bc

Bawa Pergi Bosku!

book_age16+
1
FOLLOW
1K
READ
contract marriage
HE
neighbor
sweet
mystery
office/work place
like
intro-logo
Blurb

Tuhan,

Seandainya waktu bisa ku putar kembali, aku mau punya masalah yang bikin Hans Sebastian tersinggung waktu sekolah....

Aku capek punya bos yang semena-mena kayak dia, Tuhan...

Aaamiiin....

Daaan.... saat dia terbangun, Glaudy Tandiono kembali ke kelas 2 SMA...

untuk menghindari terulang lagi nasib sialnya, Glaudy memutuskan harus menyanjung Hans sebastian.

Glaudy menepuk bahu Hans dan tersenyum tersanjung. "Sebagai teman sekelas, selama nggak melanggar hukum, apa pun yang kamu mau, aku pasti membantumu."

Hans menatapnya sebentar, pupil matanya yang gelap suram, dan tiba-tiba tersenyum, "Oke, bantu aku jatuh cinta."

Tolong! Dia hanya mau menghilangkan nasib sial di masa depan, bukan untuk jatuh cinta dengan bos masa depan!

Siapa bilang

chap-preview
Free preview
Bawa Pergi bosku bab 1
"Gue nggak bisa janji, Hans ada undangan Podcast malam ini, jadi gue harus nemenin dia sampai selesai...” Glaudy memindahkan gawai ke telinga kirinya. “Sekarang? Masih di Dieng. He’eh, syuting video klip. Lo tahu nggak Dee, dia bilang syuting mulai jam enam pagi, jadi gue udah bangun dari jam setengah lima buat nyiapin semua keperluan dia buat syuting. Kebayangkan gimana dinginnya di sini? Mana dari semalem gerimis pula, kalau nggak inget gue dateng ke Dieng buat kerja, mendingan gue tidur deh. Eh, pas gue dateng ke kamar Hans buat bangunin dia, nggak tahunya syuting dimundurin sampai jam sepuluh, dan dia dengan enaknya ngomong lupa ngasih tahu gue, terus nyuruh gue pergi cari sarapan. Gila ngga sih? Itu jam setengah enam lho, ya kalau emang syuting ditunda, kasih kesempatan gue tidur lagi kek!” Sambil mengeluh kepada Dhea, Glaudy melihat ke arah Hans Sebastian, bosnya. Air hujan buatan tersebar di langit, dan kelopak air yang pecah jatuh membasahi kepal, juga bahu bidang yang menjadi tempat bersandar impian para gadis. Pria itu berdiri menyamping, sayap hidungnya berdaging dan jembatan hidung lurus, katanya, orang yang dianugrahi hidung seperti itu punya keberuntungan, kekayaan dan karir yang bagus. Ini adalah hal yang paling disesali oleh Glaudy, kenapa dulu dia tidak pernah memperhatikan hidung Hans, andai dia memperhatikan, mungkin sekarang dia terhindar dari nasib sial menjadi bawahannya. Dengan gerakan samar, Hans menepis air yang menetes di ujung rambutnya. Meskipun suhunya di bawah nol, dia hanya memakai kemeja putih bersih dengan bahan tipis, dan semakin terlihat transparan akibat air yang membasahinya, memperlihatkan otot perutnya yang seksi. Glaudy melirik model perempuan yang nyaris tak bisa menutup rahangnya melihat pemandangan indah di depannya. “Sebentar, Dee.” Glaudy menghentikan Dhea yang lagi mengoceh di ujung gawai, dia mengambil jaket warna army dari dalam tas, memegangnya untuk diberikan kepada Hans setelah pengambilan gambar selesai.  Gadis-gadis harus diselamatkan dari pemandangan indah yang bikin dosa tambah banyak. Sadar Glaudy tidak mengatakan sepatah kata pun untuk waktu yang lama, Dhea di ujung telepon lain mulai sewot. "Denger ya, Glau, apa pun alasan yang lo buat, gue ngga peduli. Pokoknya lo harus minta cuti, dan nemenin gue ketemuan sama keponakan temennya mami gue!"  