Make Over
"Selesai," ujar Inggrit memandang dengan perasaan bangga melihat hasil maha karyanya.
Menjadikan wajah Maureen yang jarang terpoles make up sebagai wadah kanvas untuk dia mengekspresikan diri.
Maureen menguap lebar hingga mulutnya menganga lebar. Setetes air mata turun ke pipinya.
"Aduh, Mo. Jangan menangis dong. Kak Grit udah capek rias wajahmu, " tegur lnggrit.
Dengan tangan cekatan, Inggrit meraih tisue yang ada disaku rok lalu diusapnya air mata di pipi Maureen dengan selembar tisue.
"Habisnya Kakak lama sih. Tuh kan aku hampir telat." Telunjuk Maureen mengarah ke jam dinding bermotif keropi yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam.
Inggrit ikut menoleh ke arah telunjuk adik bungsunya.
"Oh iya. Ya ampun, ayo cepat tukar bajumu dengan gaun pesta," Inggrit terburu-buru berlari keluar kamar.
"Ya ampun Kakak. Aku pakai baju ini saja," teriak Maureen.
Kepala Ovy menyembul di pintu kamar maureen. Membuat Ovy mengernyit dahi menatap heran saat melihat wajah adik bungsunya yang terbalut make up.
"Mau ke mana Mo?" Tegur Ovy yang penasaran.
Pasalnya anak bungsu keluarga Tan ini dikenal oleh anggota keluarga mereka sebagai pribadi yang anti dengan peralatan kosmetik. Hanya masker saja yang masih mau digunakan oleh Maureen.
Setahu Ovy, mereka tidak ada acara keluarga hari ini.
Memutar tubuhnya untuk menyapa kakak keduanya yang jarang ada di rumah.
"Hai Kak Ovy. Wajah Mo tampak aneh ya. Ini gara-gara Kak Grit yang keukeuh ingin rias Mo. Padahal Mo cuma mau hadir di acara teman SMA," keluh Maureen pada Ovy.
Ovy hanya tersenyum simpul mendengar keluhan Mo atas perbuatan kakak mereka.
Terkadang niat baik Inggrit sering dianggap adik bungsunya yaitu Mo sebagai cobaan hidup.
Ivo memberikan nasihat bijak pada Maureen agar lebih berpikir positif atas apa yang Inggrit lakukan.
"Kamu kelihatan pangling, Mo. Sekali-kali boleh merias wajah seperti ini. Siapa tahu kamu ketemu pria kaya raya malam ini dan dia naksir kamu," kekeh Ivo.
Maureen berdecak kesal mendengar candaan Ivo.
Kakak keduanya yang biasa pendiam berubah menjadi receh ketika bercanda.
"Kak Ivo yang Mo sayangi, jangan mentang-mentang sudah punya tunangan, terus berharap Mo juga punya pasangan. Mo masih suka hidup single," ujar Mo.
Tidak ingin membuat Mo jengkel, Ivo memilih untuk beranjak pergi.
"Kak Ivo balik ke kamar dulu ya. Oh ya, tadi Kak Ivo dengar kamu berteriak. Jangan teriak-teriak Mo. Kamu itu cewek, masa suaranya seperti Tarzan di hutan. Kecilkan volume suaramu ya."
Maureen tersipu malu karena ditegur Kak Ivo. Dia cengengesan saja menanggapi teguran kakak keduanya yang berprofesi sebagai dosen.
*****
Inggrit masuk kembali ke kamar Maureen sembari memeluk gaun pesta berwarna silver.
Maureen yang melihat kehadiran Inggrit, memandang ngeri ke arah barang bawaan Inggrit.
Ukuran gaun yang terlihat mini serta warna silver terlihat mencolok dimata Maureen.
"Mo tidak mau ya pakai gaun itu." Tolak Mo sebelum Inggrit membuka mulutnya.
Inggrit hanya menggeleng kepalanya tapi mengulurkan tangannya yang membawa gaun ke arah Maureen.
"Mo pakai baju ini saja Kak. Gaun itu pasti tidak akan muat ditubuh Mo," tolak Mo.
Tekad Inggrit yang tak akan menyerah sebelum Maureen mengenakan gaun lamanya. Inggrit berusaha mendebat Maureen.
"Kamu itu mau pergi ke klub. Yang benar saja kamu pakai kaus dan celana jeans rombeng. Kamu mau dijadikan bahan tertawaan."
Inggrit bingung dengan cara berpikir Maureen.
Adik bungsunya yang sudah sekolah bertahun-tahun di luar negeri tapi tidak pernah pergi ke klub malam.
Sedangkan Inggrit yang sudah bekerja saja masih menyempatkan diri untuk mengunjungi kafe atau klub.
#Bahkan aku bertemu dengan calon suamiku juga saat kami berada di klub yang sama#
Eh, pikiran Inggrit malah melantur mengingat masa lalunya.
"Kak Grit, masa Mo dipaksa untuk memakai gaun sekecil itu. Tubuh Mo kan lebih tinggi dari Kakak. Mo yakin kalau gaun itu tak akan muat di tubuh Mo. Malah bulu kaki Mo belum dicukur pula," ujar Mo yang hobi memakai celana jeans rombeng.
Inggrit sudah tahu tabiat adiknya yang suka mencari alasan dari a hingga z. Untung saja Inggrit tipe wanita yang memiliki karakter tenang dan feminim.
Dikeluarkannya dari saku rok lebarnya,
bungkus plastik stoking berwarna putih.
Dikibaskannya bungkus stoking di dekat wajah Maureen. Membuat Maureen berdecak kesal karena tidak berhasil mencari alasan yang tepat.
"Sudah sana coba dulu. Kalau kamu tidak mau memakai gaun ini maka jangan harap Kak Grit mau meminjamkan kamu mobil Ferrari kuning milik kakak," ujar Inggrit dengan mimik wajah serius.
Inggrit berharap adiknya masih tertarik meminjam kendaraannya.
Dengan menghentakkan kaki beberapa kali di atas lantai, Maureen membawa gaun yang dia pegangi sedari tadi masuk ke dalam kamar mandi.
Takut adiknya kabur ketika Inggrit menunggu di luar kamar, Inggrit memilih duduk di kursi rias dalam kamar Maureen.
Suasana kamar Maureen terlihat berantakan karena adik bungsunya itu selalu urakan. Sangat jarang mau mengurus kamar.
Pemandangan kamar berantakan yang sedang dipandangi Inggrit membuat Inggrit berdoa semoga adiknya dapat mengubah diri menjadi lebih baik.
*****
Gaun silver sudah terpasang di atas tubuh Maureen. Begitu juga stoking yang tadi sempat dilempar masuk oleh Inggrit, sudah Maureen kenakan. Takut terlambat hadir di acara temannya, Maureen bergegas keluar dari kamar mandi.
Brak ...
Pintu dibuka secara kasar oleh Maureen dan Maureen berlari tergesa-gesa keluar dari dalam kamar mandi.
Inggrit baru hendak membuka mulut untuk menegur sikap adiknya yang sembrono.
Namun saat Inggrit mengangkat wajah dengan mulut terbuka, dia bukannya marah atas tingkah Maureen, melainkan terpana.
Inggrit menatap tanpa berkedip pada sosok gadis muda dengan balutan gaun bekasnya, berstoking, dan dengan wajah terlihat natural namun masih bisa dilihat ada polesan alat kosmetik di wajahnya.
"Wah, benar kan dugaan kakak. Kamu terlihat memukau Mo."
Inggrit bertepuk tangan dan tertawa senang melihat penampilan Maureen.
"Kak Grit, aku berangkat dulu ya. Mana kunci mobilnya?" Tangan Maureen menengadah.
Inggrit meraih botol parfum di atas meja lalu menyemprotkan ke leher dan pergelangan tangan Maureen.
"Kakak," tegur Mo yang tentu saja kaget disemprot parfum tanpa izin.
Lalu Inggrit menjulurkan kunci mobil ke adiknya.
"Ini ambil. Parfum adalah pelengkap terakhir," ujar Inggrit dengan nada bangga.
Maureen tentu saja memprotes karena dia merasa tersinggung.
"Bisa-bisanya Kak Grit mengataiku bau? Aku sudah mandi ya. Aroma sabun aku jauh lebih wangi dari parfum pemberian Kakak," Celutuk Maureen dengan wajah tertekuk masam.
Tak ingin berdebat dengan Maureen, Inggrit melangkah pergi keluar dari kamar adiknya.
Tidak menyadari bahwa Maureen meraih sepatu kets biru kesukaannya.
Masa iya, pergi ke klub dengan gaun pesta tapi pakai sepatu kets?
*****