Bab 1
Langkahku membawa Vina-perempuan yang telah resmi menjadi istriku hari ini, seperti membuat Rani-Istriku tidak menyukai kehadirannya. Wajah yang semula berseri penuh kehangatan, tetiba berubah menjadi wajah yang tak bersahabat saat aku datang dan memberi tahu padanya, kalau aku telah menikahinya.
"Ran, Vina perempuan yang baik. Aku mencintai dia. Lebih baik aku menikahinya daripada harus berzinah bukan?" lirihku membuka suara. Sedang Rani masih terdiam. Bahkan dia seakan membuang muka tak ingin menatap kami.
Kali ini, ucapanku berhasil menarik perhatiannya. Terbukti saat Rani Kembali memalingkan wajah menatap ke arah kami. Sedangkan Vina masih terdiam.
"Kamu bilang, Vina perempuan yang baik? Kalau dia perempuan baik, tidak mungkin mau menyakiti hati perempuan lain dengan mau menikah denganmu, Mas!"
"Seharusnya, kamu itu minta izin sama aku kalau mau menikah dengan karyawanmu ini!" tunjuk Rani. "Bukan tiba-tiba membawanya datang ke rumah ini dan berkata kalau kalian telah resmi menikah! Aku juga punya hak untuk menolak pernikahan kalian!"
"Dan kamu, Vina! Bukankah kamu tahu kalau bosmu itu sudah memiliki seorang istri?" tanyanya pada Vina. Vina melirik ke arahku. Aku sendiri tak mengerti kenapa bisa mencintai Vina. Bahkan aku yang sangat ber-ambisi. Apa karena sikap perhatiannya yang membuat aku jatuh cinta? Yang pasti ada keinginan dalam diri ini untuk memiliki Vina seutuhnya.
"Kamu jangan salahkan, Vina! Ini memang kemauanku. Beberapa kali Vina menolak, tapi aku terus meyakinkan," jawabku.
"Yang aku butuhkan, jawaban dari mulut Vina! Bukan dari mulutmu, Mas Anton!"
"Cinta! Cinta yang membuat kami menikah! Tak peduli sekalipun Mas Anton telah menikah. Aku rela menjadi istri kedua!" ucap Vina seraya menggenggam erat tanganku. Rani hanya terdiam. Wajahnya menunjukkan keangkuhan, seakan menyepelekan jawaban Vina.
"Jika kamu pun bertanya padaku, maka aku akan menjawab hal yang sama dengan, Vina!" imbuhku.
"Ternyata candamu ingin menikah lagi setelah sukses, bukan hanya sebuah candaan, Mas! Itu memang sudah menjadi niat dalam dirimu! Aku menyesalkan telah mendoakanmu menjadi sukses!" ucapnya seraya bangkit dari duduknya dan bergegas menuju ke arah kamar. Aku hanya memandang setiap langkah kakinya.
Bruk!
Terdengar suara pintu dibanting sangat kencang.
"Mas, kalau nanti toko kita sukses, apa yang kamu inginkan?" Aku teringat pertanyaan Rani saat pertama membuka toko bahan bangunan.
"Aku mau menikah lagi!" jawabku saat itu. Namun, aku hanya bercanda dan berniat ingin menggodanya.
"Awas saja kalau berani! Pokoknya aku balas!" Apakah mungkin dia akan membalasku? Tapi dia itu perempuan, mana mungkin akan membalasku menikah lagi? Tidak ada dalam sejarah, istri memiliki dua suami.
"Mas Anton! Kamu kenapa melamun? Ayok kita istirahat ke kamar. Dimana kamar kita?" tanya Vina.
"Kamu mau di kamar mana? Atas bawah atau?"
"Kamar yang bersebelahan dengan kamar, kamu dan Rani!" Belum sempat aku melanjutkan ucapanku, Vina telah memotongnya.
"Kamar lain saja," ujarku. Tidak mungkin juga menempati kamar yang bersebelahan dengan Rani, bukankah akan menambah sakit hati Rani nantinya?
Percuma aku menjelaskan pada Vina, karena dia terus bersikeras dengan kemauannya. Akhirnya, kami pun menempati kamar yang bersebelahan dengan Rani
***
"Pagi hari setelah kami bangun, tidak ada makanan apapun di meja makan. Biasanya Rani sudah menyiapkan sarapan.
"Ran! Rani!" panggilku.
"Apa si, Mas? teriak-teriak!" sahutnya sambil mengucek mata. Ternyata dia baru bangun. Pantas saja tidak ada sarapan.
"Kamu baru bangun?" tanyaku sedikit kesal.
"Iya! Emang kenapa?" Mataku membulat tak percaya.
"Harusnya kamu bikin sarapan!" Aku sedikit emosi karena mendengar jawabannya seperti itu.
"Kamu 'kan sudah punya istri baru. Jadi, keperluan kamu, biar istri barumu yang urus. Aku juga ingin kembali pada kesibukan lama."
"Maksudnya?" tanyaku penasaran.
"Ya aku mau kerja lah. Ngapain juga aku di rumah, suntuk! Suruh nemenin istri baru kamu dan melayaninya? Maaf deh, Mas. Kamu ngimpi!" jawabnya.
"Aku tidak mengijinkan kamu bekerja, Rani! Kamu dan Vina di rumah saja! Biar aku yang memberi kalian uang. Biarlah, bekerja menjadi tanggung jawabku!"
"Oh uang dari kamu itu wajib! Toko itu kan milik aku dan kamu! Mulai saat ini, aku ikut ambil alih! Aku mau kita bagi hasil setiap bulan dari penjualan itu! Satu lagi, keuntungan bagi hasil kita, itu di luar jatahku!" tegasnya seraya kembali bergegas ke kamar.
"Mas! Kok begitu? Istri pertama kamu rakus banget sih!" protes Vina.
"Nggak bisa gitu, Mas. Kamu harus dapat bagian paling besar. Biar saja aku yang membantu kamu mengatur keuangan," ucap Vina. Aku masih diam saja tak menanggapi. Sejak kapan, Rani berani melawanku.
Karena Vina tak bisa memasak, kami pun memutuskan memesan makanan online dan menunggu di meja makan.
Setelah setengah jam menunggu, makanan yang kami pesan tak kunjung datang. Justru yang datang Rani dengan pakaian rapi.
"Mas kunci mobil! Sama kunci laci toko!" pinta Rani membuatku kaget.
"Untuk apa?" tanyaku
"Aku mau ikut jaga toko biar pembukuan-nya jelas! Siapa tahu bisa segera dapat suami baru juga. Iya kali, ada pria kaya yang memborong matrial dan bisa menjadi suami baruku," cetusnya.
"Mana cepetan! Lama! Ambil kunci mobil dan kunci laci!" suruhnya.
"Vin, tolong ambilkan di kamar." Dengan wajah masam Vina pun bergegas. Tak lama dia kembali dan menyerahkan pada Rani.
"Terima kasih, Karyawan handalku. Sangking handalnya bisa menjadi istri dari bosnya. Hebat!" cibir Rani pada Vina.
Kenapa sifat Rani jadi aneh begitu? Biasanya dia sangat acuh dengan urusan keuangan. Kenapa justru sekarang dia ikut ambil andil?
"Mas! Kok bengong?!" Vina menepuk pundakku.
"Tidak apa-apa " jawabku ketus.
'Selama semuanya tidak diambil alih dan mau berbagi, tidak masalah untukku. Yang jadi masalah kalau semuanya diatur oleh Rani. Bisa bangkrut aku jadi laki-laki.'