Glaudy mendesah. Baik teman atau bosnya, mereka berdua kalau sudah ada maunya sama-sama menyusahkan. “Yang bener aja, Dee. Masa lo ketemuan sama jodoh bawa-bawa gue sih?” “Salahnya dimana?” Glaudy menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Ya nggak salah, tapi nih ya, kalau kamu ngajak sahabatmu, 50% kemungkinan teman kencanmu malah jatuh cinta sama aku.” Maksud Glaudy bilang begitu biar Dhea pikir-pikir lagi buat mengajaknya. Eh, dia malah bilang, “Bodo amat kalau dia jatuh cinta sama kamu. Lagian aku juga nggak kepingin banget dikenalin.” Glaudy bingung bagaimana harus merespon. Tepat pada saat dia menemukan alasan bagus untuk menolak, Dhea di ujung sana sepertinya sudah menyiapkan jawaban, dan satu kalimat memblokirnya. "Kapan kamu terakhir keluar dan bersenang-senang?” Glaudy menggeleng, begitu sadar Dhea tidak bisa melihat gerakannya, dia segera menjawab. “Nggak tahu gue. Lupa.” “Ya iyalah lo lupa, emang nggak pernah.” Dhea berteriak  keras di telinganya, “coba lo ingat-ingat lagi, setiap kali lo izin mau main sama gue, pasti si Hans k*****t itu menghalang-halangi, bener nggak? Semua orang ngira lo pekerja keras, padahal kenyataannya lo lagi diperbudak.” Begitu dia mengatakan ini, Glaudy menjadi marah. “Lo kira gue mau diperbudak? Selama setahun penuh, gue nggak punya hari libur. Kemanapun bos gue pergi, gue harus ada di sampingnya. Kalau dia nggak ada kegiatan, gue juga harus tetep ikutin dia. Kalau bukan gara-gara utang ratusan juta yang harus gue lunasin ke Hans, gue sebenarnya juga ogah jadi babunya! Dia itulah yang disebut sama Karl Marx sebagai kapitalis berdarah dingin yang mengisap darah rakyat jelata dari setiap pori dari ujung kepala sampai ujung kaki!" "Uhuk uhuk..." Suara batuk yang akrab di belakangnya membuat Glaudy nyaris terlonjak dari tempatnya berdiri. "B-bos?” Glaudy segera mematikan telepon, berbalik, membentangkan selimut yang membungkus tubuhnya, dan menyerahkannya kepadanya, dengan senyum menyanjung.  “Kenapa nggak manggil kalau sudah selesai? Ini, pakai dulu selimutku biar nggak masuk angin. Cepat, bos, jangan tunda lagi, di sini dingin banget. Alangkah ruginya bagi dunia hiburan kita kalau kamu sampai jatuh sakit.”  Mengenakan kemeja putih dan celana jeans, Hans Sebastian berdiri dengan tenang, menarik lengan kemejanya dengan tidak tergesa-gesa, tanpa mengambil jaketnya dan mencibir. "Aku khawatir darah kotorku akan m*****i selimutmu yang suci.” Glaudy salah tingkah. Dia mencari alasan untuk menjelaskan. “Barusan Dhea nelepon dan nanya apa isi teori Karl Marx tentang kapitalis. Yang aku bilang tadi cuma contoh, sama sekali nggak bermaksud jelek-jelekin kamu, Bos. Sumpah!”    Hans mengabaikannya, mengangkat kakinya yang panjang dan berjalan menuju mobil, dan berkata dengan santai, "Yaah, memang, nggak ada bedanya antara menjelek-jelekkan dan mengekspresikan ketidakpuasanmu ke bosmu.” Glaudy sedikit mati rasa di matanya, jadi dia tidak berani melihat ke arah Hans langsung, dan hanya mengekor di belakangnya. Ketika akhirnya dia berani bersuara, suaranya penuh sanjungan. “Bos..” “Nggak bisa!”   Glaudy mendongak, "Aku belum ngomong apa-apa lho. Kok main nggak bisa aja.” Hans mencibir dingin. “Biasanya nggak ada hal yang bagus kalau kamu manggil aku dengan nada begitu.”  