Empat

1580 Words
Dua hari kemudian, Ale memarkir kendaraan di depan gedung stasiun radio Petra FM, disampingnya sudah ada seorang pria yang kira-kira seusia dengan mereka, pria itu berpakaian rapih dan berkacamata juga dengan tas laptop yang bertengger di pangkuannya. Ale mengenakan setelan jas mahal, sebelum keluar mobil dia membuka jasnya, melipat kemeja lengan panjangnya sampai siku. Membuka dasi serta kancing bagian atas kemejanya. Tak lupa dia mengambil anting yang memang selalu sedia di dashboard mobil. Ketika bekerja di perusahaan milik papanya, dia memang dilarang keras memakai anting oleh papa, sehingga dia terpaksa melepas pakai aksesorisnya itu. Ale menginstruksikan pada sang pengacara yang duduk disampingnya untuk merahasiakan semua ini dari Lea, dan bersikap profesional. Pengacara itu mengangguk dan keluar dari mobil diikuti Ale. Gedung Petra FM memang tidak terlalu besar, toh hanya menampung kurang dari lima puluh karyawan. Terdiri dari empat lantai dan ruang meeting yang berada di lantai satu gedung tersebut. Sementara studio siaran dan library berada di lantai teratas. Lea sedang bersama Randy, bersandar di tembok menghadap ruang siaran yang dindingnya terbuat dari kaca. Suara penyiar terdengar dari luar. Saat ini ada dua penyiar yang sedang melakukan Live, artis yang cukup terkenal di Indonesia. "Hey hey Ho, masih sama saya Nana genit." Ucap wanita yang memang terlihat centil serta ceriwis "Dan saya Kino si Candy Crush Saga," lanjut penyiar pria yang satunya. "Nama lo jadi panjang makin hari ya Kin?" "Iya dong pemberian dari P'A kita tuh disyukuri aja," Kino melirik ke Randy yang memberi kecupan di telapak tangannya dan ditiup melalui kaca bening pembatas ruang tersebut, membuat dua penyiar saling tertawa dan melanjutkan celotehnya di pagi menjelang siang ini. Lea melirik ponselnya, nampak nama Ale memanggil. Dia segera turun ketika tahu bahwa Ale sudah menunggu diruang meeting. Sementara Randy memilih menyaksikan jalannya siaran acara pagi yang memang paling di gandrungi itu. Ya pada jam-jam sekarang ini biasanya orang-orang sedang berkendara sambil mendengarkan radio entah ingin pergi bekerja atau ke suatu tempat. Hal yang langsung dimanfaatkan oleh para tim kreatif dari radio untuk meningkatkan jumlah pendengar dengan memberi siaran yang berkualitas namun tidak membosankan. Makanya banyak para artis yang terjun ke dunia penyiaran radio karena tergiur dengan gaji yang cukup fantastis dalam satu kali siaran selama tiga sampai empat jam dalam satu harinya. Lea membawa beberapa dokumen yang memang sudah disiapkan, dia mengetuk pintu sebelum masuk ruang meeting. Ale menoleh, mendapati Lea yang terlihat berbeda ketika memakai baju kerja. Nampak anggun dan cantik. "Hai," Lea mengulurkan tangan ke Ale yang disambut Ale dengan cukup terkejut karena sejujurnya dia sedang tidak fokus terlalu mengagumi penampilan Lea. Mungkin jika orang tidak mengenalnya, tidak akan tahu bahwa wanita di hadapannya kini sudah mempunyai dua anak. Karena tubuhnya masih terlihat seperti gadis. "Oiya ini pengacara yang gue bilang," "Dias," ucap pengacara itu memperkenalkan diri, lalu mereka duduk di meja bundar ruang rapat. Ale merasa urusannya dengan Lea sudah selesai dia tak ingin terlalu ikut campur, karena itu dia pamit duluan dengan alasan harus kembali ke kantor. Meninggalkan Lea dan Dias si pengacara tersebut untuk merundingkan hal yang lebih penting. *** Ale memakai kembali jas dan dasinya di pelataran parkir VIP swalayan terbesar di Jakarta. Ya supermarket besar ini adalah hasil kerja keras dari kakeknya dan beberapa pemegang saham yang kemudian pertumbuhannya menjadi semakin pesat dan berkembang. Bahkan saat ini ada beberapa supermarket juga yang berdiri di beberapa kota besar di Indonesia. Pandi Radian, adalah anak tunggal dari Radian kakek nya Ale, hal yang membuatnya juga menjadi calon pewaris tunggal. Ketika Radians Group dikelola oleh Pandi, papa Ale, perusahaan tersebut hampir sampai di puncak kejayaannya, tidak hanya berbisnis di supermarket saja, Pandi juga membuka bisnis di furniture dan juga taman hiburan. Ditambah istrinya, Frederika atau biasa dipanggil Erika adalah designer terkenal yang punya perusahaan fashion sendiri membuat market yang mereka kuasai semakin besar. Erika, mama Ale mempunyai butik yang tersebar di seluruh Indonesia yang menjual pakaian serta aksesoris limited edition. Karena itu keluarga Radians kini menempati posisi atas sepuluh konglomerat Indonesia dan juga Asia tentunya. Meski begitu mereka memang tidak ingin menjadikan harta segalanya dan membuatnya sombong, itulah yang membuat Ale bisa bebas melalukan hobi fotograpi dan berteman dengan siapapun. Seorang security berlari membuka pintu mobil Ale, Ale tersenyum sambil menepuk bahu security itu lalu seorang petugas keamanan lainnya membukakan pintu masuk dari kaca dan juga membuka lift VIP menuju ruangannya di lantai atas. Sampai di ruangannya, Ale duduk memandang pemandangan yang bisa dilihat dari kaca jendelanya, lalu lintas padat kota Jakarta menjelang siang. Diapun bisa melihat berapa banyak mobil yang berjejer menjejali pelataran parkir supermarket besar miliknya. Nampak di tembok ada foto besar berwarna hitam putih, hasil jepretannya. Di meja kerjanya juga terpampang foto keluarga, dirinya dan kedua orangtuanya diambil tahun lalu. Ketika dia memenangkan juara fotografi di Singapura. Suara ketukan terdengar di pintu, dan sesaat kemudian seorang wanita cantik yang merupakan sekretarisnya masuk dan menginfokan jadwal Ale untuk sehari ini. Wanita itu juga menyerahkan beberapa dokumen yang harus Ale cek sebelum diserahkan ke pemilik perusahaan yaitu Papanya. Kemudian Ale berkutat pada dokumen-dokumen itu tenggelam pada pribadi Ale yang lain, Ale sang calon pewaris tunggal Radians Group. "Cha," Panggil Ale pada interkom di mejanya, memanggil Cacha sekretarisnya, usia cacha terpaut dua tahun dibawahnya meskipun masih terbilang muda, tapi Cacha termasuk wanita yang pandai dan sangat kompeten, wajar saja di akademinya dia termasuk lulusan terbaik bidang sekretaris. Cacha mengetuk pintu dan menghadap Ale, wajahnya masih terlihat fresh dengan make up nya. Ale memperhatikan penampilan Cacha hal yang selalu luput dari perhatiannya. "Maaf, ada yang salah sama penampilan saya Pa?" Tanya Cacha, matanya pun menilik ke baju yang dia kenakan heels tinggi berwarna hitam baju terusan fit body berwarna putih yang dibalut blazer Navy, tidak ada yang salah, selama empat tahun bekerja dengan Ale dia sudah mengenakan dandanan seperti ini. "Hm,, ini sudah saya periksa silahkan berikan ke Bapa. Untuk yang saya beri notes, kembalikan ke bagian terkait ya, masih ada yang perlu direvisi." "Baik pa." "Terimakasih," ucap Ale sesaat setelah dia menyerahkan dokument itu ke tangan Cacha sekretarisnya. Ya Cacha memang tahu mengenai banyak hal tentangnya apalagi jika dia sedang tugas fotografi, semua panggilan dan kerjaan biasanya di handle Cacha. Lagi Ale memperhatikan penampilan Cacha sebelum keluar dari ruangannya. Dia memang cantik tapi Ale tidak tertarik. Dia hanya berfikir apakah Lea mau jika diberikan baju-baju seperti yang Cacha pakai? Sejujurnya tadi Ale merasa sedikit miris melihat baju Lea yang warnanya sudah agak pudar meskipun masih bersih. Ditambah Ale masih ingat jelas tas yang Lea pakai ketika kabur dari rumah, kancingnya bahkan copot satu. Tapi bagaimana cara dia memberikannya sementara dia tak ingin Lea tahu jati dirinya yang sebenarnya. Dia tak mau Lea menjaga jarak darinya, entahlah dia merasa Lea akan minder jika mengenal sosok asli Ale. Dan itu adalah hal terakhir yang tak ingin Ale lihat di dunia ini. *** Senyum Ale merekah ketika menerima telepon dari Dias, pengacara yang disewanya khusus untuk Lea. Ya Dias memberitahu kalau semua berkas sudah siap dan dia akan segera mengurus ke pengadilan agama. Hati tak bisa bohong, Ale lega bahwa mungkin jalannya untuk mendapatkan Lea semakin mulus. Jahatkah dia jika mengharapkan Lea yang sekarang masih berstatus Istri orang dimata hukum? Namun Ale tahu dengan jelas bahwa mata Lea mampu menggambarkan betapa tidak bahagianya hidup yang dia jalani. Mungkin jika mereka berpisah Lea akan lebih bahagia. Seorang wanita cantik bertubuh tinggi, mengenakan baju yang sangat modis masuk ke ruangan Ale, kaki jenjangnya terlihat sangat indah dibalut heels yang tinggi. Tak akan terlihat jika usianya sudah diatas lima puluh tahun ini. "Mamah, kapan dateng?" Ale memeluk sosok wanita yang dipanggil mamah tersebut lalu mengecup kedua pipinya. Erika, mama Ale dihela duduk di sofa ruang Ale. Dia baru saja mendarat dari Perancis menemui teman-teman se-almamaternya. "Baru sampai Al, langsung kesini kangen sama kamu. Oiya bagaimana kemarin di Bandung? Jadi kan fotoin produk wedding dress temen mamah?" "Jadi mah," Ale membuang pandangan ke arah lain, entah. Mengingat moment itu membuat wajahnya seolah menjadi panas. Tak lain dan tak bukan karena masih jelas diingatannya sosok dari model wanita yang mengenakan gaun itu tampak ratusan kali lebih cantik. Wanita yang sama yang memenuhi galeri handphonenya saat ini. Ya ini bukan pertama kalinya Ale jatuh cinta, tapi... entah mengapa semua rasanya berbeda. "Ada masalah?" tanya Erika mengetahui anaknya justru bengong. "Enggak kok mah, mamah pasti capek mau minum apa? Nanti Al minta buatin Cacha." Erika menggeleng, matanya menyipit melihat ekpresi Ale yang lain dari biasanya. Fix dia pasti sedang mengalami kasmaran. Lihatlah senyumnya yang terasa sangat berbeda. "Jadwalin untuk pemotretan produk mamah lagi dong Al, mau launching bulan depan." Ale bersandar di sandaran sofa mengambil posisi yang paling santai. Dia tak ingin mamanya tahu, setidaknya untuk saat ini. "Baju apalagi mah?" "Baju kerja, ya casual gitu bisa dipakai sama wanita jaman sekarang, semi formal." Ale memandang takjub pada mamahnya, mungkinkah sang mamah sebenarnya malaikat tak bersayap yang dikirim Tuhan untuk memuluskan pendekatannya pada Lea? "Kenapa? Enggak mau?" "Mau mah, nanti Al cari jadwal yang pas, modelnya Al yang pilih ya." Erika mengangguk melihat anaknya selalu antusias pada dunia fotografi. Meskipun begitu Ale tahu dan sangat paham tentang tanggung jawabnya pada Radians group makanya dia selalu berusaha membagi waktunya agar perusahaan tetap terkendali namun hobi dia juga bisa terus terlaksana. Profesional, itulah moto hidupnya. *** Note : hahaha kedikitan yak? maaf yaa udah nunggu lama eh updatenya dikit begini :D eh emangnya ada yang nunggu? akhir-akhir ini beneran lagi sibuk dan tetiba si inspirasi ini gak ada yang nyangkut, daripada gak ada feel dan gak jelas, jadinya terpaksa kepending nunggu mood nulis dateng. ^^ happy reading yaaa
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD