"Hemz...gara-gara usulan lu pada Bu Guru! akhirnya sepulang sekolah yang harusnya gue langsung pulang kerumah dan main game kesukaan, alhasil gue jadi muterin Kota untuk nyari tu buku. Meskipun endingnya tetep nggak ketemu juga!" ucap Edvan yang menjelaskan.
"Terus...masalah gue ke lu apaan?" tanya Viona lagi.
"Gue laperlah!" ucap Edvan dengan jawabannya yang sedikit ketus disana.
"Laper? emang gue mama lu Van? yang harus nyuapin lu saat lu laper? ya makan sono!" jawab Viona asal-asalan saja.
"Hemz...lu belum tahu ya Vi?!" tiba-tiba ucap lelaki itu. Yang saat itu mampu membuat Viona mengernyitkan kedua alisnya disana.
"Gue nggak bisa makan sendirian Vi...tega amat sih lu!" ucap Edvan seketika. Dan terlihat gadis disampingnya itu seolah tengah mencerna kata-kata temannya barusan.
"Apaan sih Van! lu ngomongnya nggak jelas tahu nggak Van? lalu kenapa kalau lu nggak bisa makan sendirian?" tanya Viona lagi.
"Temenin gue napa sih Vi!" ucap singkan Edvan saat itu.
"Astaga Van...lu harusnya bilang dari awal, dari tadi! jangan muter-muter terus nggak jelas, endingnya cuma mau ditemenin makan, aneh-aneh aja lu Van!" ucap gadis itu dengan gerutu kesalnya. Namun Edvan tidak mau membalas ocehan Viona kali itu. Lelaki itu lalu beranjak berdiri dari tempatnya. Namun Viona masih menatapnya saja dan tidak segera mengikutinya.
"Ayo Vi... jalan!" ucap Edvan yang membuat Viona sedikit kesal.
"Iya Van! ini juga jalan!" ucap gadis itu yang lalu beranjak dari tempatnya dan segera menyusul Edvan yang sudah nangkring diatas motor laki dan sudah mengenakan helmnya disana.
"Nih!" ucap Edvan sembari memberikan helm untuk Viona. Setelah gadis itu naik ke boncengannya. Viona pun segera menerima helm tersebut lalu mengenakannya. Edvan pun segera menjalankan motornya saat itu. Viona tidak tahu jika Edvan sengaja menyiapkan helm itu khusus untuknya.
"Kita mau kemana Van? kamu nggak usah milih-milih tempat deh...yang cepet aja dan nggak ribet." Ucap Viona pada lelaki tersebut. Namun seketika Edvan mendadak menghentikan motornya. Membuat Viona terpaksa mencengkeram kuat kedua pundak Edvan seketika.
"Auh, sakit Vi!" dengus Edvan dengan kesalnya.
"Kamu sih ngerem mendadak!" gerutu Viona yang tidak mau kalah.
"Tuh liat! lampu merah! lu sih cerewet dari tadi tahu nggak! lampu merah aja nggak nyadar!" ucap Edvan dengan dengusannya.
"Iya, iya...maaf..." gerutu Viona disana. Namun gadis itu merasa ingin tersenyum karena ocehan lelaki di depannya itu.
"Mau nggak di Cafe biasa aku nongkrong sama temen-temen aku?" tanya Edvan tiba-tiba. Dan terlihat Viona tengah berpikir sesaat. Dimana saat itu hatinya merasa akan membuat Edvan malu, karena Viona merasa tidak pantas jika harus ada disana, ditempat seperti itu. Apa lagi saat disana nanti ada teman-teman Edvan dari grup les dan juga grup ekstranya. Ia hanya tidak ingin membuat sahabatnya itu akan terpojok dan malah mendapat cemoohan dari teman-temannya yang lain jika sampai ia berteman dengan seorang anak nara pidana.
Hingga motor itu pun terasa berjalan lagi. Rupanya lampu lalu-lintas sudah menyala hijau kembali. Dan tidak butuh waktu lama, sampai keduanya di depan salah satu Cafe yang bertema autdoor. Namun saat itu Viona masih setia nangkring diatas motor yang keduanya naiki.
"Woe! udah sampai nih... turun dong!" ucap Edvan pada gadis dibelakangnya.
"Akh, Van... emb... aku lagi pengen makan mie ayam. Yuk ke warung langganan aku!" ucap Viona seketika pada lelaki itu.
"Akh... kamu ini bawel banget sih! tahu gitu ngapain kita kesini coba!" ucap Edvan pada gadis yang juga masih nangkring diatas motor bersamanya. Lalu Edvan pun segera menyalakan kembali motornya dan memutar balik motor tersebut dari sana.
"Dimana?" tanya Edvan pada gadis yang berada di boncengan motornya.
"Akh... lurus aja, nanti ada perempatan... nah pas di pojokannya." Ucap Viona sembari menunjukkan arah di depannya dengan jari telunjuknya yang terulur.
"Ya...balik lagi ke tempat tadi! akh...ribet Vi urusan ma lu!" dengus kesal Edvan disana. Dimana saat itu keduanya kembali lagi ke dekat tempat keduanya beranjak tadi, didekat alun-alun Kota.
Hingga keduanya berhenti di salah satu warung mie ayam dengan gerobak warna biru disana. Dan seorang mbah tua yang tengah menungguinya. Dan yang tidak Edvan sadari. Rupanya warung yang hanya bermodal gerobak dorong warna biru serta tikar dan memanfaatkan pohon rindang sebagai penghalang terik matahari siang itu pun sangat ramai pengunjung. Ada tiga tikar panjang yang terbentang di kanan-kiri gerobak yang penuh sesak disana, serta setiap tikarnya ada satu meja panjang yang membentang. Cukup nyaman untuk makan mie ayam lesehan.
Saat itu keduanya hanya melepas helm yang dikenakannya namun masih nangkring diatas motor laki yang keduanya naiki.
"Eh...emang kelebihan mie ayam disini apaan sih? kenapa sampai banyak begini pengunjungnya?" tanya Edvan sembari mendekatkan kepalanya kebelakang kearah Viona. Dan gadis itu pun segera memajukan wajahnya tepat disamping kepala Edvan.
"Ya karena enaklah pastinya! dan kalau buat kantong aku sih...murah!" ucap Viona sembari menatap kearah depan kearah mbah tua yang tengah sibuk meracik mie pesanan orang disana. Tanpa sadar Viona pun tersenyum saat itu. Gadis itu tidak menyadari bahwa sedari tadi rupanya ada Edvan disana yang tengah mengamati sepintas senyuman itu dari ujung bibir Viona. Dan Viona baru menyadari jika wajahnya terlalu dekat saat itu dengan wajah Edvan ketika tatapan keduanya sempat bertemu sesaat. Segera saja Viona menarik wajahnya kebelakang dengan sedikit salah tingkah. Gadis itu lalu turun terlebih dahulu dari sana.
"Tunggu sini ya Van. Noh tempatnya masih full... aku pesan dulu, sembari nungguin tempat kosong." Ucap Viona pada lelaki itu. Dan segera saja Viona pergi untuk memesan mie ayamnya. Hingga beberapa saat terlihat gadis itu kembali lagi menuju kearahnya.
"Akh...lama amat sih nunggunya! nangkring diatas motor lagi!" ucap gerutu Edvan disana.
"Yang nyuruh lu nangkring diatas motor dan nggak turun tuh juga siapa Van? nggak ada! lu aja yang nggak mau turun!" ucap balasan Viona pada temannya itu.
"Nah lu tadi yang bilang kalau gue harus nungguin disini! masak lu lupa sih?" gerutu Edvan lagi.
"Iya, iya... gue pikir juga lu bakalan turun! nurut banget sih lu?!" ucap Viona dengan cekikik tawanya. Hingga terlihat ada tempat kosong disana. Namun hanya ada satu tempat saja. Keduanyapun duduk berhadapan yang terhalang meja didepannya.
Sembari menunggui pesanan datang, Evan terlihat tengah menatap layar ponselnya saat itu. Jemarinya dengan cepat mengetik sesuatu disana.
"Bro! kayaknya tadi gue liat lu deh? kenapa putar balik?" tanya salah seorang teman Edvan yang rupanya tadi ada di Cafe yang keduanya akan datangi. namun karena Viona tidak mau, akhirnya Edvan pun melakukan apa yang gadis itu inginkan.
"Akh... iya, tadi gue mau mampir, tapi nggak jadi, temen gue nggak mau ke sana." Ucap pesan balasan yang Edvan kirimkan untuk temannya itu.
"Lu bonceng cewek kan? Riska liat tuh! nih dia disini!" ucap teman Edvan yang bernama Aldo itu. Dimana setahu Aldo, Riska itu adalah gadis cantik yang paling populer di tempat les Edvan dan Aldo berada. Dan bisa dibilang jika gadis itu tengah menyukai Edvan.