
Oliver terlihat kesal, lalu menyuruh Edward untuk segera pulang.
***
Beberapa menit setelah Edward pergi, Oliver segera memasuki kamar Baekie. Baekie yang baru saja berganti pakaian dengan gaun putihnya, sedikit terhenyak.
"Kau mau tidur? merangkai bunga dan tidur sepanjang waktu. Kau tidak bosan?"
Baekie hanya diam. Oliver mendekati Baekie. Perlahan tangannya mengelus pinggang Baekie. Menelusuri sekeliling pinggang ramping itu lalu pindah ke perut Baekie, meraba hingga ke atas, menyentuh p******a Baekie dan berakhir di lehernya.
Oliver mendekatkan tubuhnya membuat Baekie mundur beberapa langkah. Dengan agak kasar Oliver mendorong Baekie ke tempat tidur, menyentuh wajah Baekie dengan jari-jarinya. Baekie terdiam. Tangannya meremas seprei, matanya terfokus ke wajah Oliver. Oliver dapat melihat wajahnya dari pantulan mata Baekie.
"Mengapa kau terlihat marah setiap ada sesuatu yang berhubungan dengan Nancy? Kau benar-benar cemburu?"
Oliver menatap Baekie lekat, merasakan harum tubuh Baekie dan nafas hangat Baekie. Baekie tak bisa bergerak karena Oliver menindihnya. Tapi kali ini Baekie tak ketakutan. Bagaimanapun Oliver adalah laki-laki yang dicintainya, separah apapun perlakuan Oliver, entah mengapa Baekie hanya menerima saja.
"Jangan diam Baekie, kau tahu aku bukan orang yang sabar."
"Iya, Aku cemburu." Jawaban Baekie membuat Oliver terdiam. Perlahan Oliver menyentuh bibir Cherry Blossom Baekie.
"Kenapa cemburu? kau tak berhak cemburu."
"Karena Aku Mencintaimu! Aku tak kan cemburu jika Aku tak mencintaimu." Baekie sekali lagi membuat Oliver terpana. Oliver melumat bibir Baekie, awalnya kasar tapi semakin lama ciuman Oliver semakin lembut, setelah beberapa saat, perlahan Oliver melepaskan ciumannya.
"Aku akan berlaku baik hari ini." Ucap Oliver sembari mengecup leher Baekie.
Oliver kembali melumat bibir Baekie. Kali ini sangat lembut, laksana angin musim semi yang menyentuh kulit. Baekie menutup matanya merasakan kehangatan yg mengalir di urat nadinya. Lidah Oliver menjelajahi setiap bagian bibirnya. Perlahan Baekie mulai membalas Ciuman Oliver. Oliver terkesiap tak menyangka akan sensasi nikmatnya ciuman balasan dari Baekie. Mereka saling memasukkan lidah, menjilat bibir satu sama lain. Oliver terhanyut dalam sensasi itu. Diotaknya terbersit betapa selama ini dia tak pernah menyadari perasaannya. Betapa selama ini dia memperlakukan Baekie dengan kejam padahal hatinya menginginkan Baekie bahkan mencintai Baekie.
"Ahh..." Baekie mendesah saat lidah Oliver menjilati dadanya, dengan lembut mengisap nipplenya. Kaki Baekie menegang. Seluruh bagian tubuh Baekie kini menginginkan Oliver. Gairah mengalir dari kecupan Oliver kebagian bawah perutnya. Dengan pelan Oliver menuruni d**a Baekie, menjilati dan menciumi perut Baekie hingga ke pangkal paha.
"Oliver, ah..." Baekie merasakan sensasi luar biasa ketika Oliver menjilati area sensitifnya. Baekie meremas rambut Oliver. Menggigit bibirnya, menahan kenikmatan yg memabukkan itu.Cukup lama Oliver bermain di bawah sana. Baekie menunjukkan pergerakan tak sabar. Dirinya ingin segera dimasuki. Akhirnya Oliver membalik tubuh Baekie. mengangkat paha Baekie dan memasukkan dirinya dari belakang. Baekie dipompa dalam posisi duduk. Oliver memeluk Baekie dan meremas d**a Baekie dengan lembut.
"Ahh... Baekie... apa ini enak?"
Baekie mengangguk, memiringkan kepalanya, lalu Oliver menciumi lehernya sambil masih terus memompa.
"Ahhh....." Baekie mendesah, Oliver semakin cepat, hingga Baekie hampir kehabisan nafas menahan gerakan Oliver.
"Baekie... panggil namaku."
"O-Oliver, ahh... ahh..."
Baekie menggelengkan kepalanya, bahkan membalas menggoyangkan bagian bawahnya, agar Oliver bisa masuk lebih dalam.
"Ahhh... Ahhh... Oliver, Aku sudah tak tahan..."
"Sudah mau keluar? tunggu sebentar." Oliver merubah posisinya, kini Baekie berada dibawahnya. Dengan cepat Oliver membuka kaki Baekie dan memasukkan dirinya lebih dalam.
"Ahh... Baekie... tatap aku." Baekie yg tak biasa saling bertatapan memalingkan kepalanya. Namun Oliver menahan kepala Baekie agar menatapnya. Gairah Oliver semakin bergejolak. Oliver memompa lebih cepat.
"Baekie... lebih cepat lagi?" Baekie mengangguk sambil menatap Oliver. Kaki Baekie menegang, tangannya mengepal.
"Oliver... Ahh...eummm..."
"Begitu Baekie.. panggil namaku."
Baekie menggeliat, tangannya mencengkram pundak Oliver, Oliver makin menggila, gerakannya semakin cepat.
"Sedikit lagi sayang..." Oliver menciumi leher Baekie.
"Aaa!!!" Baekie mengerang Hebat.
Keduanya melemah, Oliver rubuh lalu memeluk Baekie.
"Baekie... Aku mencintaimu, aku benar-benar mencintaimu."
Oliver bernafas terengah-engah di atas Baekie, Baekie perlahan menangis, lalu memeluk Oliver erat.
Oliver bangkit dan menatap Wajah Baekie, perlahan Oliver mengusap wajah dan bibir Baekie.
"Dengarkan Aku, jangan pernah pergi lagi. Jika kau melakukan itu, Aku akan membunuhmu."
Entah bagian mana yang romantis dari kata membunuh, tapi itu membuat Baekie tersenyum. Perlahan Oliver mengusap air mata Baekie. Kini Baekie seutuhnya milik Oliver.,l Baekie telah menyerahkan segalanya termasuk dirinya, dan Oliver adalah pemiliknya.
TBC