Glaudy tertawa dan berkata, "Ishh nuduh aja si bos nih.” "Lalu hal-hal baik apa yang mau kamu kasih tahu ke aku hari ini? Mau nraktir aku makan? Ngasih hadiah? Nggak, kan?”  Ketika dia masuk ke dalam mobil, Glaudy dengan hati-hati mengamati ekspresi Hans. Alis dan matanya benar-benar bagus, ujung matanya sedikit terangkat, dan bulu matanya tebal dan melengkung. Glaudy  tidak bisa menahan diri untuk tidak menghela napas, tidak heran dia bisa jadi selebriti papan atas yang langsung populer begitu videonya yang dia tidak sengaja ikut jalan di zebra cross saat ada acara Citayam Fashion week viral. Di ujung telepon yang lain, Dhea masih membombardir WA nya dengan puluhan stiker dan emoji, mengancamnya jangan sampai dia tidak datang. “Begini, Bos.” Glaudy mengatur bahasa, “besok aku mau minta cuti, sehari saja, ada sesuatu yang harus aku kerjain.” "Mimpi!” Meskipun punya wajah spek dewa, sayanganya sepasang bibir Hans yang indah I meludahkan kata-kata kejam seperti itu. “Hans!” Glaudy tidak tahan lagi, “Aku udah ikut lama sama kamu, kerja terus bagai kuda. Masa cuti sehari aja nggak boleh sih? Aku ini cewek lho, Hans. Tega kamu lihat aku jadi perawan tua saking nggak pernahnya bergaul sama yang lain?” Hans masih menutup mulutnya. Glaudy memutuskan untuk memainkan kartu menyedihkan. Dia dengan sengaja mencubit pahanya dengan keras sampai matanya merah berair, dan dia memperlihatkan wajah yang kesakitan di depan Hans “Bos…aduh kepalaku, kepalaku sakit banget, Bos.”   Hans tidak mengatakan apa-apa, bibirnya yang tipis sudah ditekan menjadi garis lurus. Glaudy mengendus. "Sebenarnya, bulan kemarin dokter bilang aku harus datang ke rumah sakit buat cek kesehatan, tetapi dengan kesibukanmu banyak dan nggak berhenti, mana sempat aku ke rumah sakit. Ya kan? Tapi hari ini, waktu aku bangun pagi tadi, kepalaku rasanya sakit banget. Kadang timbul, kadang hilang.” Urat di pelipis Hans melompat liar. Dia sudah lama tahu kalau Glaudy punya potensi untuk menjadi seorang komedian, tetapi dia tidak menyangka kalau asistennya ini juga punya kemampuan akting yang menakjubkan. “Hans, kalau aku penyakitku parah. Ini semua salahmu karena nggak memperkerjakanku dengan manusiawi. Kalau aku mati, aku pasti jadi kuntilanak, terus aku bakal menghantui kamu di rumah, lokasi syuting, di kamar mandi. Pokoknya di manapun kamu berada, kamu akan dengerin suara ketawaku yang bikin kamu ketakutan setengah mati.”  Masih belum ada reaksi dari Hans, tetapi tiba-tiba alis pria itu melonjak, dan bertanya dengan acuh tak acuh. “Sekarang kamu lagi hamil?” Glaudy membeku sesaat mendengar pertanyaan tadi sebelum menyadari Hans masih menunggu jawabannya. “Ngaco! Statusku nih jomlo dari zygot. Satu-satunya laki-laki yang dekat sama aku cuma kamu, Bos. Jadi, hamil sama siapa coba?” Hans mengangkat kedua bahunya, berkata dengan ekspresi lurus. “Kalau kamu nggak hamil, mana mungkin matinya bisa jadi kuntilanak.” Glaudy menangis tanpa air mata. Sepertinya dia memang ditakdirkan nggak boleh berhenti kerja sebelum mampus.  

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
3.8K
bc

Tergoda Rayuan Mantan

read
24.5K
bc

Pembalasan Istri Tersakiti

read
8.4K
bc

Istri Tuan Mafia

read
17.3K
bc

CINTA ARJUNA

read
13.2K
bc

Ayah Sahabatku

read
24.3K
bc

Dipaksa Menikahi Gadis Kecil

read
22.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook